Pernah gak sih ngerasain capek sama perasaan sendiri?
Selalu aja, hati sama logika itu gak pernah mau satu tujuan.
Apa mungkin sekarang aku udah ada di titik terendah dari sabar?
Jujur, aku capek sama jalan cerita hidup kita. Kamu yang selalu mau dingertiin dan aku yang harus selalu ngertiin kamu.
Kamu yang selalu menyalahkan diri sendiri dan merasa diri paling bersalah dan berdosa.
Ngerasa gak sih, akhir-akhir ini pertengkaran kita itu selalu dimulai dari hal sepele. Satu kalimat yang sedikit sensitif akan menjadi perdebatan panjang bagi kita.
Ujung-ujungnya bagaimana?
Kamu akan selalu menyalahkan dirimu sendiri dan ucapan maafmu pun sudah basi untuk kudengar. Aku tidak menginginkan ucapan maafmu, aku tidak menginginkan kamu menyalahkan dirimu sendiri. Yang aku inginkan, kita bicarakan baik-baik, kita cari solusi, kita berunding, saling introspeksi diri masing-masing. Kalau kamu tetap menjadi seperti sekarang, lalu bagaimana aku bisa introspeksi diri mencari letak kesalahanku. Dan disini, aku sudah berperan sebagai tokoh antagonis yang egois dan ingin menang sendiri bukan?
Ingin rasanya pergi dan menghilang dari kehidupanmu. Aku sudah pernah mencobanya kan? Dan kamu menyadari itu. Tapi pada akhirnya, kamu akan selalu mencariku dan merayuku dengan semua bualan dan ucapan maafmu itu.
Lalu apa yang terjadi? Aku selalu luluh dan kembali untuk menjalin komitmen kita lagi.
Bodoh memang. Maaf, aku selalu lemah dengan MAAF dari seseorang. Jika aku tidak memaafkannya, maka aku yang akan merasa menjadi manusia paling jahat didunia.
Sudahlah, aku capek. Sekarang semuanya terserah kamu, aku tidak peduli. Aku merasa semua yang aku lakukan selama ini percuma, sia sia dan tidak berguna. Habis sudah waktu berhargaku yang selalu aku luangkan hanya untuk mendengarkan curhatan basimu.
Aku sadar, aku hanyalah orang yang selalu kamu cari disaat butuh dan kamu lupakan disaat senang. Terimakasih sudah menjadi bagian kecil dari cerita hidupku.
19-09-19
NaraTans