𝐂𝐥𝐚𝐢𝐫 𝐝𝐞 𝐋𝐮𝐧𝐞 (Under the Moonlight) ╱ Part 1

149 10 1
                                    

"Hei, Nero! Cobalah melolong untuk kami—"

Boris tak merespon meski ia tahu Nero adalah panggilan yang dialamatkan untuknya. Menjadi satu-satunya manusia serigala dalam mansion mewah berisi para penghisap darah bukanlah kehidupan yang dapat dikategorikan mudah. Tetapi, seiring berjalannya waktu, ia sudah mulai terbiasa dengan kehidupan yang sesungguhnya amat jauh dari kata biasa itu. Lagipula, kemana lagi ia harus pergi, 'kan? Ia tidak tahu kemana ia harus kembali—sebab sudah sangat jelas gerombolannya tak mungkin lagi ada di tempat semula mereka berada. Belum lagi, kabar yang beredar tentangnya dapat dipastikan akan menjadi alasan kuat baginya untuk tak lagi diterima oleh kaumnya.

Permusuhan antara kaumnya dan kaum penghisap darah adalah sesuatu yang begitu melegenda sekaligus nyata dan telah berlangsung berabad-abad lamanya. Entah bagaimana dan kapan, eksistensi kaumnya perlahan-lahan berkurang dan mencapai tahap kepunahan. Ia tidak ingat berapa tepatnya jumlah anggota dari gerombolan yang tengah dalam pelarian bersamanya saat itu—sebab kejadian itu terjadi lebih dari ratusan tahun lalu—namun terbekas jelas dalam ingatannya bahwa jumlahnya bahkan tidak separuhnya dari penghuni mansion di pedalaman gunung ini.

"Jangan hiraukan mereka. Kau bersamaku. Tak perlu menuruti titah yang bukan berasal dari tuanmu." Suara yang begitu familiar di telinga Boris terdengar memecah hening yang sempat singgah. Dari tepi matanya ia mendeteksi kehadiran Cassius Estheim dalam balutan jubah ungu gelap yang dihiasi oleh renda keemasan.

Tanpa kau beritahu pun aku tidak akan melolong untuk mereka, pikir Boris yang saat ini telah bergerak dari posisi awalnya. Ia berjalan mendekat ke arah tangga yang membagi dua ruang lobi utama mansion. Di sana sang tuan berpostur tegap tengah menjejakkan kaki menuruni anak tangga, beberapa barang tampak memenuhi kuasa si surai keemasan. Boris berinisiatif mengulurkan kedua lengannya, "Mari saya bawakan barang-barang Anda, Tuan Estheim." Ucapnya kemudian –lantang dan jelas.

Untuk sepersekian sekon tatapan keduanya bertemu. Boris begitu mengenal Cassius sehingga tatapan sang tuan yang dipenuhi oleh keantusiasan itu tak mungkin luput dari pengamatannya. Jika dapat melampiaskannya dalam sebuah novel, Boris akan mendeskripsikan sorot mata si pemuda Estheim sebagai sorot mata yang tengah memancarkan kerlap-kerlip bintang malam –begitu berbinar dan hidup.

Beban yang diberikan pada pangkuan tangannya secara otomatis mengalihkan fokus Boris—ia harus memastikan semua barang-barang Cassius aman berada dalam pegangannya; bagaimanapun juga ia tak lebih dari seorang bujang meskipun tak dapat ia pungkiri bahwa perlakuan yang didapatkannya dari Cassius terbilang spesial. Boris tidaklah bodoh, ia tahu bagaimana para bujang biasanya diperlakukan. Dan sejauh ini, meski ada batasan-batasan tertentu yang tak boleh dilewati, sang tuan ironisnya memperlakukannya lebih seperti seorang teman –meski kadang si penghisap darah bersurai keemasan itu berakting arogan layaknya saat ini. Meski enggan mengakui secara terus terang, baginya Cassius adalah sosok yang baik.

Bisikan-bisikan terdengar mengiringi langkah Cassius dan langkahnya yang menyusuri lobi utama. Gema dari ketukan alas pantofel yang membalut kedua telapak kaki si penghisap darah muda bahkan tidak dapat menandingi gema dari bisikan-bisikan yang secara pasti dipenuhi oleh dengki. Boris sejenak melirik, tak jauh beberapa langkah daripadanya Cassius masih terus melangkah seolah tak terusik oleh bisik-bisikan yang membuat panas telinga. Surai keemasan, sepasang netra indah dengan warna yang berbeda serta paras rupawan milik tuannya dapat Boris pastikan bukanlah apa yang memicu kobaran dengki daripada mereka yang tengah bergosip di balik punggungnya. Terkesan klise namun, istilah perjodohan pun ada dalam kehidupan para penghisap darah. Dan Cassius Estheim telah dijodohkan dengan putra dari kaum 'bangsawan' yang didesuskan berniat untuk mencalonkan diri sebagai pengisi kursi dewan tertinggi para vampire.

"Mereka ini benar-benar kurang kerjaan sekali, bukan begitu, Boris?" Setelah bungkam untuk beberapa saat, akhirnya Cassius kembali membuka mulut.

NEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang