Sosok Tercinta Yang Dibenci

9 3 0
                                    

Tok … tok … tok ….

“Permisi, Keira!”

Aku mendongakkan kepalaku ketika mendengar Anna membuka pintu ruanganku, “Kenapa, Na?”

“Kamu dipanggil sama Pak Herman. Ditunggu di ruangannya,” katanya.

“Oke, terima kasih, ya,” jawabku.

Anna tersenyum dan kemudian menghilang di balik pintu. Aku pun menunda pekerjaanku sementara, dan membawa buku catatan yang selalu kubawa jika melakukan pertemuan seperti ini. Ketika aku masuk ke ruangan Pak Herman, aku tertegun ketika melihat ada Reno juga di sana. Netra kami saling bertemu dan sepertinya Reno tidak terkejut sama sekali akan kedatanganku.

“Bapak panggil saya?” tanyaku.

“Iya. Silakan duduk, Keira.” Aku pun mengikuti perkataan Pak Herman dan mendudukkan diriku di sebelah Reno dengan rasa penasaran.

“Terima kasih sebelumnya karena kalian sudah mau datang. Kita hari ini dapat client baru, mereka ingin membuat iklan promosi produk mereka. Jadi saya mau kamu dan Reno dari Divisi Web Graphic bekerja sama untuk menangani tugas kali ini,” kata Pak Herman.

“Dari perusahaan mana client-nya?” tanyaku.

“PT. Tramp Corp.”

Aku melebarkan pupilku ketika mendengar nama perusahaan itu disebut. Kenapa perusahaan Cindy mengajukan permintaan periklanan kepada perusahaan kami?

“Baik, Pak. Saya bisa," jawab Reno.

“Bagus. Bagaimana denganmu, Keira?”

Aku terdiam sejenak. Ada rasa ragu menghantuiku sekarang. Kekhawatiranku saat ini adalah jika Cindy yang datang ke perusahaan ini. Selama ini tidak ada yang tahu bagaimana raut wajah adikku, apalagi teman-teman di kantorku sekarang. Aku memilih untuk menyembunyikan semuanya daripada harus memberitahu mereka bagaimana rupa adikku.

Sebuah senggolan di tanganku menyadarkanku dari lamunan. Tampak Reno yang terlihat heran menatapku.

“Kei, kok melamun?” bisik Reno.

“E-ehm,” gumamku, berusaha menenangkan diriku, “b-baik, Pak.”

“Benar kamu bisa, ya, Keira. Saya lebih percaya kamu untuk menangani client kali ini daripada yang lain,” Pak Herman kemudian beralih ke arah Reno. “Saya juga berterima kasih karena kamu mau bekerja sama dengan Keira.”

Reno tersenyum. “Sama-sama, Pak,” ujarnya.

“Ya sudah. Kita akan mengadakan pertemuan nanti dengan perwakilan PT. Tramp Corp setelah jam makan siang nanti. Saya harap kalian berdua juga ikut datang,” kata Pak Herman menutup rapat kali ini.

***

Jam makan siang seharusnya menjadi hal yang menyenangkan bagiku karena di saat inilah aku bisa berbincang-bincang dengan rekan-rekanku yang lain sambil melepas penat. Akan tetapi, siang ini aku memutuskan untuk tidak makan. Nafsu makanku semakin menghilang beriringan dengan detik jam yang terus bergerak menuju waktu pertemuan dengan client baru kami.

Ah, sial. Perutku terasa lapar, tapi aku benar-benar kehilangan nafsu makanku. Kutenggelamkan wajahku di balik lipatan tanganku di atas meja, berharap dengan begini aku bisa menghilangkan rasa laparku.

“Kei?” Kudengar sebuah suara memanggilku. Di balik pintu yang terbuka, kutatap Reno yang memunculkan kepalanya. Pria itu kemudian masuk dengan sekotak makanan dan meletakannya di atas meja kerjaku.

“Ini apa?” tanyaku.

“Ayam goreng,” jawab Reno lalu mendudukkan dirinya di hadapanku, “Kamu belum makan, kan? Aku nggak lihat kamu keluar dari ruangan ini dari tadi setelah rapat dengan Pak Herman.”

A Change to Fallin in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang