01. Dark

14 2 0
                                    

🎧BTS - Spring Day

****

Seoul yang gelap, Seoul yang kelam.

Kumpulan awan putih pada pagi ini perlahan kian meredup. Padahal waktu masih menunjukkan pukul enam lewat dua puluh satu menit dan rintik hujan mulai menampakkan diri satu persatu. Ah, sial! Yeon Jihye mencibir situasi pagi ini. Sudah sejak lima belas menit yang lalu dirinya berdiri didepan halte bus bersama penyesalannya. Andai, Jihye tahu, andai Jihye dapat meramal cuaca pagi ini—akan turun hujan atau tidak, akan ada badai atau tidak. Maka, Jihye tidak perlu repot-repot menunggu bus langganan demi mengantarnya ke sekolah dan memilih untuk menggunakan kendaraan lain.

Memang dasarnya sial. Jihye hanya dapat menggeram kesal sendirian, tidak ada satupun orang yang Jihye kenal disekitaran halte bus. Ah, jangankan kenal, yang lewat—atau hanya berlalu lalang saja, tidak ada. Bagaimana Jihye akan sampai ke sekolah dalam waktu tiga puluh menit? Ditambah akan ada tes lisan dan Jihye sama sekali belum mempersiapkan apapun. Matilah kau, Yeon Jihye.

Jihye menengadah kan wajahnya hingga setetes air hujan menetes diatas wajahnya sedikit. Iris kelabunya menatap ke arah langit gelap. Seandainya ada Ayah, mungkin segala hal sulit yang Jihye rasakan akan terasa lebih mudah dan ia pun tak perlu merasa gundah lagi. Tetapi, kembali pada realita, Jihye hanya mampu berangan-angan perihal sang Ayah. Gadis itu tersenyum miris, Jihye terlalu banyak bermimpi. Jihye tidak seberuntung anak-anak seumurannya.

Sesak sekali, pagi-pagi sudah membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang belum atau bahkan tidak akan pernah terjadi.

Bagai dijatuhkan dari atas gedung, agaknya kekhawatiran Jihye tergantikan dengan perasaan kesal secara mendadak, sebab secara mendadak pula, seseorang menyalakan klakson mobil cukup keras tepat dihadapannya dan berhasil membuat jantungnya hampir copot.

"KAU MENGAGETKAN KU SUPIR BODOH!" Jihye tidak dapat mengontrol emosinya lagi. Ia mengetuk kaca mobil tersebut secara tak waras. Buru-buru ingin segera memaki pengemudi konyol yang ada didalam mobil tersebut sebab si pengemudi betul-betul membuatnya tak sabar. Pada detik ketiga puluh setelah mengetuk kaca mobil, Jihye dijungkir balikkan lagi dengan kenyataan yang ada. Kaca mobil terbuka sempurna, menampakkan eksistensi seseorang yang sama sekali tidak ingin Jihye lihat sejak dulu.

"Kau terlihat seperti orang bodoh, Nona Yeon." Pemuda tersebut memasang smirk yang menurut Jihye sangat begitu aneh. "Sudah tahu hujan, masih saja berdiam diri disini." Tukasnya cukup angkuh.

Jihye memutar kedua bola matanya malas, ia bersidekap, terlalu malas untuk meladeni pemuda bermulut ember tersebut tetapi, rasa-rasanya mulut Jihye sangat gatal kalau belum membalasnya, "Apa urusannya dengan mu, Tuan Park Jongseong? Aku hanya berteduh disini. Bukan untuk menjadi orang bodoh seperti yang kau katakan." Jihye sedikit beralibi, setidaknya ia perlu membela diri sendiri.

Pemuda berambut blonde tersebut tertawa remeh, matanya menyiratkan sesuatu, namun Jongseong tetap memasang wajah datar tanpa mau menatap Jihye lagi.

"Mau sampai tujuan dengan selamat— atau mau menetap disini sampai rambut mu memutih?"

Jihye diam ditempat. Ia memang tidak punya pilihan lagi. Tetapi, menolak penawaran Jongseong sama saja seperti menyerahkan diri pada ratu medusa. Dan waktu yang tersisa hanya tinggal lima belas menit lagi.

"Tidak menjawab secepatnya, akan ku pastikan hidupmu tidak aman hanya karena tes lisan."

Jongseong memang terlihat sangat menyebalkan. Namun, Jihye tidak punya pilihan lain lagi, tanpa menjawab 'ya' atau 'tidak' gadis itu sesegera mungkin masuk ke dalam kursi penumpang. Memakai seatbealt secara hati-hati dan selama itu pula Jongseong mengamati pergerakan Jihye.

Tidak, Jongseong! Kau hanya membantunya dalam kesulitan.

"Aku akan mengganti uang bensin mobilmu secepatnya." Celetuk Jihye datar. Tatapannya terfokus pada jalanan beraspal yang kini basah terguyur hujan. Bahkan tak ada sedikit pun niat Jihye untuk melirik atau mengamati pergerakan Jongseong. Yang ia tahu, Jongseong hanya menjalankan kendaraannya dengan baik.

Jongseong tertawa singkat, "Kau pikir, aku tidak mampu mengisi bahan bakar mobilku dengan uang sendiri?"

"Aku hanya tidak ingin berhutang budi dengan mu sepeserpun!"

"Terserah!" Balas Jongseong seadanya.

Dan setelahnya, atmosfer diantara keduanya terasa menegangkan. Perasaan canggung menyelimuti kedua mantan sahabat tersebut. Sangat disayangkan. Seandainya, insiden dua tahun lalu tidak terjadi, mungkin hubungan persahabatan mereka berdua akan tetap hangat dan terjalin baik.

Jihye sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Karena Jongseong, Jihye terlatih menjadi gadis yang kuat. Jika diingat-ingat, dulu—dulu sekali—Jihye sangat membutuhkan sosok Jongseong. Dimana pun dan kapanpun, Jongseong akan menjadi teman sekaligus Kakak yang dapat menjaga Jihye. Begitu pun, Jongseong. Kehadiran Jihye sangatlah berarti baginya, karena Jihye, masa kecil Jongseong terasa indah dan sulit terlupakan.

Jihye pikir, persahabatannya dengan Jongseong akan bertahan abadi, tetapi—insiden dua tahun lalu, yang merenggut nyawa kedua Ayah mereka, pun membuat persahabatan Jihye dan Jongseong ikut hancur lebur.
Menghela nafas dalam-dalam, Jihye berusaha membuang ingatan-ingatan yang lalu. Terlalu sesak berada dalam satu lingkungan yang sama—dengan
seseorang yang tidak ingin kau lihat lagi wajahnya.

"Sudah sampai. Turunlah. Jangan terlalu lama berpikir." Suara datar dan berat milik pemuda tersebut berhasil menginterupsi Jihye. Terkejut bukan main, nyatanya mereka berdua sudah berada di area parkir khusus mobil. Baiklah, Jihye, kau hanya perlu mengucapkan terima kasih lalu pergi dari hadapannya.

"Terima kasih atas tumpangannya, Tuan Jongseong." Sebelum beranjak dari kursi penumpang, Jihye merogoh saku seragam sekolahnya dan meletakkan beberapa lembar uang dihadapan pemuda itu. "Aku hampir lupa. Pergunakan dengan baik, terima kasih sekali lagi."

Jongseong belum beranjak dari tempatnya. Tatapannya kosong, begitu pula pikirannya, lalu beralih menatap lembaran uang pemberian Jihye yang kini berserakan dibawah kakinya. Jongseong tidak peduli dengan uang. Dirinya justru tertarik mencari sesuatu di kursi penumpang belakang, di atas kursi penumpang tersebut, ada sebuah kotak kecil berwarna putih yang selalu ia bawa kemana pun Jongseong pergi. Perlahan, pemuda Park membuka kotak putih tersebut, mengambil sepasang gelang hitam dengan bandul huruf J, dan bergantian mengambil sebuah foto berukuran 2R.

Kedua sudut bibirnya tertarik begitu manis, meraba sosok yang ada di dalam foto tersebut dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Ayah... Aku rindu. Rindu Jihye yang manis." []

****

Yeorobun, cuma mau ngasih tau, kalo baca part ini, jangan lupa play song Spring Day yaaaa🤧😭

Jay's girlfriend, Jake's future👻

Stay AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang