waktu dengan cepat berlalu.
aku tidak menginginkan itu.
aku hanya ingin waktu terhenti agar aku bisa kembali ke waktu dimana aku bisa bersamamu.
saat itu kita hanya remaja yang dimabuk cinta.
Hujan masih turun dengan deras. Hawa di kamar semakin dingin. Aku mengubur seluruh tubuhku didalam selimut yang tebal.
Entah mengapa, aku merasa gelisah.
Ada yang salah.
Perasaan khawatir ini tidak kunjung berhenti, malah semakin meluap dan membuatku mual. Tapi aku tidak bisa keluar dari kasur.
Aku memegang dahiku yang penuh keringat dingin. Aku hanya tidur sekitar 3 jam. Sejak pukul 9 malam mengantar Xinlong ke bandara, dan aku sampai di rumah pukul 10 malam dan berakhir tertidur pukul 11 malam. Aku bahkan tidak sempat mengganti baju.
Aku terbangun entah karena apa, aku tidak bermimpi buruk atau apapun, dan karena itulah hal ini sungguh aneh. Jantungku berdebar kencang.
Aku melirik jam digital yang ada di nakas samping kasur. Pukul 2 pagi.
Televisi di ruang tengah yang berada didepan kamarku masih menyala, namun aku tidak dengar dengan jelas apa yang disiarkan.
Lagu Before You Go masih terputar di ponselku, aku selalu menyetelnya setiap aku sulit tidur.
Drrrrtttt
Ponselku bergetar. Ada yang menelepon, aku memang selalu menyetel ponselku ke mode silent. Aku cepat-cepat mengambilnya.
Mama
Aku mengernyit, tumben Mama menelepon.
"Halo? Ma?"
"Halo sayang? Maaf jadi bangunin kamu."
"Gapapa, Mama masih di rumah sakit?"
"Iya, Mama harus operasi satu pasien lagi. Pasiennya belum datang, ini kami lagi jeda istirahat."
"Papa sama Mama kan?"
"Iya sayang, maaf ya kamu jadi sendirian terus di rumah."
"Gapapa kok, denger Mama sama Papa gapapa aku udah seneng."
Aku menyadari suara Mama terdengar agak... parau?
"Ma? Mama pilek?"
"E-Engga sayang."
"Kenapa Ma? Tumben telepon."
"Sayang," Mama menggantung ucapannya. "Mama minta maaf ya."
Aku tersenyum kikuk, mengernyit. "Ma, apaan sih? Maaf kenapa?"
"K-Kamu belom liat berita?"
Jantungku berdetak semakin cepat, membuatku sulit bernapas. "K-Kenapa beritanya Ma?"
Aku melompat dari kasur dan berlari ke ruang tengah. Mengambil remote, dan mengganti channel berita.
"Hari ini, tepatnya pada 29 November 2020 pukul 00.17 telah terjadi kecelakaan pesawat China Airlines dengan nomor penerbangan DR6558, dengan rute menuju Amerika Serikat.
Kecelakaan ini memakan korban yang meninggal sebanyak 188 orang yang terdiri dari 170 penumpang dewasa, 9 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia, atau sama dengan hampir seluruh korban yang berada di pesawat.
Jatuh di perbatasan Tiongkok-Myanmar, pesawat mengalami kerusakan parah. Perkiraan penyebab adalah cuaca buruk yang mempengaruhi penerbangan hari ini.
Karena kerusakan yang amat parah dari pesawat, ditambah hujan deras, akan sulit kemungkinan untuk mengidentifikasi korban satu-persatu—"
Seluruh tubuhku bergetar. Aku tidak dapat mendengarkan suara dari televisi. Semuanya menjadi tidak jelas, berdenging di telingaku.
"Sayang." Samar-samar aku mendengar Mama menangis di seberang telepon. "Sayang, maaf."
"M-Ma." Suaraku bergetar. "Itu bukan Xinlong."
"Itu Xinlong, Nak. Itu pesawat yang ditumpangi Xinlong."
Jantungku berdebar semakin kencang, aku kesulitan bernapas sekarang.
"Nak? Halo? Halo? Sayang—"
Pip.
Aku terjatuh dengan kedua lutut ke lantai. Ponselku terlempar entah kemana. Menatap televisi. Walau kedua penglihatanku buram sekarang, aku bisa melihat pesawat yang ditumpangi Xinlong di televisi, keadaannya rusak parah, sangat.
Aku menunduk ke lantai, memegangi kepalaku, kedua telingaku berdenging keras hingga membuat kepalaku sakit.
"Aku akan kembali, aku janji."
Aku berteriak. Keras.
Aku memang mengizinkan Xinlong pergi, tapi tidak seperti ini.
Ini salah.
"Keep your head up Princess, don't cry for me."
Sialan.
Air mataku mengalir deras, aku memegangi kepalaku dengan kesakitan. Seluruh tubuhku mati rasa. Yang ada hanyalah rasa sakit- di kepala dan di hati.
Sialan.
Xinlong bodoh.
Aku bodoh.
Aku harusnya tidak mengizinkanmu pergi, Xinlong.
Aku masih berteriak. Kepala dan hatiku sakit.
Suara-suara itu.
"Nama kamu siapa?"
"Xinlong, He Xinlong."
"DIAAMM!!!" Aku berteriak, memohon suara-suara itu untuk pergi.
Ini amat menyakitkan.
Aku terus menangis.
Aku bahkan belum mengucapkan selamat tinggal, Long. Begitu juga denganmu.
Aku hanya ingin melihatmu sekali lagi.
Sekali lagi saja.
"Long uhh—" Aku kesulitan berbicara. "HE XINLONG!!"
Kau bilang kau mencintaiku.
Kau bilang kau ingin bersamaku hingga kita tua nanti.
Aku menanti saat itu, Xinlong.
Aku ingin kita terus bersama.
Aku ingin melihat senyumanmu lagi.
Aku minta maaf, Xinlong. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Aku minta maaf.
Aku ingin mengatakan itu padamu secara langsung.
Sebelum kamu pergi.
Sebelum kamu pergi, aku ingin mengatakan aku mencintaimu, selalu.
Kita terlalu muda, Xinlong.
Bisakah kamu tinggal lebih lama?
"Maaf, maaf Xinlong...."
Xinlong, kamu sudah berjanji.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐁𝐄𝐅𝐎𝐑𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐆𝐎 | he xinlong
Fanfiction[ two - shoot ] ❝no one was ever ready to say goodbye.❞