Aku ....
"Berapa kali ibu bilang ke kamu! Belajar! Belajar! Belajar! Bukannya main hp main sosmed atau malah keluyuran nggak jelas kaya gini!"
Tidak sendirian, kan?
"Coba kamu sedikit aja kaya adek kamu! Pinter dan berprestasi! Bisa banggain orang tua nggak kaya kamu!"
Aku ....
"Diem aja? Kamu nggak denger ibu lagi ajak kamu bicara? Kamu mau pura-pura ibu nggak ada?"
Punya keluarga ....
"Bu, tenang dulu. Ini masih di sekolah!"
"Saya mana bisa tenang kalau punya anak kaya gini? Ibu sebagai wali kelas juga seharusnya kasih tahu saya kalau anak saya bolos kelas bukan malah diem aja!"
Apa seperti ini rasanya ... punya keluarga?
"Letta! Kamu dengerin ibu nggak sih? Kamu mau jadi apa kalau bolos kelas kaya gini? Makannya ibu nggak kasih kamu ijin ikut bimbel di luar sana! Bukannya bimbel yang ada uang ibu kamu pake buat yang enggak-enggak nanti!"
"Bu, tenang! Banyak murid yang memperhatikan dari luar!"
Kalau seperti ini rasanya ... apa akan lebih baik kalau aku tidak memiliki keluarga saja dari awal?
"Kalau kamu sedikit saja! Sedikit saja mirip sama adik kamu, kamu bakalan lebih baik dari ini. Bukan! Kalau kamu ... kalau kamu bukan anak laki-laki brengsek itu kamu pasti-"
"Ibu!" teriakku. Aku tidak tahan lagi, tidak apa-apa jika ibu menjelek-jelekkan aku di depan umum dan membandingkanku dengan adik tiriku. Tapi, aku tidak ingin mendengar ibu menyalahkanku karena lahir sebagai putri ayah.
"Kamu berani teriak sama ibu sekarang?"
"Aku Cuma bolos satu kali bu!"
"Emang kamu sepintar apa sampai berani bolos satu kali? Kamu nggak lebih pintar sedikitpun dari adik kamu!"
"Bu! Aku emang ga lebih pintar dari daffa, tapi aku selama ini selalu nurut sama ibu, kan? Bahkan ibu nggak marah walaupun daffa nyuri uang ibu buat main sama temen-temennya! Ibu juga nggak marah waktu daffa ditahan di kantor polisi karena mukulin anak orang! Cuma hal kaya gini kenapa ibu seheboh ini sih?"
"Kamu sekarang ngelawan ibu?"
"Bu, jujur aja. Sebenernya, ibu kaya gini ke aku karena ibu nggak suka aku? Karena aku anak ayah? Ibu selalu nyalahin ayahku! Padahal ibu sendiri nggak pernah ngaca!"
Plakk
Wah. Ibu menamparku, ini pertama kalinya. Aneh. Benar-benar sangat aneh karena air mataku bahkan tidak menetes sedikitpun. Padahal, pipiku sangat sakit. Sakit sekali sampai rasanya seperti sedang terbakar.
"Kita pulang sekarang!" ucap ibu geram. Aku bisa merasakan dari suaranya, ibu sedang menahan amarah. Ibu mencengkeram lenganku dengan erat dan menarik paksa aku.
Ternyata di luar ruangan ini, banyak penonton ya. Kenapa ya? Aneh sekali. Aku tidak malu ataupun sedih. Tidak! Aku hanya tidak tahu aku sedang malu atau sedih. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
No Sun There
Short StoryLetta dan Linden menlewati perpisahan yang sulit hingga akhirnya mereka dipertemukan kembali. Namun, ada perasaan berbeda saat mereka bertemu lagi. Perasaan yang lain yang seharusnya tidak ada di antara kakak dan adik seperti mereka. Perasaan menjij...