BieRenata

Bertahan pada kesadaran, terasa seperti mempertahankan kabut di siang hari yang terik. Setipis itu, hingga rasanya tak mungkin.
          	
          	Saat memahami jika ada jarak nyata antara diri sendiri sosok yang begitu didamba.. terlebih saat semesta memberikan kesempatan kecil untuk dapat membersamainya beberapa waktu, rasanya perasaan itu seperti sekelumit perasaan semu yang menbuatku sibuk bertanya-tanya: mempertanyakan diri sendiri dan perasaan.
          	
          	Menatap dari kejauhan dan bernafas pada udara yang sama, punya konsekuensi yang berbeda. Menimbulkan debaran dengan ritme yang berbeda. Sesuatu yang tidak mudah untuk ditanggung. 

BieRenata

Bertahan pada kesadaran, terasa seperti mempertahankan kabut di siang hari yang terik. Setipis itu, hingga rasanya tak mungkin.
          
          Saat memahami jika ada jarak nyata antara diri sendiri sosok yang begitu didamba.. terlebih saat semesta memberikan kesempatan kecil untuk dapat membersamainya beberapa waktu, rasanya perasaan itu seperti sekelumit perasaan semu yang menbuatku sibuk bertanya-tanya: mempertanyakan diri sendiri dan perasaan.
          
          Menatap dari kejauhan dan bernafas pada udara yang sama, punya konsekuensi yang berbeda. Menimbulkan debaran dengan ritme yang berbeda. Sesuatu yang tidak mudah untuk ditanggung. 

BieRenata

Dan jatuh cinta pada sosok yang dewasa, ternyata sangat sangat berbeda. Stabilitasnya membuat hati gentar untuk mendekat(i). 
          Melihatnya dari dekat rasanya seperti tidak mampu tangan menjamah. Jauh.. begitu rasanya di hati saat melihat sosoknya. 
          
          Kelembutan yang berbalut ketegasan: kualitas yang harus diakui sulit ditemukan tandingannya. 

BieRenata

Yg perlu dipahami adalah, sifat independen tidak berbanding lurus dengan high quality. Seseorang yg high quality biasanya pasti miliki juga sifat independen. Namun seseorang yg independen, belum tentu high quality.
          
          Lalu, apa jadinya jika... 
          
          Persoalan perasaan itu rumit kalo harus berkesesuaian dg akal. Mencari sinkronisitas di antara keduanya itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Kayak yg.. "Ya ampun, capek.. bisakah kamu jadi seseorang yg lebih sederhana (pertimbangannya)?" 
          
          Tapi jawabannya sudah jelas, "Tentu saja tidak." Kenapa? Karena dalam menentukan keputusan, itu bukan soal benar-salah. Melainkan, apakah konsekuensinya bisa kamu tanggung atau enggak. Itu poinnya. 
          
          Karena.. secapek-capeknya membuat pertimbangan, masih lebih capek menanggung risikonya. Dan itulah.. Tuhan ngasih kamu akal, buat bikin pertimbangan! 

BieRenata

"16 milyar mata, tapi matamu adslah favoritku"
          
          
          Lagi-lagi, hidup tidak pernah sederhana buatku. Lagi-lagi diri terbelah antara melepaskan cinta (lama) atau menerima cinta yang baru. Mengikhlaskan sosok yang kamu jatuh cintai pada pandangan pertama tapi tidak relevan dengan (gaya) hidupmu, itu butuh keberanian.. ikhlas itu tak semudah membalikkan telapak tangan..
          
          Melangkah untuk membukakan pintu bagi dia yang baru juga butuh kekuatan yang tidak kalah besar. Apakah harus sesulit ini? Namun nyatanya hidup memang tak pernah sederhana bagiku. 
          
          Banyak yang harus aku pertimbangkan.. apa kira-kira yang ingin semesta sampaikan, tentang pertumbuhan apa yang harus dibangun dalam diriku(?). 
          
          Ini, sepertinya merelakan dirimu untuk digantungi hidup orang lain. Ketika dia datang padamu dengan tujuan memperbaiki diri. Dalam benakku, ada yang terusik tak terima: memangnya aku siapa? Kenapa kamu datang dengan memberiku beban seberat itu? Cintamu seolah sebuah tanggung jawab bagiku.. seperti, menjaga agar hatimu tak luka, seperti menjaga agar niatmu tak goyah.. padahal aku bukan poros dunia(mu).
          
          Pertemuan pertama yang tak pernah kusangka akan membuatnya sesenang itu. Aku pikir, kita hanya teman.. ini benar-benar diluar prediksi. Aku kadung meraih tangannya. Tak bisa mundur. Dan entah bagaimana, perasaanku turun memudar seiring dengan dia yang datang mendekat. Ku kemanakan perasaan berbungaku dulu? 
          
          Banyak.. banyak yang kupertanyakan tentang diriku pada akhirnya. Aku mulai mempertanyakan diri, meragukan diri.. tapi di saat tiupan pesimis itu mulai melenakan, dia mengingatkanku.. bahwa dia mendekat karena katanya aku berbeda.. 
          
          Tapi buatku, kehadirannya tidak pernah sesederhana itu.. tidak pernah.

BieRenata

Hidup itu membingungkan dengan caranya sendiri. Seolah isi kepala saja tak cukup membuat diri terbelah.. pilihan-pilihan yang entah datang lewat mana, diundang oleh apa.. menempatkan diri pada posisi sulit. 
          
          Bahkan merelakan keinginan dan obsesi juga sesulit itu.. apakah saat semesta membuatnya datang padaku, tanpa kuundang.. adalah caranya menyuruhku untuk melepaskan bayangannya masa lalu yang justru terpatri di sosok baru? 
          
          Hidup rasanya tak pernah mudah. Sekedar untuk menjalani saja tanpa pertarungan seperti hal mewah yang selalu kunantikan di ujung hari. Ketenangan itu, kapankah datang? 
          
          Pilihan menyabang.. tapi konsekuensi harus siap kutanggung. Tapi sementara diri menahan keputusan, harusnya aku memperlengkapi diri pertimbangan-pertimbangan.. agar terang pandangan pada jalan yang akan ditempuh, nanti..
          
          Tapi pertanyaannya, apakah semudah itu? 
          
          Masa depan adalah hal gaib.. hati ini dicengkeram perasaan cemas dan takut tak berkesudahan. Apa yang harus diperbuat untuk meredakan gejolak yang ada? Bertahan tanpa memutuskan, apakah itu yang seharusnya kulakukan, sementara dia datang dengan keindahannya sendiri?
          
          Andai pikiranku sederhana.. 
          Andai diriku senderhana.. 
          Namun nyatanya kompleksitas itu adalah diriku. Sejak semula aku memang dibentuk dari "masalah masalah" itu. Bagaimana menyederhanakan hal yang rumit sejak awal mulanya, bagaimana? 

BieRenata

Punya temen rasa pacar. Kalo kayak gini, apa masih perlu nyari lagi? Eeh, tapi kan tapi.. dia ada yang punya. 
          
          Udah biar.. single lebih enak buat saat ini. Tapi sebenernya, tergantung sama siapa sih kita jalin hubungan. Kalo ada yang qualified, ya samber. Kan gitu, kayak temenku? (Ambigu nihh, ambigu)
          
          Hubungan orang dewasa itu rumit.. padahal aku cuma anak kecil yang sedang belajar jadi dewasa. Nggak mau sok sokan dewasa, padahal kenyataannya belum mampu. Ibarat makan sendiri, masih belepotan. Masih butuh bantuan memilih menu. Bukan.. bukan karena masalah ketidakmampuan memutuskan. Tapi terkadang dalam hidup, kita nggak bisa melihat semua variabel untuk membentuk framing berpikir yang utuh, komprehensif. Padahal untuk memutuskan sesuatu, kita butuh semua variabel itu.. agar konsekuensi yang dihadapi menjadi terukur, agar tindakan jadi terarah.. 
          
          See, susah kan jadi dewasa? Ribet. Rumit. Njimet!
          
          Sekalipun aku sudah diberitahu.. dalam hidup, nggak ada keputusan benar salah. Yang ada, keputusan mana yang konsekuensinya bisa kamu hadapi, bisa kamu tanggung. Tapi yang namanya konsekuensinya, tetap ada plus minusnya. Tapi yaa, itulah hidup.. 
          
          Kadang, tiap liat air.. aku bertanya-tanya, bagaimana rasanya... 
          Baik-baik, lupakan.. 
          
          Lalu konklusinya apa? Single adalah yang terbaik, setidaknya untuk saat ini. Karena konsekuensinya lebih familiar, lebih terukur.. seharusnya sih, begitu.

BieRenata

Kenapa manusia selalu mengejar apa yang tidak bisa dia miliki? 

fxzarutala_

@ BieRenata  hoo, jadi bisa gk bisanya dimiliki, tetap di kejar gitu? Semisalnya gk bisa di kejar, gw tetep bawa tidur sih. Karna kalo jodoh, dia pastingejar balik
Reply

BieRenata

@fxzarutala_  ooo, tidak bisa. Tetep harus dikejar dl, tetep diusahakan. Kalo beneran g bisa, baru tinggal tidur
Reply

fxzarutala_

@ BieRenata Karna kalo bisa dimiliki ngapain di kejar, gk usah lah, mending turu, ntar juga datang sendiri_-
Reply

BieRenata

Hidup itu kadang-kadang.. 
          
          Sebenarnya yang paling mendebarkan dari hidup, adalah kita nggak bener-bener tahu apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan. Ketidakpastian yang mendebarkan yang kadang membuat antusiasme dan frustasi berkelindan jadi satu. 
          
          Dan salah satu yang paling mendebarkan adalah siapa orang yang akan mendekati kita.. sosok-sosok yang entah datang karena diundang oleh apa. Menakjubkan ketika kami saling terhubung karena energi dan bagian tertentu yang harus "diperbaiki" untuk memutus pola tertentu. Tapi, sekaligus juga menakutkan.. ketika menyadari pola yang terbentuk masih sama: remidial.. ternyata belum lulus, belum pantas naik tingkat dan itu menyebalkan. 
          
          Ketika diri "mati-matian" meningkatkan values diri, ternyata ujiannya masih sama: apakah artinya aku tidak ada peningkatan? Pemikiran seperti itu yang mampir di benakku.
          
          Jujurly, dari relung hati paling dalam, aku menyadari dengan sepenuh kesadaran diri yang mampu kurengkuh.. aku belum berubah. Jadi memang pantas jika pola itu masih berulang berputar. Karena untuk melepas diri dari pattern itu pun sama halnya mengganti part diri untuk diganti dengan part lain, onderdil lain.. dan iya, itu bukan tugas yang mudah untuk mencabut apa yang sudah kadung menyatu dengan diri selama bertahun-tahun, bahkan mempengaruhi pola pikir.
          
          Tapi di sisi lain, seperti ada kemarahan yang bercampur dengan frustasi.. kenapa di saat aku berusaha mati-matian menaikkan value-ku dan dia justru datang untuk.. "Aku pengen having sex sama kamu karena aku menginginkanmu". Rasanya seperti..
          
          Tapi bagian yang paling menyebalkan, adalah aku yang juga menginginkan hal yang sama dengannya. Gayung bersambut.. dan kesepakatan telah dibuat. 

BieRenata

Bagaimana rasanya menjadi orang yang "terkucil"? Ketika kamu merasa hampir di semua aspek, kamu "berbeda". 
          
          Ini bukan soal orientasi. Bukan. Ini lebih dari sekedar itu.. ini tentang spektrum pemikiran.. ini tentang perspektif.. ini tentang pola pikir.. 
          
          Rasanya seperti.. tidak ada hal yang bisa memenuhi kebutuhanmu (dan kepuasan batin), selain kesendirian. Ketika dalam diam kamu tidak merasa perlu untuk dipahami oleh siapapun, kecuali oleh dirimu sendiri.
          
          Karena ingin berteriak pun tak akan ada yang mendengar.
          Karena ingin memberontak pun tak ada yang dilawan.
          Karena ingin memaki pun tak ada yang bisa diujari kebencian.
          Kecuali.. kecuali apa? Tidak ada. 
          
          Pada akhirnya diri akan berhenti pada kesadaran yang netral. 
          Hanya diam. Hanya paham. Hanya berterima. 
          Dan terakhir, hanya memaklumi..