Bookworm

1K 154 65
                                    

"Alasan utama kenapa aku lebih suka menulis dibanding bicara: yang terucap sering melenceng dari apa yang termaksud

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alasan utama kenapa aku lebih suka menulis dibanding bicara: yang terucap sering melenceng dari apa yang termaksud."
Farradita Riyadi

📖📖📖

Mbak Naia:

Gendiesmaniez_15
Coba cek akunnya, Far. Follower-nya banyak. Viewer di work yg judulnya Suamiku Adik Iparku gede banget, tuh.

Kututup Big Little Lies-nya Liane Moriarty sambil mengembuskan napas pelan setelah membaca pesan WhatsApp dari Mbak Naia, senior editorku. Sejak pagi hingga siang ini dia sudah menyodorkan lima akun penulis novel roman online untuk kutinjau tulisannya.

Enggak ada satu pun yang membuatku sreg. Baru baca prolog saja sudah bikin enek. Tapi Mbak Naia bersikukuh agar aku melamar salah satu tulisan mereka yang paling banyak pembacanya untuk diterbitkan di AksaSara Publisher.

Sejak maraknya penulis yang lahir dari platform novel daring, penerbit semacam AksaSara juga menjamur. Mulanya berstatus penerbit indie, lama-kelamaan naik tingkat jadi penerbit semi mayor. Lalu kalau sudah mampu menyetok novel dalam jumlah sangat besar di toko buku, labelnya meningkat menjadi penerbit mayor.

Yang membuatku kesal, terkadang penerbit semacam ini sama sekali enggak memedulikan kualitas tulisan. Asalkan si penulis memiliki banyak pengikut dan pembaca setia, langsung direkrut untuk menerbitkan karyanya di penerbit tersebut. Termasuk AksaSara.

Kacung kampret sepertiku mana bisa mengeluh terang-terangan. Walaupun rasanya gaji enggak sepadan dengan pengorbanan kedua mataku ketika mengeditori novel-novel roman itu, aku harus tetap bertahan. Demi cuan.

Setelah mengeklik dua kali pada ikon huruf B berwarna biru di taskbar, tampilan WhatsApp web berganti dengan halaman situs web novel online gratis: Bookworm.

Kuketik nama akun Gendiesmaniez_15 di fitur cari. Begitu melihat kover-kover novelnya yang berjumlah lima judul, kepalaku nyut-nyutan seketika.

Gambar-gambar dengan model yang berpose membangkitkan syahwat para lelaki itu sungguh keterlaluan untuk ukuran mataku. Silakan sebut aku sok alim.

Whatever. Dan aku sudah bisa menebak bagaimana isinya. Don't judge a book by its cover. Omong kosong!

Judul-judulnya pun tak kalah provokatif. SUAMIKU ADIK IPARKU, DESAH MANJA KAKAK TIRI, CIPOK BASAH SELINGKUHAN....

Ya Tuhan. Aku enggak sanggup lagi melanjutkan.

"Apaan, tuh!"

"Cipok! Eh, cipok!"

Tawa nyaring terdengar dari makhluk usil yang baru saja berhasil membuatku latah mulut. Mas Abeng memegangi perutnya sambil menepuk-nepuk mejanya dengan heboh.

Proofreading for Love      Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang