Part 1

21 2 12
                                    

Semuanya sudah aku lalui dengan pasrah sampai hari ini.

11 tahun telah berlalu, sikap Kak Manda sudah tidak se-emosional dulu, walau tetap marah-marah dengan Bunda. 

Pagi ini aku diantar dengan Bang Ian naik mobil kesayangan Bang Ian. Walau umurku sudah menginjak 17 tahun namun Bang Ian tetap menanggapku adik kecilnya. Sekarang Bang Ian berumur 26 tahun, dia sedang kuliah dijurusan kesehatan, kedokteran. Aku sayang Bang Ian. Aku juga sayang Kak Manda yang sekarang sudah berumur 28 tahun dan sedang bekerja diperusahaan ternama diJakarta, Kak Manda memilih untuk mencari pengalaman kerja untuk tidak dikantor Ayah. 

"Anraa. . Cepat, sarapan, nanti Abangmu telat, Raa.." Panggil Bunda dari lantai bawah.

"I-iya Bun sebentar. Anra lagi siap-siap", teriakku dari kamar. "Ouch, susah banget sih masukinnya, aku bakal habis diomeli Bunda ini."

Tok Tok Tok

"Astagfirullahalazim. Iya Bunda sebentar, tas yang mau Anra pakai tidak muat Anra masukkan laptop Anra, Bunda.." Teriakku dari dalam kamar agar Bunda mengerti alasanku terlambat turun kebawah untuk sarapan.

"Ini Gue.." Huft, untung Bang Ian yang datang. Gumamku.

"Iya Bang sebentar, bentar lagi.. 2 menit lagi..", teriakku yang masih tetap enggan membuka pintu.

"Buka dulu, gue gak nyuruh lo buru-buru. Masih ada satu setengah jam lagi, Raa.." ucap Bang Ian yang berusaha menenangkanku. Ah, Bang Ian selalu mengerti apa yang sedang aku takutkan.

Ceklek

"Hehehe, bentar ya Bang. Lihat nih, tasnya kekecilan kalau aku masukkan laptopnya." Aku memberitahunya apa yang sedari tadi membuatku kerepotan.

"Kenapa gak pakai tas lain aja? Kenapa yang gampang dibuat repot?" Tanya Bang Ian yang membuatku sedikit mematung. Ah, aku benci sikapku yang kekanak-kanakan ini. Aku malu.

"Nih, makan, Abang suapin. Biar semuanya cepet beres." Tak heran kalau Bang Ian membawakanku sarapan kekamarku. Karena aku yang lamban ini membuatnya gemash untuk tidak memperhatikan ku. 

Aaakk. Bang Ian tersenyum melihat tingkahku. Aku seperti ini hanya untuk keluargaku. Berbeda saat aku sedang diluar rumah. Sikapku akan berbalik menjadi sosok pemdiam yang tidak peduli apapun. Ya, aku benci jadi pusat perhatian orang. Aku tidak suka keramaian.

Setelah semuanya selesai, kami bergegas turun kebawah dan ekor mataku melihat sosok perempuan yang sudah rapi memakai kemeja dengan berbalut hijab pashmina. Ia cantik, sangat cantik. 

"Pagi Kak.." tegur aku dan Bang Ian.

"Pagi." singkat. Ya aku dan Bang Ian sudah biasa dengan sikap cueknya. 

"Yaudah yuk, nanti kita terlambat. Bang Ian ada kelas pagi hari ini." ucap Bang Ian.

"Yuk.." balasku.

"Kami pamit ya Bun, Kak. Oh ya Ayah kemana Bun?" tanya Bang Ian.

"Ayah sudah berangkat kerja pagi tadi Ian, Ayah harus menghadiri meeting pagi ini diBandung.

Bang Ian dan aku hanya ber"O" ria.

"Yasudah, Assalamu'alaikum Bun, Kak", salam kami.

"Wa'alaikumsalam", jawab Bunda dan Kak Manda serempak.

Kami sudah berada didalam mobil, lalu Bang Ian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. 

"Hari ini kayaknya Abang pulangnya telat, lo mau nungguin gue atau gue panggilin taksi?" tanya Bang Ian.

Cinta yang LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang