Prestasi-simpati-ambisi
๑๑๑
18 Februari 2021; Jakarta
“Undangannya pas ga, untuk keluarga sama kenalan kamu? Atau mau tambah lagi?”
Seorang lelaki tengah duduk diatas sofa, memainkan rambut seorang perempuan yang sedang berbaring di kaki lelaki tersebut dengan memainkan handphonenya.
“Kayanya udah pas. Kamu gimana?”
“Aku kurang, kira-kira 40 undangan lagi,”
“Terus gimana? Kita nikah lusa, loh”
“Gampang. Itu semua teman kerja aku. Nanti aku langsung ke tokonya, minta tambahan kartu undangan,”
“Gausah diundang kalo yang ga dekat-dekat banget. Kayanya dari kemarin undangan kamu kurang terus,” perempuan itu menatap sedikit kesal pada sang pria yang hanya tersenyum jenaka.
“Gapapa. Aku, kan maunya semua orang tahu kalau kita mau nikah. Saat kamu udah jadi milik aku seutuhnya,”
“Ih, lebay,” sang wanita menyentuh hindung lelakinya, lalu keduanya tertawa bahagia.
Mereka seperti sepasang kekasih yang tak terpisahkan, seperti tidak pernah ada yang terjadi diantara mereka, Seperti sedang bahagia atas luka-luka lama.
Barangkali karena mereka telah beranjak dewasa, biarkan segala tawa kini melambung di udara. Untuk sampai pada titik ini, mereka sudah melewati banyak hal tak terduga. Dan untuk sampai pada titik ini juga, mereka pasangan yang luar biasa.
“I love you,” sang wanita hanya tersenyum.
“I know,” jawabannya.
๑๑๑
11 Maret 2014; Jakarta
“Olimpiade tingkat provinsi di daerah Bandung, 2 bulan mendatang. Kalau kalian tertarik, saya daftarkan sekarang juga. Tunggu apa lagi? Kalau kalian bisa menuai prestasi lagi kali ini, selain membantu menaikkan nama dan akreditasi sekolah kita, saya jamin kalian berdua bisa masuk universitas terbaik di Indonesia bahkan luar negeri,”
Geby melirik seorang lelaki disampingnya, meminta pendapat pribadi dari tanggapannya. Lelaki tersebut hanya diam saja. Geby tidak bisa berharap banyak pada kakak kelasnya tersebut.
“Maaf pak, bukannya saya menolak. Dari semester dua lalu, saya sudah aktif mengikut olimpiade ataupun lomba cerdas cermat antar sekolah. Menurut saya akan lebih baik kalau kali ini berikan kesempatan pada siswa dan siswi lainnya,”
Kepala sekolah menghela nafas dengan gelengan. Sebenarnya ia memilih kedua anak emas Sakahila untuk mengikuti olimpiade karena mereka selalu memberikan hasil yang memuaskan meski ia tahu bahwa dirinya sedikit tidak adil karena membuat Geby menyabet gelar juara terus menerus dan tidak membiarkan siswa berprestasi lain merasakan meja pertandingan seperti Geby.
Disisi lain, Geby sendiri merasa bersalah sebab ia terlihat tamak atas kemenangan. Ia juga ingin semua orang yang telah berusaha seperti dirinya, merasakan puncak perjuangan yang selama ini dilakukan. Terlebih, banyak yang tidak menyukainya karena hal ini.
“Kamu bagaimana Enggar?”
“Saya ga masalah asal sama Geby,” Geby menoleh, menatap tak percaya pada seniornya.
“Kalau begitu saya kasih waktu kalian berunding dahulu sampai jam pulang sekolah. Saya janji ini olimpiade terakhir kalian apalagi Enggar sudah tingkat ketiga. Pikirkan baik-baik, kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Silahkan ke kelas kalian masing-masing,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Untuk Gaby
Teen FictionIni kisah lama. Perjuangan seorang gadis SMA lugu yang dibenci 1 sekolahnya. Hidupnya berubah setelah ia mendapatkan perlakuan tidak adil itu. Menjadi seorang gadis dingin adalah transformasi dirinya sekarang. Mungkin untuk selamanya karena terlalu...