9. To Make Certain of Things

229 30 8
                                    

"Unnie, Jinwook oppa bilang supaya kamu membalas pesan-pesannya."

Hana berhenti memupuk tanamannya, menoleh pada Eunchae yang duduk di belakang sambil mengusap-usap perutnya yang mulai terlihat buncitnya.

"Kamu bertemu Jinwook oppa?"

Eunchae mengangguk, "Dia sedang di rumah, main game dengan Jaewook oppa. Tadi sebelum aku berangkat, dia titip pesan itu."

Hana terdiam sebentar sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Unnie, apa tidak lelah? Menahan perasaan selama dua belas tahun lamanya?"

"Kagum itu beda dengan suka, Eunchae-ya."

"Memang benar? Cuma kagum?"

Hana tidak menjawab.

"Sudah tidak kagum kan, semenjak dua tahun lalu?"

"Aku masih kagum dengannya, kok."

"Tapi sudah ditambah suka juga."

Hana menggelengkan kepalanya, Eunchae semenjak hamil mulutnya jadi suka sulit direm, "Kamu sendiri tidak lelah? Menunggu Jaewook lima tahun?"

Eunchae meletakkan sekop yang tadi digunakannya, "Justru itu. Untung dia Jaewook oppa yang peka walaupun lambat. Coba kalau bukan, manusia tidak percaya diri sepertiku mungkin masih sendiri sampai sekarang."

Hana mengangkat kedua alisnya, yang tentu saja tidak terlihat oleh Eunchae.

"Maksudku, Unnie... Jangan jadi seperti aku yang tidak berani menyatakan perasaan. Aku masih merasa sangat beruntung Jaewook oppa membalas perasaanku."

Hana melepas sarung tangannya dan menyuruh Eunchae melanjutkan pemupukan sebentar. Ia masuk ke dalam rumah setelah mencuci tangannya dan langsung pergi ke ruang tengah untuk mengambil ponselnya.

5 panggilan tak terjawab. 3 pesan masuk. Dari Jinwook. Dari kemarin. Belum Hana hitung missed call lain selama dua minggu terakhir.

Kalau membaca pesan ini, balas aku.

Hana, apa aku berbuat salah padamu?

Hana—

"Astaga!" Hana hampir melempar ponselnya, nama Jinwook memenuhi layar.

Hana menatap ponselnya beberapa saat, menunggu dering berhenti, menunggu Jinwook mengetuk end. Tapi ponselnya masih terus menyala. Hana menghela napasnya, "Halo, Jinwook oppa."

Hana bisa mendengar helaan napas lega dari seberang sana.

"Kamu sehat, kan?"

"Iya, Oppa."

"Syukurlah."

Lalu mereka hanya terdiam beberapa saat. Hana menggulung ujung sweater-nya, gugup dengan bodohnya, pikirnya.

"Mau... keluar denganku?"

Hana berkedip sekali.

"Atau setidaknya kamu bisa menceritakan hal yang membuatmu tidak membalas pesanku dan mengangkat teleponku dua minggu ke belakang."

Hana tersenyum tipis, sedikit menunduk, "Maaf, Oppa."

Jinwook tertawa kecil, "Kenapa selalu minta maaf saat aku tidak menuntutmu untuk bilang maaf?"

"Karena aku merasa banyak salah pada oppa."

"Aku tidak merasa kamu punya salah padaku."

"Hmm..." Hana berdehem, masih bergelung dengan ujung bajunya, "Kalau begitu aku minta maaf untuk yang ini."

Jinwook menahan napasnya.

"Bisa kita kembali seperti sebelum aku menelepon oppa hari itu?"

Hening.

Hana menggigit bibirnya.

"Kamu mau aku berhenti menghubungimu?"

Iya. Tapi Hana tidak sanggup menjawabnya dengan kata-kata. Terasa salah untuk diucapkan.

"Sayang sekali. Padahal, kalau bisa, aku ingin tetap seperti ini."

"Seperti ini?" pertanyaan itu keluar tanpa disaring dari otak Hana.

"Ya, tidak seperti ini terus juga, sih," Jinwook terkekeh, "Apa aku terlalu banyak membuatmu bertanya-tanya?"

Hana lagi-lagi diam.

"Kebetulan. Sore ini interview-ku di Life Bar akan tayang. Aku harap, beberapa pertanyaanmu terjawab di sana."

"Hmm?" kening Hana berkerut.

Terdengar suara barang jatuh di seberang sana diikuti desisan kesal Jinwook, "Maaf, ya. Jaewook suka berisik kalau main game. Tolong bilang istrinya untuk segera pulang kalau tidak mau rumahnya jadi kapal pecah."

Hana tidak bisa tidak tersenyum mendengarnya. Dan saat Jinwook mengakhiri panggilannya dengan, "Maaf ya, Hana. Ini memang cara yang tidak konvensional untuk menyatakan perasaan," Hana bisa merasakan matanya menghangat.

Hana menghela napasnya, sedikit berharap Jinwook benar-benar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dikepalanya.


-|-|-|-|-|-

You Are Truly | Jinwook × Hana ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang