Iqbaal berjalan mendahului Felicia menuju tempat parkir, sama sekali tidak menunggu cewek itu untuk sekedar jalan bersama.
Belum sempat Felicia berkomentar pada sikap Iqbaal, handphone-nya bergetar. Setelah memasukan passcode, terlihat pop-up pesan dari kakaknya.
Aqila Misha : dek, beliin gue cireng di depan sd 99 dong
Felicia mendengus, lalu segera mengetik pesan sambil terus berjalan.
Felicia Shakila : Jauh mls
Aqila Misha : Ih lo mah ya
Aqila Misha : Plis dong dekkk
Aqila Misha : Lg ngidem cireng nihh
Felicia Shakila : Ingin berkata kasar
Felicia Shakila : Ngidam, kakak sayanK
Felicia Shakila : Kaga hamil jg sosoan ngidam lo
Aqila Misha : YAUDAHSI
Aqila Misha : Beliin pokoknya g mau tau!!11!!
Felicia Shakila : Beli aja ndiri
Aqila Misha : GW KALO GA PADET JADWAL JUGA BELI SENDIRI LER
Aqila Misha : Gue pengen banget cireng itu skrgggggg gue laper sampe mau mati
Aqila Misha : Belum makan 1 jam
Felicia Shakila : Lah HAHAHA si tai
Aqila Misha : Plissss feeee, gue ada jadwal ini setengah jam lagi, kalo gue kesana kan jaoooh ntar yang ada gue telat ihh
Felicia Shakila : Yauda si selese kelas lo aja
Aqila Misha : Gamau tau pokonya 15 menit lg cireng mang ujang udah di tgn gue.
Jempol Felicia baru saja menyentuh layar, hendak mengetik balasan. Namun benda persegi itu nyaris saja terjatuh jika tangannya tak sigap, saat kepalanya baru saja menghantam sesuatu.
"E—eh, Iqbaal?" Felicia mengedipkan matanya bingung, saat kepalanya baru saja didongkakkan untuk melihat apa yang sudah ia tabrak.
Jarak mereka begitu dekat. Dengan kedua tangan Felicia yang sedang menggenggam handphone tepat di depan dada Iqbaal, dan wajah yang hanya berjarak satu jengkal.
Felicia merasakan degup jantungnya begitu keras, sampai ia sendiri bisa mendengarnya. Ia sadar posisi mereka terlalu dekat, tapi ia tak bisa mengalihkan pandangan dari kedua bola mata yang juga menatap ke arahnya.
Kejadian itu terjadi selama kurang lebih satu menit, dan berakhir dengan Iqbaal yang lebih dulu mengalihkan pandangannya dan bergerak membentuk jarak, sekitar dua hasta.
Kedua pipi Felicia memanas, sedangkan Iqbaal terlihat biasa saja. Degup jantungnya normal, begitu pun dengan warna pipinya. Seakan hal tadi tak pernah terjadi.
Lalu, Iqbaal berdeham. Berbalik badan menuju motornya lalu segera menaikinya. Ia belum menyalakan motor, merasa perlu menunggu sesuatu.
Felicia menarik nafasnya pelan, lalu dengan langkah perlahan ia menghampiri Iqbaal yang sudah siap dengan motornya.
"Baal, bisa mampir ke SD 99 dulu gak?" tanya Felicia saat dirinya sudah berdiri dekat dengan Iqbaal.
Iqbaal menoleh. Karena belum memakai helm, ekspresinya masih terlihat jelas—raut bingung dengan alis terangkat keatas. Felicia sudah menebak cowok itu tak akan berbicara, maka ia yang akan bicara sendiri. "Nggak ke sekolahannya sih, di depannya doang. Kakak gue nitip cireng gitu."
Tanpa bersuara, Iqbaal mengangguk. Tanpa sadar, Felicia menghela nafas lega. "Sekalian ke kampusnya buat nganterin, gak papa?"
Untuk kedua kalinya, Iqbaal mengangguk tanpa suara. Setelah itu, ia menggerakan dagunya ke jok belakang, mengisyaratkan Felicia untuk duduk di belakangnya.
Setelah Felicia naik, motor besar itu melaju keluar dari sekolah, dan mulai membelah jalanan ibukota. Tanpa ada suara yang keluar, sampai mereka berdua sampai di rumah.
�
ditulis : 30 Januari 2015
disunting : 06 Juli 2016
a/n
selamat hari raya lebaran ya! telat sih, sebenernya hehe maaf. minal aidzin wal faidzin ya mate, mohon maaf kalau ada kesalahan dari admin SAHABATCJR, baik sengaja ataupun tidak. ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Love [PENDING]
Teen Fiction❝ We should love, not fall in love. Because everything that falls, get broken. ❞ - Taylor Swift. Iqbaal merasa gak ada yang lebih sial daripada dititipkan pada keluarga teman ayahnya. Memangnya dia ini barang apa? Tapi lalu ia bertemu dengan Felicia...