It's Okey To Not Be Okey; Sebuah Sudut Pandang

54 2 0
                                    

Drama Korea layaknya virus yang menyebar dengan cepat dari satu hati ke hati lainnya. Tidak hanya kalangan muda, orang dewasa dan yang menuju tua pun menjadi penggemar dari drama asal negara gingseng ini. Banyaknya penyuka dari drama tersebut, penyebabnya selain aktor dan aktrisnya yang menawan, juga jalan cerita yang menarik dan syarat akan makna. Jalan cerita disajikan tidak hanya sekedar mendramatisir keadaan namun dipilih dari plot yang benar-benar mampu membuat penontonnya merenungi makna-makna tersirat sekaligus bersimbah air mata.
Contohnya saja drama yang dibintangi aktor terkenal Kim Soo Hyun dalam drama It's Okey To Not Be Okey yang berperan sebagai Moon Gang Tae. Adik dari Moon Sang Tae, seorang pria penyandang autisme yang sejak ibunya meninggal, harus bergantung dengan adik laki-lakinya, Gang Tae.
Aktris yang turut mendampingi Kim Soo Hyun juga benar-benar mampu menghidupkan suasana dengan karakternya yang blak-blakan dan kurang memiliki rasa simpati; Ko Moon Young yang diperankan oleh Seo Ye Ji.
Drama ini mengangkat tema mental health yang sangat cocok dengan fenomena saat ini. Dimana orang-orang banyak tertekan akan kemajuan zaman, saling berlomba untuk menjadi yang terbaik, kerja ekstra dan belajar dari malam sampai malam lagi hanya demi mendapatkan kedudukan nomor satu. Kedudukan terbaik yang apabila lengah sedikit saja, kursi itu bisa diduduki oleh orang lain. Mungkin ada benarnya kata seorang guru bahwa seiring kemajuan zaman yang dibutuhkan orang-orang bukanlah dokter penyakit jasmani tapi psikologi yang menangani sakit rohani. Keadaan tertekan yang menghimpit hati harus ditekan ke dalam dan sangat ditahan untuk dikeluarkan karena dikhawatirkan mengganggu jalan kesuksesan yang dituju.
Tekanan demi tekanan diabaikan begitu saja dan orang-orang disekitar pun masih menganggap tabu perihal sakit mental. Pengetahuan yang kurang menjadikan sakit mental disamaratakan dengan gila. Padahal tidak, ini adalah sebuah tekanan yang merusak batin dan membuat hidup seseorang sulit merasa bahagia. Efeknya bisa jadi akan tampak pada hubungan sosial seseorang tersebut.
Ada beberapa sudut pandang yang dapat kita pelajari;
1. Moon Gang Tae
Sebagai adik dari seorang Sang Tae yang menyandang autisme, kehidupan Gang Tae tidak luput dari perasaan-perasaan yang menjadikan kehidupan dewasanya harus memakai topeng dan serba menahan diri. Ibunya begitu fokus mengurus Sang Tae dan menjadikan Gang Tae merasa kurang diberi perhatian. Iri dan beban yang ada pada hatinya harus ditahan sebab persaudaraan yang tidak bisa ia lepaskan. Terlebih, ia juga harus terkekang dengan sang kakak karena harus menjadi teman seumur hidupnya. Seolah; Gang Tae milik Sang Tae. Yang harus disadari, bahwa sulit sebagai seorang penyandang autisme untuk memiliki teman. Oleh karena itu, Sang Tae hanya bisa bermain dengan adiknya, dan Gang Tae tidak bisa menghindari itu serta tidak bisa pula bermain dengan temen lainnya karena tidak bisa meninggalkan Sang Tae. Selain itu, tidak mudah bagi seorang anak yang memiliki saudara penyandang autisme ataupun kekurangan lainnya karena fokus orangtua pasti akan lebih banyak pada anak yang kurang normal dibanding anak yang hidupnya normal seperti anak-anak lainnya. Sehingga sebagai seorang manusia, Gang Tae juga butuh kebebasan dan perhatian. Bebas bergaul dengan siapa saja dan kemana saja, diberi perhatian secara adil layaknya Sang Tae. Namun sikap kakaknya yang masih kekanakan dan tidak bisa dilepaskan dari pandangan mata (red:harus terus diawasi) membuatnya tidak bisa bebas menghirup udara dan tersisihkan dari perhatian ibu. Kehidupan inilah yang membuatnya tertekan dan semakin tertekan hingga usia dewasa. Karena bahkan ia juga harus berpindah dari satu kota ke kota lainnya untuk membantu mengatasi trauma sang kakak yang takut pada kupu-kupu. Dalam isi kepala Gang Tae, ia dilahirkan hanya untuk menjaga Sang Tae. Seperti yang selalu di ujarkan oleh Ibunya. Dan hal itu tertanam jelas di benaknya. Kehidupan masa kecil yang rumit itulah yang membuat seolah lehernya terikat dan bibirnya tersekat. Ia tidak bebas dan tidak memiliki kebahagiaan. Semuanya palsu, termasuk senyumnya pada orang lain. Ia bekerja dan bekerja. Hidup hanya hidup. Sesuai dengan apa yang diikatkan pada lehernya; menjadi penjaga Sang Tae.
Beban ini hanya terpendam tanpa pernah berusaha ia luapkan. Menerima dan menerima. Alur itulah yang selalu dilakukan dalam hidupnya. Hingga ia bertemu dengan berbagai macam peristiwa. Sehingga rajutan senyum itu mulai ada warna.
2. Ko Moon Young
Sama seperti Gang Tae. Moon Young memiliki kehidupan masa kecil yang juga menekan jiwanya. Ia dituntut selalu menuruti apapun yang dilakukan ibunya dan menjadi seorang manusia yang dicetak utuh tanpa cacat. Ia layaknya robot buatan sang Ibu. Hidupnya tanpa simpati. Sejak kecil diajarkan untuk hanya menerima yang sempurna. Jika sesuatu itu gagal, maka harus dienyahkan. Sebab pengekangan dari sang ibu, Moon Young tidak mengerti bagaimana mengungkapkan sebuah perasaan. Segala sesuatunya telah diatur oleh sang ibu dan ia dicetak untuk tidak berperasaan. Kehidupan kecil tanpa teman dan perbuatan buruk ibunya juga menjadi hantu dalam alam bawah sadarnya. Batinnya tersiksa. Hidupnya tidak memiliki kehangatan. Kesepian menjadi jarum untuk merajut benang di hidupnya.
.....
Dari dua tokoh ini, kita dapat mempelajari bahwasannya kehidupan masa kecil seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang menjalani kehidupan dewasanya nanti. Trauma masa kecil mencetak karakter seseorang. Bukan hanya trauma pada masa kecil, trauma-trauma masa muda dan telah berlalu juga dapat menjadikan seseorang hidup dalam ketakutan. Bukan perihal takut pada orang lain atau sesuatu yang ada pada sekitar, tapi takut pada diri sendiri. Diri sendiri yang terkurung masa lalu. Masa lalu tidak pernah dapat dilepaskan karena ia menyatu dengan nadi hidup seseorang. Jalan yang dapat ditempuh ya dengan berdamai. Membiarkan itu sebagai sesuatu yang pernah terjadi dan memaafkan diri yang pernah salah memilih jalan. Hal-hal buruk yang terekam diingatan pun tidak bisa untuk ditampik kejadiannya. Ia ada, pernah terjadi, dan kita pelakunya. Selamanya akan terkurung di sana. Di ruang yang pintunya tidak terlihat. Masa lalu layaknya penggembala yang menarik dan mengarahkan langkah seseorang ke arah mana saja sesuai pola berfikirnya. Satu-satunya pintu yang dapat digunakan untuk melepaskan ikatan dan berlari keluar dari sana adalah dengan berdamai.

Benar kata direktur rumah sakit jiwa Ok; masa lalu itu dihadapi bukan dihindari.

Hadapi itu sebagai sesuatu yang nyata namun sudah tidak ada. Ia memang membekas dan tidak pernah mudah untuk mengujarkan bahwa; hal itu sudah berlalu dan biarkan saja berlalu. Orang-orang gila, yang tinggal di rumah sakit jiwa, adalah orang yang sakit jiwa. Dan lebih banyak orang yang juga sakit jiwa namun tidak berada di rumah sakit jiwa. Jiwanya sakit namun masih bisa mengontrol alam pikirnya. Jiwa seseorang yang tertekan oleh masa lalu cenderung sulit membuka diri dan lebih suka mengurung dirinya dalam kesendirian. Menanggung kesedihan dalam jiwanya. Penat tapi tetap memberi ruang sekat yang teramat tebal. Orang lain hanya dapat melihat hal palsu dari dirinya.
Trauma masa lalu, luka hati yang dalam, rasa ingin disayang, dendam pada keadaan, bukanlah hal sepele yang jika diabaikan begitu saja akan sembuh dengan sendirinya. Luka ini lebih dalam dari sayatan pisau di kulit manusia. Memang tidak terlihat, tapi sakitnya mengakar dan menusuk ke palung terdalam hati. Mengubah pola pikir menjadi jalan terbaik untuk sembuh dari keadaan tersebut. Selain itu beberapa hal lain juga bisa menjadi obat untuk menyembuhkan luka jiwa itu. Bisa dengan konsultasi dengan dokter atau hal simpelnya bisa dengan rutin berbagi kisah dengan orang-orang terdekat. Karena luka masa lalu itu layaknya sampah yang harus dibuang dari dalam diri kita. Bercerita, menuliskannya, adalah hal-hal yang dapat membuang sampah itu.
Mengakui kepada seseorang bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Butuh telinga dan bahu untuk didengar serta tempat untuk bersandar. Memendam luka itu melelahkan. Bukannya menyembuhkan tapi membuat luka semakin berbekas. Karena yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang memiliki luka adalah mengobatinya. Bukan menutupinya dengan topeng senyuman di wajah.
Tidak apa untuk tak baik-baik saja. Itu normal. Setiap orang mengalami itu. Akui saja dan kabarkan pada semesta. Bahwa kita pernah begitu terluka dan kini sedang tidak baik-baik saja. Teriak lah. Menangislah. Kabarkan sebanyak kata yang kau bisa ungkapkan. Semesta itu baik. Keterbukaan nya menyembuhkan. Keluasannya mengobati. Carilah sudutnya. Dari kemahaluasan semesta, ada sudusudut yang kan mengobati lukamu.

3. Je-ri
Dari sudut pandang Je-ri, perihal jatuh hati terkadang kita berpikir terlalu sempit hingga hanya fokus pada apa yang kita sukai. Je-ri yang tertolak berkata" Aku juga bisa mengumpat, berkata kasar, tidak punya simpati, aku bisa semua itu, tapi kenapa Gang-Tae tidak sedikitpun melihat kearahku". Kira-kira seperti itulah kata-katanya (lebih jelasnya, tonton sendiri dramanya he he). Konsep suka menyukai barangkali tidaklah seperti itu. Kita mungkin bisa menjadi seperti orang lain,  tapi seseorang tetap tidak akan menaruh hati padamu meski kamu merubah diri menjadi manusia yang layaknya seseorang itu sukai. Perumpamaannya, jika seseorang menyukai bunga matahari, seindah dan sewangi apapun bunga melati, tidak akan pernah menarik perhatiannya. Wanginya juga akan sekedar tercium di hidungnya namun tidak sampai menyentuh hatinya. Jadi untuk apa memaksakan dengan mencoba merubah diri menjadi bunga matahari jika kita sudah elok sebagai bunga melati. Fokus saja pada orang yang menyukai bunga melati. Karena yang menyukai kita akan merawat dan menjaga kita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's Okey To Not Be Okey; Sebuah Sudut PandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang