10. Maaf

10.7K 569 1
                                        

Kara dan Sani sekarang berada di salah satu cafe langganan mereka. Yang selalu mereka kunjungi sewaktu pulang sekolah atau sekedar untuk nongkrong.

Sehabis jalan-jalan dari mall. Mereka berdua memutuskan singgah di cafe langganan mereka.

"Eh, iya Ra gimana kabar keadaan om Graham sama tante Fina?" tanya Sani membuka obrolan mereka.

"Kabar papa dan mama baik San. Kalau om Fero sama tante Lilin gimana kabarnya San?"

"Mereka baik sejauh ini Ra. Gue udah lama ga main ke rumah lo. Pengin banget deh ketemu sama tante Fina dan nyobain kue buatanya yang selalu menjadi makanan favorit gue ketika ke rumah lo Ra."

"Makanya dong San sering-sering main kerumah. Mama pasti seneng kalau lo main ke rumah."

"Iya nanti deh kalau gue ada waktu."

Kara menyesap coffenya dan matanya tak sengaja melihat ke arah jam dinding cafe.

Matanya membelalak lebar. Ia langsung menepuk dahinya.

"Aduh mampus gue," gumam Kara pelan.

"Lo kenapa nepuk jidat gitu?" tanya Sani heran.

"Gue harus pulang sekarang San. Gue ga bisa lama-lama disini," gusar Kara.

"Emang kenapa? Biasanya juga kalau kita nongkrong gini selalu lama. Masih jam 5 sore lebih ini. Nanti ajalah kita pulang bareng sekalian. Nyokap lo pasti tau kalau anaknya pulang jam segini habis darimana. Jadi santai aja."

Masalahnya sekarang udah beda Sani!

"Sorry gue tetep ga bisa lama-lama disini San. Gue pulang dulu ya San. Byeee sampai jumpa," ucap Kara dan berlalu pergi dengan terburu-buru.

Sani yang melihatnya mengernyit heran tidak biasanya Kara takut pulang telat apalagi bersama dirinya.

Gilang memarkirkan mobilnya di depan rumah. Rasa lelah menguasainya setelah seharian bekerja menyelesaikan berkas-berkas yang menumpuk dikantornya.

Ia ingin segera melihat istri kecilnya untuk mengurangi rasa rindu dan lelahnya.

Gilang memasuki rumahnya. Ia mengernyit heran tidak melihat keberadaan istrinya itu.

Biasanya istrinya ketika sore hari akan berada di ruang keluarga hanya sekedar menonton tv.

Gilang memasuki kamarnya dan meletakan tas kerja serta jasnya. Ia melonggarkan kerah kemejanya. Kancing dua teratas kemejanya terbuka.

"Baby?" panggil Gilang memanggil istrinya.

Namun tak ada sautan sama sekali. Gilang memeriksa kamar mandi, walk in closet pun juga tak ada keberadaan Kara.

Gilang menuruni anak tangga tujuanya sekarang dapur untuk melihat istrinya. Namun juga sama tak ada istrinya didapur. Bahkan taman belakang pun juga tidak ada.

"Dimanakah istrinya itu?"

Gilang menuju depan gerbang bertanya kepada satpam penjaga rumahnya. "Pak, istri saya kemana? Apakah keluar rumah?"

"Nona Kara saya lihat sedari tadi belum pulang dari sekolahnya tuan," jawab satpam bernama Agus itu.

Gilang menggangguk. "Terimakasih pak infonya".

"Sama-sama tuan," jawab Pak Agus.

Gilang memasuki rumahnya dan sedikit berlari menuju kamarnya.

Ia menelepon istrinya. Suara operator mengatakan bahwa nomer istrinya tidak aktif. Sudah berkali-kali ia menelepon Kara namun lagi-lagi nomernya tidak aktif.

Perasaan Gilang sudah diliputi rasa khawatir akan keberadaan istrinya itu.

Ia berpikir positif mungkin istrinya masih ada kegiatan lainya disekolah.

Gilang memutuskan untuk mandi guna menyegarkan badan dan pikiranya.

Kalau istrinya belum pulang juga ia nanti akan mencarinya sehabis mandi.

Sementara itu, Kara menaiki ojek meminta pak ojek untuk melajukan motornya sedikit cepat untuk sampai dirumahnya.

Menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit Kara sampai didepan rumahnya.

Ia langsung saja memasuki halaman rumahnya setelah gerbang dibukakan oleh pak Agus dan menyapa pak Agus.  Pak Agus mengatakan bahwa tadi dirinya dicari suaminya.

"Mampus deh gue. Bakalan kena marah ini," ucap Kara pelan dan buru-buru dirinya sedikit berlari menuju pintu depan rumahnya.

Belum sempat dirinya memegang knop pintu. Pintu rumah sudah terbuka dari dalam. Menampilkan suaminya dengan rambut acak-acakan namun sudah terlihat segar baru sehabis mandi.

Kara terdiam ditempat. Gilang langsung memberikan tatapan tajam kepada istrinya itu.

Niatnya sehabis mandi tadi ia akan mencari istrinya tapi diurungkanya ketika membuka pintu istrinya sudah ada didepan rumah.

"Masuk," kata Gilang dingin.

Kara masuk rumah dengan wajah menunduk tidak berani menatap wajah maupun mata suaminya.

Kara mengekori suaminya menuju lantai dua tempat kamar mereka.

Kara menutup pintu kamar mereka. Kara berbalik menatap suaminya yang memandang dirinya dingin serta sorot matanya masih tajam.

"Kenapa baru pulang hm?" tanya Gilang dingin.

Tubuh Kara sedikit bergetar ia takut mendapat kemarahan dari suaminya karena telat pulang sekolah.

"T-tadi aku habis jalan-jalan sama Sani mas," kata Kara terbata kembali menundukan wajahnya.

"Punya ponsel apa gunanya? Bisa kan kamu hubungin mas dulu sebelum pergi?" Gilang berucap masih dingin dan datar.

"P-ponsel aku mati," cicit Kara.

Gilang menahan emosinya agar tidak meledak. "Mas khawatir sama kamu ga ada dirumah. Pergi ga ngabarin. Pulang kerja bukanya istri dirumah malah keluyuran."

Kara meneteskan air matanya. Ia menyadari kesalahanya telah membuat khawatir suaminya.

Kara mendekat ke arah Gilang dan memeluknya.

"M-maafin a-aku mas. Lain kali aku bakal ijin sama mas sebelum pergi."

Gilang merasakan tubuh istrinya bergetar. Apakah ia keterlaluan terhadap istrinya?

Gilang melepaskan pelukan istrinya. Ia melihat wajah istrinya yang sudah dipenuhi oleh air mata.

Tatapan Gilang berubah lembut. Sekarang ia merasa sangat bersalah telah memarahi istrinya ini bahkan membuat istrinya menangis.

Gilang menghapus air mata dipipi Kara dengan dua ibu jarinya.

Gilang merasa bersalah telah membuat istrinya menangis. "Ga usah nangis, maafin mas jika mas keterlaluan sama kamu."

"E-engga mas ga salah. Aku yang salah," kata Kara sesenggukan.

"Sstt udah berhenti nangisnya. Maafin mas udah marahin kamu. Mas khawatir sama kamu baby karena kamu ga ada di rumah."

Gilang memeluk Kara dan mengecup puncak kepala Kara berkali-kali.

"Sekarang kamu mandi bersihin diri kamu," perintah Gilang.

"I-iya mas."

Kara masuk kamar mandi dan Gilang keluar kamar untuk menyiapkan makan malam mereka untuk menebus rasa bersalahnya karena memarahi istrinya itu.

My Little Wife - TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang