"Sarah!!!" Elsa berteriak histeris. Keringat dinginnya bercucuran. Napasnya terengah-engah. Sarah kembali muncul ke dalam mimpinya. Wajah Sarah penuh amarah. Bersimbah darah.
"Sialan! Berani beraninya dia muncul lagi!" gerutu Elsa.
Elsa bangkit dari kasurnya, membersihkan tubuhnya yang masih kucel. Memoles wajah dengan make up tipis di depan cermin kamarnya.
Langkah kakinya menuju garasi. Menyalakan mesin mobil dan melaju pergi meninggalkan rumah.
Jalanan pagi yang lenggang membuat mobilnya cepat sampai ke kampus. Elsa mahasiswi fakultas ekonomi di kampus elite itu.
"Woy El!" teriak seseorang di belakangnya. Elsa menolehkan wajah. Dia menghembuskan napas kasar, "Gausah teriak teriak kalo manggil nama gue."
"Jarak gue sama lo tadi jauh. Jadi, gak salah 'kan gue teriak teriak?" Olin menautkan alisnya.
Elsa memutar bola matanya malas. "Salah!" dia berlalu meninggalkan Olin yang masih berdiri di sampingnya.
Olin sahabat karibnya. Jika bersama Elsa, dia seperti perangko. Elsa mengenal Olin sudah lama. Semenjak dia SMA, Olin menjadi sahabatnya. Berlanjut hingga kuliah. Bahkan di fakultas dan prodi yang sama.
Elsa mendudukkan tubuhnya ke bangku pojok. Tempat favoritnya ketika ia kuliah. Tidak ada satu orang pun yang berani mengambil alih bangku itu, kecuali Olin. Itupun jika Olin mau tertimpuk bogeman tangan Elsa. Belum lagi tatapan mata Elsa yang melotot tajam bak singa yang mengamuk.
"Kenapa ditekuk muka Lo?" tanya Olin sambil mengunyah permen karet.
"Gue lagi banyak pikiran."
"Yaudah cerita aja. Gue siap mendengar semua curhatan lo, tapi nanti pulang gue nebeng Lo ya," balas Olin dengan menampilkan cengirannya.
Elsa mencibirkan bibirnya. Mengedarkan pandangannya ke semua sudut ruangan. Memastikan jika tidak ada orang yang menguping pembicaraannya.
"Lo masih inget Sarah?" Elsa mengambil jeda, "Dia semalem muncul di mimpi gue."
Brakkk
Olin menggebrak meja keras. Tatapan matanya tajam. Menatap Elsa penuh selidik.
"Maksud Lo Sarah yang mati?!!" tanyanya dengan suara cemprengnya yang keras.
Semua mata di ruangan kelas tertuju padanya. Sorot matanya seolah-olah bertanya 'ada apa?'
Elsa membingkep mulut Olin. Menenggelamkan wajah Olin di ketiaknya. Hingga Olin kehilangan napas.
"Jangan bunuh gue El!" Olin mendorong kasar tubuh Elsa.
"Lo kalo ngomong bisa pelan gak sih?!" tanya Elsa sewot.
Olin mengerucutkan bibirnya, "Maaf El. Gue kaget aja lo ngomong gitu."
"Udah lah El gak usah terlalu dipikirin," sambung Olin.
Elsa tersenyum sinis, "Kayaknya Sarah pengin balas dendam."
"Gak mungkin lah. Dia itu udah mati!" balas Olin tersenyum penuh kemenangan.
"Gue juga sering kebayang sih. Gimana jahatnya kita memperlakukan Sarah sampai dia mati," tukas Olin.
"Bahkan jenazahnya sampai sekarang belum ditemukan," sambungnya lagi.
Elsa menatap Olin serius. "Dia udah membusuk!" bisiknya tepat di telinga Olin.
Olin meneguk ludahnya sendiri. Kata-kata Elsa terngiang-ngiang di kepalanya. Membuat ingatannya kembali pada masa itu. Olin mengacak rambut panjangnya frustasi. Menampik ingatan masa lalu yang menyeruak di kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
S A D I S
Teen FictionMasa lalu di hidup Elsa kembali menghantuinya. Kasus pembunuhan yang dilakukannya menyeru untuk tersingkap. Hadirnya perempuan berwajah seperti Sarah-korban pembunuhan membuat Elsa was-was. Apakah wanita itu memang benar-benar Sarah?