4

2 0 0
                                    


🍁..................................🍁

Yuri pulang sekolah dengan perasaan gundah yang masih belum bisa ia singkirkan. Ia takut semua percakapannya dari awal hingga akhir dengan Rara tadi didengar oleh Langit. Jika benar, Yuri akan sangat malu. Beberapa kali Yuri memukul kepalanya sendiri sambil menyebut diri sendiri bodoh.

Begitu sampai di bagasi rumah majikannya, Yuri menaruh sepedanya di posisi semula kemudian sebuah mobil lamborghini warna putih mengkilap masuk ke pekarangan rumah Agra. Yuri merasa asing dengan mobil itu. Tak lama dari dalam keluar seorang anak kecil perempuan dengan umur kisaran tujuh tahu-nan. Lalu disusul perempuan paruh baya dengan pakaian modis yang membuatnya semakin anggun. Yuri semakin percaya kalau orang itu sangat kaya.

Yuri sempat bertemu mata dengan anak kecil itu lalu memberinya senyuman ramah. Tetapi anak itu malah melengoskan pandangannya begitu saja mengikuti wanita paruh baya di belakang yang Yuri duga adalah ibunya.

Untuk masuk ke dalam rumah, Yuri memilih lewat pintu belakang. Yuri mengucap salam saat bertemu dengan ibunya.

"Bu, tamu di depan itu siapa?"

Yuri dibuat kesal sekaligus penasaran dengan tamu tadi. Kening Lilis berkerut seperti tidak tahu apa yang dibicarakan oleh anaknya.

"Tamu?"

Butuh beberapa detik untuk Lilis berpikir. Ada ingatan yang berkaitan dengan yang dimaksud Yuri. Tidak lama semua menyambung dan Lilis ingat dengan pasti siapa yang ditanyakan Yuri padanya.

"Oh, itu iparnya Tuan Agra. Kebetulan karena kamu udah pulang bantu ibu nyiapain makanan buat mereka," Lilis.

"Bentar Yuri mau cerita. Tadi, kan Yuri senyum sama anak kecil itu, tapi dia kayak nggak nganggep aku ada. Kayak gini nih, matanya .... Ih, kan nyebelin," kebiasaan Yuri yang selalu bercerita setelah apa yang ia alami.

"Husssst .... jangan kenceng-kenceng. Sana cepet ganti baju terus bantu ibu cuci piring sama nyiapin makanan," suruh Lilis yang terlihat tidak peduli dengan cerita Yuri.

Yuri memajukan bibirnya karena ceritanya tidak mendapat respon yang dia inginkan. Ujung-ujungnya Yuri hanya bisa patuh dengan kenyataan yang membuatnya harus membiarkan semua peristiwa mengalir begitu saja. Tidak perlu dipikirkan terlalu serius dan jangan dibawa ke hati.

🍁

Malam telah tiba. Berbagai makanan enak yang tersaji di meja makan nampak sempurna karena ditata dan hias sedemian rupa oleh Lilis dan dibantu anaknya. Keluarga Agra akan makan malam dengan iparnya. Mereka makan dengan khidmat. Seusainya makan malam mereka berlanjut berbincang-bincang di tempat yang masih sama. Dari yang hanya obrolan biasa, obrolan bisnis, kini saatnya ipar Agra menyampaikan masalah utama perihal kedatangannya ke sini.

"Maksud saya datang kemari adalah ingin menitipkan anak saya di sini untuk sementara waktu. Untung waktu yang akan datang saya akan terbang ke Singapura karena suami saya sedang mengalami masalah di perusahaan. Saya takut kalau intan ikut dia tidak terurus. Jika kalian memperbolehkan anak saya tinggal di sini sementara waktu saya akan sangat berterimakasih," ujarnya dengan begitu formal dan tentu saja elegan.

Maria dan Agra saling tatapan selama dua detik. Kemudian senyum lebar dari Agra mengisyaratkan dia begitu memperbolehkan Intan tinggal di sini. Namun ada satu masalah, tapi Agra tidak menyampaikan itu karena ada alasan lain yang pasti akan membuatnya tidak enak dengan iparnya.

"Tentu saja Intan boleh tinggal di sini. Rumah akan tambah rame kalau ada Intan, iya kan Leo?" Agra menatap Leo yang asyik sendiri dengan dunia ponselnya.

"Simpan ponselmu," bisik Agra.

"Sebentar," balas Leo membuat Agra geram ingin merebut ponsel itu darinya.

Dengan terpaksa Leo menyimpan ponselnya. Meskipun dia malas dengan pertemuan ini, tetapi dia mendengarkan semua percakapan yang ada di meja makan. Agra tersenyum tipis melihat Leo menyimpan ponselnya. Tatapan Agra masih belum lepas ke Leo seperti meminta pendapatnya.

Leo memutar bola matanya lalu tersenyum pura-pura ke arah Intan. " Ya, aku akan sering bermain dengannya," Leo.

Intan berlari menuju Leo lalu memeluknya,"benel, ya kak," kata Intan dengan nada menggemaskan.

"Iya," Leo tersenyum canggung karena perlakuan Intan yang tiba-tiba.

"Ya ampun, Intan menggemaskan sekali," puji Maria begitu melihat tingkah laku Intan yang mendatangi Leo untuk memeluknya. Apalagi suaranya yang lucu dan tidak begitu lancar mengucapkan huruf 'r'.

Seusai makan malam, ibu Intan langsung meluncur ke Singapura. Awalnya Intan tidak ingin ditinggal oleh ibunya. Ia menangis cukup lama. Maria dan Lilis yang berusaha menenangkannya juga sudah mulai kualahan. Kebetulan Leo datang hendak mengambil air minum, dan hal berikutnya yang terjadi Intan merengek ingin digendong Leo.

"Hiksss .... Intan mau sama Kak Leo hikss .... ," tangisan Intan cukup mengganggu kedamaian Leo yang cuman ingin mengambil segelas air.

Leo yang tidak mau tahu mengacuhkan tangisan Intan. Saat itu juga tangisan Intan semakin gencar bersamaan dengan perginya Leo. Maria yang kasihan dengan Lilis karena kualahan, memanggil Leo sampai dua kali agar dia mau berhenti.

"Leo! Leo! Sini bentar," suruh Maria.

Perasaan Leo menjadi tidak enak karena panggilan itu. Tapi entah kenapa kakinya mau saja berbalik arah menanggapi perintah mamanya.

"Kayaknya Intan pengen sama kamu," ujar Maria yang tidak tahu harus berkata apa. Karena Maria tahu Leo bukan seorang yang menyukai anak kecil. Jadi tidak mustahil masalah tidak akan selesai jika Maria menyuruhnya untuk menenangkan Intan. Apalagi wajah Leo yang tidak menyakinkan.

"Terus?"

"Kamu gendong Intan sebentar saja, mungkin dia nggak bakal nangis setelah itu," katanya yang berharap perintahnya dilaksanakan.

"Gendong? Kan, ada Bi Lilis sama Yuri, kenapa Leo?"

Sudah diluar dugaan Leo akan menolaknya. Maria menghirup udara sedalam-dalamnya lalu menghembuskannya perlahan.

"Intan cuman mau sama kamu. Tolonglah, kamu nggak kasihan ngeliat dia nangis terus?" Maria.

"Siapa suruh ngizinin dia tinggal di sini. Repot sendiri, kan?" Leo.

"Astaga, Leo! Tolong sekali ini aja kamu bantu, mama. Mama bingung harus dengan cara apa lagi supaya Intan diam."

Leo melirik mamanya dan Intan bergantian. Ada hal yang menyuruhnya untuk melakukan apa yang Maria pinta. Tapi tubuhnya tidak ingin ia melakukan itu. Leo pun menuruti perintah mamanya dengan cacatan 'terpaksa' yang membuatnya tidak ikhlas dan terkesan tidak niat menggendongnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Can't Stop Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang