TFSB-2

37 3 0
                                    

*************

Berkat mulut lambe turah milik Viko. Kini Dean yang biasanya akan memanfaatkan waktu luang sehabis pulang sekolah dengan sebaik mungkin--walupun hanya dengan tidur-- harus ikut berpartisipasi dalam sidang yang melibatkan dirinya. Bahkan dirinya kini menjadi objek utama yang dijadikan bahan gibahan.

"Jadi menurut lo si Dean beneran suka sama si Preya Preya itu?." Januar yang memiliki sifat hampir sama seperti ibu-ibu komplek yang biasa membongkar aib sesama di grobak sayur itu kembali bertanya hal yang sama untuk ketiga kalinya pada Randy.

"Freya btw." ralat Rangga dengan cengiran khasnya. Maklum lidah sunda Januar masih belum khatam buat bedain F sama P jadi perlu dia ralat.

"Halah sama wae. Pokoknya eta." Januar mengibaskan tangannya acuh. Ia kembali menatap Randy yang kini hanya bisa menghela nafas. Nyawanya diujung tanduk ketika Ia dengan tidak sengaja keceplosan masalah asmara Dean yang penuh liku-liku kayak lagu dangdut itu.

Sebenernya sih gara-gara Viko yang mancing-mancing jadi dia ikutan kan. Biasa punya mulut lambe turah mah gak bisa diem kalo udah masalah gosip.

"Ya kalian kan bisa tanya orangnya. Kenapa dari tadi gue yang ditanya terus?" Oke bagus Randy. Jawaban yang sangat bagus karena tidak merugikan dirinya. Ah Randy bangga pada dirinya sendiri.

"Masalahnya lo yang tau sejak awal Mas Ganteng. Lagian si Dean itu energinya terlalu berharga buat jelasin hal ini." Kini Jino ikut angkat bicara. Si pemilik gigi kelinci itu menghentikan aksi makan cemilannya.

Sedangkan disisi lain Dean membatin. Ini mau sampai kapan bahas kisah percintaan dirinya? Bentar lagi mau Ashar dan itu tandanya waktu tidur siang Dean habis. Karena jika sudah Adzan Ashar haram baginya untuk tidur. Pamali kata si Mamah juga.

"Gini ya teman-teman dengerin gue baik-baik. Ini kan love storynya Dean. Supaya lebih akurat lebih baik lo nanya dia deh. Ini kan kisah berharga pasti dia mau jelasinya."

Sumpah kalo tau bakal tau ujung-ujungnya kayak gini males Randy ikutan kumpul di rumah yang sengaja orang tua Januar beli pas tau anaknya mau sekolah diluar kota. Emang bukan rumah gede yang bertingkat. Rumah ini cuma rumah minimalis satu lantai yang berisi tiga kamar yang kini ditempati oleh Jino dan Juna.

Iya Jino dan Juna tinggal bareng sama Januar lantaran Jino yang gak mau ikut pindah rumah ke Kalimantan dan Juna yang punya keharusan menemani sepupunya itu supaya gak tinggal sendirian.

"Kalian punya masalah apa sih? Heran deh gue. Mau gue jadian ataupun suka sama Cewe itu hal yang biasa kan?." Dean angkat bicara, pusing sendiri dia liat sahabatnya debat masalah percintaan dia. Mana didepan orangnya langsung. Ini dia sukanya sama Cewe loh bukan Cowo. Kenapa harus ada diskusi semacam ini?.

"Masalah sih nggak baginda raja Ardean Deeva Al-Maqi. Tapi yang namanya sahabat kalo tau sahabatnya lagi bahagia. Contohnya jatuh cinta ya kita perlu tau atuh." Ini Jino yang ngomong. Si bongsor satu ini masih sibuk sama cemilan yang dia kudeta. Maklum Ia belum makan apapun semenjak pulang sekolah tadi gegara Januar yang udah heboh duluan pas tau kalo Dean lagi suka sama cewe kelas sebelah.

"Biar apa coba?" Satu alis Dean terangkat bingung.

"Ya-- ya gitu. Biar kita tau." Januar menjawab gugup. Bahaya kalo niat awalnya ketauan sama Dean.

"Bilang aja sih Jan. Lo perlu itu buat gosip terbaru di Sanjaya." Rangga angkat bicara dan itu tandanya  apa yang Rangga ucapkan adalah sebuah kebenaran. Si manusia dengan senyum manis plus pemilik dimple ini kalo ngomong emang suka gak disaring, nyesel Januar ajak buat partisipasi di acara 'mari bongkar masalah percintaan Dean'.

"Sudah kuduga." Ardean tersenyum sinis. Sebetulnya Ia sudah tau niat itu dari awal hanya saja Ia memilih diam. Ingin tau sampai mana Januar mengorek informasi masalah percintaan dirinya.

"Sudah sudah. Kita kumpul bukan perkara itu doang. Disini kita mau ngomongin masalah gue yang mau ikut tinggal disini." Viko menyudahi perdebatan masalah yang sempat Ia bawa ke permukaan. Sengaja Ia akhiri, kasian Dean yang mukanya udah capek karena ditanya hal-hal yang menurutnya sangat wajar. Lagian disini salah Viko juga yang udah mulai mengangkat topik tersebut.

"Ah iya ya. Jadi Lo serius mau tinggal bareng? Gue sih gapapa. Abah juga pasti seneng kalo ada yang mau tinggal bareng lagi biar rame." Januar si pemilik rumah dengan antusias memperbolehkan. Toh kamar yang dirumah ini baru terisi satu saja. Cukup untuk menampung orang lagi dan hanya perlu satu lemari lagi jika memang Viko benar-benar mau ikut tinggal disini. Karena dua kamar yang tidak terisi itu belum memiliki lemari pakaian.

"Iya tuh. Nanti gue minta izin dulu sama Abah tapi kapan?." 

"Kita ke Cianjur aja gimana pas hari Jum'at sore?." Juna usulan. Cowo yang baru saja datang dari arah dapur dengan nampan berisi risoles hasil kiriman dari Uminya yang baru Ia goreng.

Wajah Randy tiba-tiba sumringah melihat isi dari nampan yang dibawa Juna. Pria itu bangkit mengambil alih nampan dan diletakanya nampan itu jauh dari jangkauan Jino. Bahaya, si manusia kelinci itu bisa-bisa mengkudeta makanan lagi.

"Bagi dong Ran. Jangan maruk!" Tuhkan apa yang Randy perkirakan benar kejadian. Jino tuh kalo masalah makanan kayak orang kesetanan.

"Jangan diambil semua Jino!." Randy mengambil paksa nampan yang baru saja akan dipindah tempatkan oleh Jino. Dan ya  perebutan nampan adalah hal yang selanjutnya terjadi diantara dua pria itu.

" Boleh tuh, kita balik Minggu pagi. Jadi gak terlalu capelah." Viko menyetujui gagasan Juna. Begitupun Januar, Dean dan Rangga. Mereka mengabaikan dua manusia yang masih sibuk memperebutkan hak makanan. Heran padahal yang punya juga belum makan.

"Jadi kita bakalan pake dua mobil atau gimana?." Kini Rangga yang buka suara. Sebagai manusia yang hanya akan hayu terus karena tidak bisa membawa kendaraan Rangga jelas harus mempertanyakan hal tersebut terlebih dahulu. Biar nanti pas hari H-nya gampang. Lebih tepatnya biar nanti dia bisa pilih buat satu mobil sama siapa soalnya salah mobil nyawa taruhannya. Lebay emang tapi itu fakta kalo kalian liat bagaimana salah satu dari mereka bawa mobil berasa lagi balapan F1.

"Pake mobil Randy aja. Satu mobil gue rasa cukup." 

"Gagasan ditolak!" Yang bersangkutan menolak keras. Melepas nampan yang sedari tadi dia amankan. Pria yang selalu merasa paling tampan satu sekolah itu menyilang kan kedua tangannya didepan dada." Pake dua mobil kan bisa. Ardean suruh bawa mobil tuh."

Dean memutar bola matanya malas. Jangankan membawa mobil ke Cianjur, dia jika disuruh membawa mobil ke sekolah aja yang notabennya jarak dekat malas apalagi ini?." Pake mobil gue tapi Lo yang jadi supirnya."

"Kok gue!" Randy masih tidak bisa menerima. Dikiranya nyetir mobil gak cape?.

"Yaudah biar gue yang nyetir!"

"NGGAK!"

Jino mengelus dadanya. Kaget dia tuh. Padahal niat dia itu baik, supaya kedua sahabatnya itu berhenti berdebat masalah siapa yang akan menjadi supir. Giliran dia mengajukan diri malah disentak, rame-rame lagi.

"Lo kalo bawa mobil kek orang kersurupan Reog. Udah biar gue yang nyetir gantian sama Ardean... Apa? Nggak mau Lo?."

Dean mengangguk pasrah. Jika Randy sudah seperti ini bagaimana bisa Ia menolak?. Toh itu lebih baik daripada perjalanan menuju rumah Januar nanti nyawanya menjadi jaminan jika Jino ngotot mau nyetir.

"Okay Jum'at kita Otw!"

***********

Love

Indri😘

The Famous Seven BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang