Special Chapter : Galih Si Tukang Caper

5.4K 638 562
                                    

Timeline : sebelum Problematika Juna Arc

INI PANJANG, LHO!


“Ini kenapa film horor semua sih?” Galih sibuk mencari referensi filmnya dari history tayang netflix. Tapi selain film Ponyo on The Cliff, Boboi Boy The Movie, Stand By Me Doraemon, juga Sailor Moon SuperS : The Movie , mata Galih hanya akan menemukan film berbahaya.

Bukan, bukan film ‘macam-macam’ yang biasa Ardan streaming diam-diam lewat ponselnya—alasan kenapa hape doi dipasang sandi berlipat kaya dokumen rahasia negara, namun film dengan definisi bahaya sesungguhnya. Mulai dari Silent Hill, Insidious, Pengabdi Setan, Perempuan Tanah Jahannam, Rumah Dara, dan yang sejenisnya.

Sebenernya nggak susah untuk menemukan pelaku di balik film-film ini, karena memang suspect nya hanya satu.

“Kerjaannya bang Elang tuh, gue sama trio mana suka nonton gituan,” balas Ardan tanpa menatap lawan bicara. Doi sedang mengawasi tiga adik lucu menggemaskan di depannya ini, mereka sedang belajar.

Iya, kalian nggak salah baca. Untuk pertama kali, akhirnya muncul juga chapter di mana mereka melakukan tugas utama sebagai mahasiswa yaitu belajar. Karena kalau dilihat-lihat, isi book ini hanya berisi mereka yang membuat masalah, ngerusuhin kamar, gangguin para sesepuh, makan, makan, makan, dan… makan.

‘kami belajar ya! Cuma nggak terekspos!’ —trio muggle, masih belajar.

“Seleranya Elang meresahkan,” sebal Galih, doi kembali ke section film humor. Menurutnya film yang baik—untuk jantung— itu adalah yang menghibur, yang bikin ketawa gitu. Bukannya malah sibuk mengagetkan penonton juga diselingi jump scare yang bikin jantung joget kopi dangdut.

“Emang abang aja yang penakut, pake nyalahin selera orang pula,” sambung Juna.

“Berisik, kadal. Lu belajar aja sono.”

Juna memonyongkan mulutnya sebal, matanya masih terjebak dengan soal yang diberikan sama Ardan.

Malam ini doi latihan soal fisika dasar yang membahas tetekbengek kelistrikan, dan tentu aja pilihan buat berguru dengan suhu master Ardan yang anak elektro adalah jalan ninjanya. Selain doi udah lupa sama apa-apa aja yang dilajarin sama aslab, doi juga sering ketuker. Mana simbol hambatan, arus, sama tegangan. Karena di mata doi semuanya hambatan, hambatan hidup.

Ah doi jadi inget pas lab. Karena doi salah naroh hambatan di breadboard, juga keliru memasang tegangan, sehingga salah satu perangkat itu berdenging nyaring, dan berujung membuat kepanikan di lab itu. Para aslab yang was-was bergerak cepat mematikan aliran listrik, sedang Juna langsung pucet lemes loyo kayak koyo cabe bekas. Karena nyaris aja doi meledakkan lab fisika.

Aduh seram sekali.

Beda Juna, beda juga dengan duo yang lain. Kasa malam ini sibuk dengan soal-soal kalkulus, doi mumet banget sama kertas yang berisi ular-ular berbisa itu, alias integral.

Belum lagi dengan materi mengandung grafik liar yang kalau digabung bisa membuat gambar rumah-rumahan. Kasa pusing, Kasa lelah. Di momen sekarang doi berharap bisa balik ke masa bocah yang kalau ulangan soalnya cuma ribet di perkalian sama pembagian. Sial, kalau dibandingin sama yang sekarang, Kasa yang dulu bodoh sekali. Soalnya dulu doi sering ikut kelas remedial.

Kalau Kasa sibuk menjinakkan ular-ular liar itu, maka Sam berjuang dengan data juga tabel berlembar-lembar yang isinya angka desimal lima sampai tujuh angka di belakang koma.

Yaps, apalagi kalau bukan statistika, meski cuma pengantar tapi itu udah bisa mengantar Sam menuju keputus asaan. Belum lagi doi musti nyari jawaban itu semua dengan kalkulator scientific. Boro-boro pake scientific, Sam pake kalkulator sayur aja masih belepotan.

Balada Mahasiswa Teknik [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang