Saat ini, aku tengah duduk di lantai sambil memasang ekspresi wajah masam. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena kehadiran pria berambut putih yang memakai penutup mata. Pria itu tengah duduk di hadapanku sambil memasang senyum khas miliknya.
Aku sudah mendapatkan informasi dari kedua orangtuaku bahwa aku telah diterima di sekolah Jujutsu yang ada di Tokyo. Mereka juga telah menerima kepindahanku tanpa menanyakan dulu pendapat dariku. Benar-benar bikin kesal, untung sayang.
"Kenapa Anda mengundang saya ke sekolah Jujutsu? Sekolah macam apa itu?" Tanyaku sembari melipat tangan di depan dada.
"Apakah kau bisa melihat kutukan?"
"Kutukan?" Aku memiringkan kepala, setelah itu barulah teringat jika Sukuna dulu pernah memberitahu bahwa makhluk sepertinya biasa dipanggil oleh manusia sebagai kutukan. "Oh, makhluk menyeramkan itu, ya? Yah, aku memang bisa melihat makhluk seperti mereka. Memangnya kenapa kalau aku bisa melihat mereka?"
"Kau pernah bertarung dengan mereka? Mungkin juga pernah diserang oleh mereka?"
"Kalau bertarung sepertinya tidak pernah, tapi kalau di serang sih pernah."
"Lalu, bagaimana kau bisa kabur dari mereka?"
Aku mengernyitkan dahi. Mengapa pria ini memiliki banyak sekali pertanyaan? Lagi-lagi dia membuatku agak sedikit sebal. Yah, meski sepertinya tak masalah untukku menjawab pertanyaannya itu.
Aku menghela napas sejenak, "Aku juga tidak yakin bagaimana diriku bisa kabur. Waktu itu aku sudah terpojok dan aku pikir aku akan mati. Namun, tiba-tiba saja pandanganku menggelap dan ketika pandanganku kembali normal, kutukan itu sudah mati tercabik-cabik. Tamat."
Pria itu terdiam. Meskipun dia mengenakan penutup mata, aku yakin dia tengah memandang lurus ke arah wajahku. Tunggu, apakah dia bisa melihat menembus penutup mata itu? Lebih baik tidak perlu dipikirkan, nanti ujung-ujungnya malah pusing sendiri.
Aku balik menatap pria itu, melihat setiap inci wajahnya. Jika dilihat-lihat, pria di hadapanku ini bisa dibilang cukup tampan. Namun, ketampanannya itu tidak akan pernah melunturkan amarah di hatiku ini!
"Yah, kalau begitu kau pantas untuk ke sekolah Jujutsu."
"Eh? Kenapa kau berpikir begitu?"
"Karena di sekolah itu lah para shaman akan belajar untuk membasmi sebuah kutukan."
Kini aku yang terdiam. Kalau saja aku tahu jika sekolah Jujutsu adalah sekolah yang mengajarkan cara membasmi kutukan, seharusnya aku bilang saja tidak bisa melihat kutukan-kutukan itu. Ini bencana!
"Membasmi kutukan? Yang benar saja! Mereka itu menyeramkan dan beberapa memiliki aura yang sangat busuk. Aku tak mau."
"Sayangnya kau tidak punya pilihan."
Aku berdecak kesal, lalu beranjak dari tempatku duduk. Aku segera memasukkan barang-barangku ke dalam koper secepat yang aku bisa.
"Kau sedang apa?" Tanya pria itu.
"Membereskan barang-barang. Kau tidak lihat, kah?"
"Mau ke mana?"
Diriku lagi-lagi menghela napas. Entah sudah keberapa kali aku menghela napas, aku tidak tahu, aku tak menghitungnya.
"Kau tadi menyuruhku untuk berkemas. Hufft... Sudahlah, aku lelah bertengkar terus denganmu!"
"Oh, benar juga. Hahaha..." Dia tertawa, lalu beranjak dari tempatnya berdiri.
Aku sedikit melirik ke belakang di saat tanganku masih sibuk memasukkan barang-barang ke dalam koper. Jika dilihat-lihat lagi, pria ini ternyata begitu tinggi. Berbeda jauh dengan ukuran tubuhku yang terbilang pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
In a Dream
FanfictionKarena mimpi yang selalu aku alami sejak berumur 12 tahun, akhirnya aku membulatkan tekad untuk pergi ke Jepang. Aku berkeinginan untuk membantu temanku yang selalu aku temui di alam mimpi. Namun, tak aku sangka niat baikku itu malah menarikku ke da...