5

23 6 0
                                    

Aku ingin pergi untuk beberapa hari, Minggu, bulan, tahun, atau mungkin selamanya...

Erlin Mauretta

Erlin merasakan dadanya seperti di pukul batu keras, sesak sekali. Ia terus menangis tak menghiraukan panggilan Susilo yang berdiri di balik pintu kamarnya, sementara Justine tidak henti-hentinya menelepon Erlin.

"Nak, maafin kakakmu, ya? Kamu harus belajar lebih dewasa lagi, kamu tahu kan Cherfine anaknya bagaimana? Papah harap kamu tidak membencinya meskipun dia begitu membencimu." Setelah mengatakan itu, Susilo langsung meninggalkan kamar putrinya.

"Aku enggak pernah ngebenci kak Cherfine, Pah. Tapi jadi anak ga berguna itu emang menyakitkan," ujar Erlin dengan suara parau.

Erlin melirik ponselnya yang tergeletak di ranjang, perlahan ia mengambilnya lantas membuka pesan dari Justine.

Justine

Gw udah sampe di depan rumah lo buruan keluar dikira maling gw ntar!

Erlin mengusap sisa air matanya, dengan buru-buru ia segera mengganti bajunya lalu berjalan keluar rumah menemui Justine yang sudah nangkring di atas motor.

"Maaf, lama."

Justin mengamati Erlin sambil menaikkan sebelah alisnya, "Lo habis nangis?" Tanyanya ingin tahu.

"Enggak, cuma kelilipan," jawabnya berbohong.

"Yaudah naik." Sebenarnya Justine tahu kalau Erlin memang habis menangis tapi ia pura-pura saja tidak tahu.

"Kita beli bahan makanan dulu, stok di apart gue nipis soalnya," katanya setelah Erlin naik di jok belakang.

"Oh, iya." Entah kenapa Erlin selalu merasa canggung jika berdekatan dengan Justine, padahal sudah lama ia berpacaran tapi rasanya seperti baru jadian.

***

Justine dan Erlin masih sibuk memasak bersama, mereka berencana memasak cumi sambal merah. sesekali Justine menjahili Erlin yang tengah mengulek bumbu.

"Sini gue yang ngulek, Lambat!" Justine merebut paksa ulekan yang ada di tangan Erlin, Erlin yang tidak kuat pun terpaksa mengalah.

"Emang kamu bisa?"

"Bisalah gini doang."

Justin mengulek cabai merah, bawang merah, bawang putih serta garam yang sudah di goreng dengan kuat sehingga sambalnya muncrat kemana-mana.

"Aish! Kak Justine, Nyiprat nih!" Keluh Erlin sambil menyipitkan matanya takut terkena cipratan cabai.

"Tenang aja, gue kan kembarannya chef Juna, gini doang mah kecil!" Justine begitu bersemangat mengulek bumbu sampai cabainya muncrat mengenai wajahnya.

"Argh!" Justine melempar ulekan di tangannya dan kini sibuk mengucek matanya, ia lupa jika tangannya juga penuh dengan sambal.

"Tolongin gue ... ini gimana!" Justine melompat-lompat panik.

"Duh, kok bisa sih, kak! Aku bilang juga apa, pelan-pelan!" Erlin ikut panik, otaknya langsung berpikir keras.

Erlin berlari meninggalkan Justine yang ngamuk-ngamuk tidak jelas sambil meneriakkan namanya.

HollowWhere stories live. Discover now