Clue 2

32 3 2
                                    

Lee Minhyuk berhenti sejenak di halaman rumah Kim Haneul, korban ketiga yang jasadnya ditemukan di Sungai Han beberapa hari yang lalu. Rumah itu memiliki kebun kecil yang penuh dengan bunga anyelir, mawar dan krisan. Minhyuk membayangkan apa yang terjadi di hari terakhir hidup Kim Haneul. Dia berpamitan untuk berangkat bekerja kepada ibunya yang sedang menyiram bunga, dia berkata mungkin akan pulang lebih larut dari biasanya. Menyuruh ibunya untuk makan malam dan tidur lebih dulu dan jangan menunggunya. Tetapi, ibunya menunggu. Menunggu sampai keesokan paginya hingga dua orang polisi datang ke rumahnya, mengabarkan bahwa anaknya tidak akan pernah pulang lagi.

Minhyuk memikirkan banyak hal. Pelaku pembunuhan, motifnya, tidak adanya saksi, dan penderitaan keluarga korban. Waktu terus berjalan, dia harus bekerja cepat sebelum ada korban selanjutnya. Minhyuk memejamkan matanya sesaat, menghela panjang napasnya, dan mengatur emosinya. Lalu, dia menekan bel rumah Kim Haneul.

"Tidak ada hal baru yang bisa saya ceritakan pada Anda," ucap ibu Kim Haneul. "Kemarin seorang polisi datang lagi untuk menanyai saya, tapi saya hanya bisa mengulang-ulang hal yang sudah saya ceritakan karena memang hanya itu saja yang saya ketahui."
Minhyuk mengangguk paham.
"Saya berusaha mencari gambaran di mana kira-kira Kim Haneul bertemu dengan pelaku."
"Haneul bukan tipe orang yang suka pergi ke suatu tempat tanpa berpamitan dengan saya. Dan tempat-tempat yang biasanya dia kunjungi setelah pulang kerja adalah toserba dan toko roti yang tidak jauh dari kantornya."
"Jika Anda tidak keberatan, bolehkah saya melihat kamar Kim Haneul?"
Wanita berusia lima puluh tahunan itu mengangguk. "Mari ikut saya."

Mereka melewati lorong sempit untuk menuju tangga ke lantai dua. Cahaya dari ruang tengah tidak mencapai lorong ini, sehingga saat siang hari pemilik rumah harus menyalakan lampu. Ada dua lampu yang dipasang di langit-langit, tapi hanya satu yang menyala. Minhyuk bertanya-tanya, apakah lampu itu mati sebelum atau sesudah Kim Haneul meninggal?

"Ini kamar Haneul, Anda bisa menyalakan pemanas ruangan jika Anda menginginkan." Minhyuk mengucapkan terima kasih dengan sopan sebelum ibu Haneul kembali ke lantai bawah.
Dia memegang kenop pintu yang dingin dan memutarnya.
Kamar Haneul cukup luas, ada ranjang, lemari pakaian dua pintu yang disertai cermin full body, meja tulis berlaci dua dan rak buku yang, Minhyuk tebak, dibeli di IKEA. Minhyuk punya rak serupa di rumahnya. Kamar itu cukup rapi, tapi terkesan agak berantakan setelah digeledah para polisi, mereka hendak mengembalikan semuanya seperti semula tetapi selalu tidak tepat. Kihyun akan mendamprat Minhyuk jika dia tidak mengembalikan barang tepat seperti posisi semula.

Penuh perhatian Minhyuk mengamati rak buku. Rak pertama berisi beberapa buku tentang teknologi dan bisnis, sisanya buku kumpulan puisi dan fiksi. Di rak kedua ada satu kamera polaroid Fujifilm warna hitam, satu kamera analog Nikon FM2, kakak Minhyuk punya kamera serupa.
Di rak ketiga ada dua box berukuran sedang berbahan plastik, yang pertama berisi kabel data, charger ponsel dan laptop. Box kedua berisi sebungkus tisu basah, kapas, berbagai krim pelembap dan tabir surya.

Minhyuk beralih ke meja tulis yang berada di samping rak. Di atasnya hanya ada kaleng kaca bekas selai yang dijadikan tempat pena. Minhyuk membuka laci pertama, berisi alat-alat tulis yang belum dipakai, sticky notes dan dua penggaris berukuran 15 cm dan 30 cm. Laci kedua berisi struk-struk belanja dan satu bungkus Mentos. Minhyuk memeriksa satu per satu struk belanjaan itu. Dua hari sebelum meninggal, Haneul membeli detergent dan pasta gigi di toserba dekat rumahnya.

Minhyuk tidak menemukan petunjuk apa pun dari struk-struk belanjaan itu. Dia berjalan mendekati lemari pakaian, memutar kuncinya dan membuka pintunya. Pakaian disusun dan digantung rapi. Pakaian didominasi warna hitam dan cokelat, beberapa ada warna terang seperti kuning dan merah. Minhyuk merogoh setiap kantong jaket, jas dan coat yang digantung. Dia tidak menemukan apa pun kecuali bungkus permen dan uang seribu won. Dia menutup dan mengunci lemari itu kembali.

Minhyuk memandang ke seluruh penjuru ruangan itu sekali lagi, memastikan tidak ada hal yang terlewat. Matanya tertuju pada dua bingkai foto di atas meja nakas. Dia duduk di atas ranjang dan mengambil keduanya. Foto pertama adalah foto ibunya dan Haneul saat berusia sebelas atau dua belas tahun, diambil saat mereka berlibur ke Everland. Ibunya memakai bandana telinga beruang, sedangkan Haneul memakai bandana telinga kelinci. Haneul tersenyum lebar menghadap kamera, tangan kirinya menggenggam lollipop dan tangan kanannya menggandeng tangan ibunya, yang tersenyum menatap Haneul.

Foto kedua diambil saat Haneul lahir. Ibunya, yang masih memakai pakaian rumah sakit, berbaring di ranjang. Haneul tidur di sampingnya, kulitnya masih merah, mengingatkan Minhyuk pada buah stroberi. Di sebelah kanan dan kiri ranjang, berdiri kakek dan nenek Haneul. Minhyuk tersenyum memandang foto itu. Senyumnya menghilang ketika menyadari Haneul tumbuh tanpa sosok ayah.
Minhyuk mengembalikan kedua bingkai foto itu ke tempat semula dan beranjak pergi meninggalkan kamar itu.

Ketika dia hendak membuka pintu, Minhyuk berhenti sejenak menyadari sesuatu. Tiba-tiba lututnya terasa lemas, jantungnya berdegup-degup keras. Ketiga korban tidak hanya lahir pada bulan dan tahun yang sama, tetapi di rumah sakit yang sama juga. Minhyuk menuruni tangga menuju lantai bawah, kakinya terkilir saat mencapai anak tangga terakhir. Brengsek, umpatnya dalam hati. Dia berpamitan kepada ibu Haneul dan keluar rumah dengan tergesa-gesa.
Dia berlari menuju mobilnya yang dia parkir agak jauh.

Kihyun, semua korban dilahirkan di rumah sakit yang sama. Apa kau menyadari itu? Kita benar-benar bodoh kan? Kau di mana sekarang?
Minhyuk menghidupkan mesin mobilnya setelah mengirim pesan ke ponsel Kihyun.




CluelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang