Kanala Arsa Niskarana hanyalah seorang gadis rapuh yang harus kehilangan sesosok ayah kebanggaan nya. Semua berawal saat ia pulang dari kegiatan sekolah yang selesai di sore hari, namun gadis itu malah menemukan bendera kuning dan segerombol orang berpakaian hitam di pekarangan juga di dalam rumahnya. Kalau saja ia tahu bahwa sore kemarin adalah hari terakhir ia bisa bersama bapak, Nala ingin memeluk bapak untuk terakhir kali, banyak banyak menghirup aroma bapak yang mungkin hanya bisa ia ingat dalam bentuk kenang. Tentu saja Nala sedih, hati nya di goreskan kenyataan menyakitkan yang mungkin membutuhkan banyak waktu untuk menyembuhkan itu semua. "Kamu itu punya cahaya nya sendiri. Ga perlu ngikutin cara orang biar bisa bersinar terang." "Kelak, jika kamu tak dapat menghindari sebuah luka, bapak hanya berharap dan berdoa pada Tuhan. Semoga kamu dapat sembuh dengan sempurna, agar sembuh itu dapat kamu bawa untuk selama lamanya." "Kalau bapa udah ga bisa nikmatin kopi seduh bikinan Nala, Nala usahakan ya cari pengganti nya. Biar kopi buatan Nala engga nganggur lagi." Gadis Arsa itu sama sekali tak tahu menahu, dan hanya menyahut dengan kata 'Ga boleh ngomong sembarangan' saat itu. Tak terlintas bahwa kata bapak, bisa terjadi secepat ini. Ini adalah kisah pertemuan Nala dengan seorang pemuda yang kelak akan menggantikan posisi bapak sebagai penikmat kopi nya. Juga penggalan penggalan hidup penuh terjal yang harus Nala lalui tanpa kehadiran bapak kini. Sosok yang Nala jadikan sebagai tempat bergantung dari banyak hal. Apakah Nala, si gadis Arsa bisa menghadapi dan melewati itu semua?
13 parts