Prolog

174 100 41
                                    

Selamat membaca, jangan lupa vote, like and share.

Kisah dari cerita ini murni hasil dari pemikiran penulis sendiri. Cerita ini hanya fiksi dan merupakan imajinasi sang penulis.

Semua Watak, sifat, dan karakter visual dalam cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan mereka di dunia nyata.

Jadi, jika ada kesamaan dengan cerbung lain, itu hanya kebetulan saja.

Saya harap cerita ini tidak dibanding-bandingkan dengan cerita lain, dan cerita ini dibandingkan dengan cerita lain.

Jangan lupa menbaca bismillah.

I hope you enjoy❤❤

---------------------------

Tidak terasa libur semester hampir berakhir, Gana dan Tias harus mempersiapkan diri untuk masuk sekolah barunya. Walaupun cuman berganti sekolah, namun bagi seorang Tenggana Venula Serauizar itu sangat mendebarkan, karena mereka harus berganti sekolah untuk ke tiga kalinya. Akan tetapi, Tias krbalikan dari Gana, dia menganggap ini biasa saja hanya perlu beradaptasi maka masalah selesai.

Terlihat mereka sedang berbelanja di sebuah toko buku di mall. Gana membeli beberapa buku, katanya untuk persiapan mana tahu ada guru yang melontarkan pertanyaan yang belum dia pelajari.

"Sudah dua jam kita di sini. Kamu mau memilih buku atau cewek sih?" tanya Tias dengan nada jutek. Dia benar-benar muak karena dari tadi Gana masih saja berputar-putar tanpa mengambil satu pun buku. Ditambah lagi dengan tatapan para anak gadis yang lalu lalang di sekitar mereka.

Meskipun Tias cewe, tapi rambutnya pendek, berbadan tinggi, berkulit kuning langsat, seraya dengan wajah dingin yang tampan memukau yang membuat setiap mata yang memandang akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kalau dia seorang cewek, jika tak mengenalnyak, karena wajah dan postur tubuhnya yang rata benar-benar seperti pria.

"Nggak perlu milih cewek, aku kan udah punya kamu," jawab Gana seraya menimbang-nimbang apakah dia memerlukan buku Biologi kelas XII atau tidak.

"Sh*t," umpatnya seraya terus bersender di dinding sembari memeluk dada memerhatikan pria itu.

Gana dan Tias adalah tunangan dari masa kecil dan selalu bersama dari kecil.

"Kak, boleh minta nomor WA nya?" tanya seorang anak gadis pada Tias.

"Tidak ada." Dia menatap datar pada gadis kecil di depannya.

"Aku sudah nemu, ayo bayar," ujar Gana memecahkan keheningan antara gadis itu dengan Tias.

"Ayo." Tias langsung pergi tanpa memperdulikan anak gadis itu.

"Eits, bentar. Dia siapa?" tanya Gana menunjuk anak gadis yang menatap Tias dengan tatapan malu-malu kucing itu.

"Orang. Masa kagak kelihatan?" tanya Tias dengan entengnya. Gadis itu hanya menunduk.

"Bukan itu ...." Gana menggantung ucapnnya dan menghampiri gadis itu.

"Adik kecil, jangan dekati dia. Dia itu es abadi dari kutub utara mau kamu panaskan pun tidak bakal meleleh. Lebih baik tanya sama kakak aja. Kakak akan bantu," sambungnya sambil memegang dagu gadis itu. Dia menampilkan senyum manisnya sebagai senjata yang dia gunakan untuk memukau para gadis di sekitarnya.

"Em.. Kaka boleh minta nomor WA kakak itu, nggak?" tanyanya sambil menunduk.

"Boleh, entar yah," balasnya. Dia meronggoh saku untuk mengambil hp nya. Gadis yang tadi malu-malu itu kini antusias dan berani menatap mata Tias seraya memberikan senyumnya pada Tias. Tias yang tidak mau nomor WA nya di bagi, langsung menarik tangan Gana menjauh dari gadis itu.

"Eh!" Gadis itu kaget ketika Gana ditarik oleh Tias.

"Ngapain tarik-tarik sih, sayang," goda Gana. Membuat para gadis- gadis di sana kecewa seketika. Hati mereka benar-benar retak. Mereka harus menghadapi kenyataan bahwa kedua pria yang bagai dewa itu adalah gay. Bahkan gadis itu, dia langsung menganga ketika mendengar Gana mengatakan sayang pada Tias.

"Sayang ndasmu!"

Gana tertawa puas melihat ekspresi Tias yang kesal. Mereka terlihat seperti gay, padahal mereka berdua memang normal. Dia juga senang membuat Tias kesal karena dirinya. Bukan hanya gadis tadi, sudah banyak kejadian itu meminpa mereka. Kadang Gana heran, kenapa Tias seorang cewek lebih digemari dari dirinya seorang cowok tulen.

"Sekarang pulang," ujar Gana membuat Tias mendengus lega karena sungguh terganggu dari pandangan gadis-gadis. Di tambah beberapa orang yang mengatakan mereka gay. Walaupun Tias memang dingin dan tidak mau tahu, tapi dia benar-benar tidak suka mereka dikatakan gay.

"Pulang jangan nyangkut-nyangkut," tekan Tias pada Gana. Tias tahu sekali bahwa Gana akan nyangkut lagi ke toko lain walaupun sudah mengatakan pulang.

"Iya sayang. Kagak nyangkut kok? Akan jalan mulus kok, kagak ada hambatan," kekeh Gana seraya mengelus rambut Tias yang setinggi telinganya.

Mereka berjalan meninggalkan mall menuju parkiran. Setelah memasukan barang yang mereka beli ke bangku tengah, mereka langsung pergi dari mall itu.

"Hentikan mobilnya sekarang," seru Tias tiba-tiba membuat Gana menginjak rem secara mendadak.

"Kenapa?" tanya Gana terkejut, mereka hampir saja terjungkal karena laju mobil mereka tadi agak cepat.

"Ada teriakan." Tias kembali terdiam setelah mengeluarkan kalimat singkatnya. Dia kembali memejamkan matanya. Gana terdiam.

"Darah." Tias mulai mengendus dan turun dari mobil. Gana hanya diam dan mengikuti Tias. Mereka masuk ke dalam hutan. Arah menuju rumah mereka memang menembus hutan sepanjang lima belas kilo meter dari jalan ramai. Agak jauh berjalan, Tias tiba-tiba terdiam dan mulai mengendus.

"Hati-hati," bisiknya seraya mengamati sekitar.

"Perhatikan langkah," sambungnya seraya mulai berjalan dengan hati-hati.

Sekitar 5 meter kami berjalan dengan hati-hati, benar saja bau darah menyeruak di udara. Bau karat itu memenuhi indra penciuman, Tias melihat ke arah Gana. Dengan tatapannya , dia menanyakan apa kamu masih sanggup dan Gana menjawabnya dengan anggukan.

"Tidak ada yang berani melawan Elvia. Hahaha!" tawa seorang perempuan menggelegar di antara kesunyian hutan.

Saat mereka menemukan sumber suara itu, terlihat beberapa gadis sedang menyekap seorang pria. Mereka bersembunyi di batang pohon besar yang tak jauh dari tempat wanita pembuat tawa menakutkan itu menjalankan aksinya.

"Selanjutnya bagimana, Elvia?" tanya gadis berjaket navi, sahal satu dari beberapa gadis.

"Tinggalkan saja dia. Jika dia beruntung maka dia akan hidup dan sebaliknya," jawab perempuan dengan balutan kain hitam, mengenakan jaket hitam bergambar dengan senyum jahat.

Pria yang mereka sandera itu tergeleta lemah. Aku merutuki dalam diriku, kenapa pria itu bisa kalah dengan para wanita itu?

"Berhentilah menggerutu," bisik Tias. Aku menutup mulutku rapat-rapat. Membatalkan semua cara gila untuk menghabisi beberapa wanita di depanku.

"Mereka lebih kuat darimu, apalagi dariku," lanjutnya. Dan saat kami mengahadap kembali ke arah pria itu, wanita bernama Elvia itu berada tepat di hadapan kami.

"Lari!" lantang Tias seraya berubah menjadi serigala dan aku langsung menaikinya. Kami berlari dengan peluru yang mengikuti kami.

"Akh!" erang Gana ketika salah satu peluru bersarang tepat di punggungnya. Gana masih bisa untuk menahannya, tapi ketika peluru kedua bersarang di pinggang dan peluru terakhir bersarang di tempat yang sama dengan peluru pertama, Gana langsung ambruk. Penglihatannya buram, rasa sakit mejalar keseluruh tubuhnya, walaupun dia berusaha membuka mata akhirnya dia menyerah.

Next?

Semoga kalian suka, jangan lupa vote, like and share.

LOVE & WOLF (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang