1. Berangkat

10 1 0
                                    


Beberapa hari berlalu, tak terasa sekarang udah waktu nya aku berangkat ke kos-kosan Tante Jolly. Aku berangkat sekitar pukul 8 pagi menuju terminal bus karena Papa dan Mama tak bisa mengantarku sampai kos-kosan Tante Jolly.

Bus yang akan aku naiki berangkat pukul 9 pagi, aku pun sudah sampai sekitar 15 menit yang lalu dan sedang menikmati bubur ayam yang dijual warkop terdekat bersama Papa dan Mama.

Selagi menunggu, kami berbincang-bincang sebentar membahas seberapa sering nya aku harus menelpon untuk memberi kabar pada mereka. Mama memang cukup protektif, apalagi Papa, tapi aku sama sekali tak keberatan. Karena tak ada salah nya mengabari mereka sekali seminggu kan? Hm, Mama minta dikabari setiap hari sih. Tapi bisa lah ditawar dikit.

Setelah jarum jam mengarah ke angka 9, aku bergegas masuk ke dalam bus dengan nomor bangku 10 dan duduk manis disana. Papa dan Mama ikut menemani sampai aku duduk. Mama memeluk tubuh ku erat, dia sampai lupa kalau ada penumpang lain yang mengantri untuk masuk terhalang badan nya.

Papa pun malu dan menarik tangan Mama dan mengajak nya turun yang cuma bisa aku ketawai karena tingkah mereka yang terkadang masih kaya anak muda. Uh, gemes.

Aku melihat ke arah jendela untuk menyapa Papa dan Mama sekali lagi. Mama tak berhenti melambaikan tangan nya sambil sesekali mengisyaratkan ku untuk tak lupa menelpon kalau sudah sampai. Papa cuma tersenyum dengan tangan bersedekap, pura-pura keren, padahal sampai rumah nanti pasti dia langsung menghubungi aku lagi.

Hm..jadi ngga rela ninggalin mereka.

Tapi apa boleh buat, aku memang harus pergi. Lagian aku masih bisa menghubungi mereka, mengunjungi mereka kalau libur, atau mungkin mereka yang menjengukku? Sejak aku kecil kan Mama dan Papa memang sering mengajakku ke rumah Tante Jolly.

Ngomong-ngomong Tante Jolly. Walaupun aku dekat dengan nya, terakhir kali aku bertemu tatap muka dengan nya itu 8 tahun yang lalu. Tepat nya waktu aku berumur 10 tahun. Selama ini aku cuma berhubungan via dm instagram, feeds nya pun cuma foto pemandangan atau keseharian anak-anak kosan nya.

Kira-kira muka nya berubah ngga ya? Apa jangan-jangan engga? Jangan-jangan malah aku yang kelihatan lebih tua? Karena seingatku, dulu Tante Jolly itu cantik dan punya wajah baby face.

Hahh, sudah lah.

Aku memilih untuk tidur supaya perjalanan nya tak terasa. Berbeda dengan orang sebelah ku yang terus melirik ke arah jalanan padahal ada aku yang menghalangi jendela. Aku jadi takut, jangan-jangan dia malah melirik ke arah ku lagi? Apa ada iler di pipi ku?

Akhirnya aku tak jadi tidur, aku sengaja menutup tirai jendela supaya orang di sebelah ku tak punya alasan untuk melihat ke arah ku. Tapi dia malah marah.

"Mba? Kok ditutup gorden nya?" tanya nya sewot yang membuat alis nya bertaut.

Lah, marah.

"S-saya silau, Mas." Aku menjawab sambil menyipit-nyipitkan mata ku, seolah aku benar-benar terganggu dengan sinar matahari yang masuk. Padahal tidak.

Orang itu, aku perjelas, mas-mas itu cuma berdecak. Karena sebenarnya dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena yang menguasai daerah jendela itu aku. Dia mengalihkan pandangan nya ke arah jendela lain yang berada tepat di seberang kursi kami.

Segitu pengen nya ngeliatin jalanan apa gimana sih?

Tapi akhirnya aku mengalah. Aku pikir kaya nya dia benar-benar ingin melihat jalan, bukan nya mencuri pandang ke arah ku yang tadi hampir tertidur.

Aku buka lah sedikit tirai yang tadi nya aku tutup. Hanya sedikit, karena kalau ku pikir-pikir, kaya nya tidur dengan sinar matahari yang menusuk-nusuk wajah juga tidak nyaman.

homies •svtWhere stories live. Discover now