Permisi mau Promosi, boleh ya…
----
Kami terbangun karena suara alarm yang terus menerus.
Aku diam sejenak memperhatikan Davi yang terburu-buru. Aku menyelimuti tubuhku sambil bersandar di kasur. Aku menunggunya mengatakan sesuatu tapi dia seperti tidak mempedulikan keberadaanku "Davi," panggilku akhirnya.
Dia menoleh lalu berjalan ke sebelahku untuk mengambil jam tangan dan handphone di nakas. Dia menarik nafas berat ketika mata kami bertemu pandang, caranya melihatku seperti orang putus asa. Aku masih menunggu reaksinya. "Jullie kita nggak pakai pengaman."
"Iya.."
Dia menelan ludah, menunduk sejenak, matanya memperlihatkan kegelisahan. "Jull. Maafin aku..."
Tiba-tiba aku bisa membaca kemana arah pembicaraan kami. Semua yang dimulai dari maaf berakhir mengecewakan!
"Ini salah banget! Aku harap kamu bisa ngelupain malam ini." Dia menatapku sungguh-sungguh.
Aku tidak bereaksi.
"Aku ingin kita sepakat bahwa tidak terjadi apapun di antara kita. Kita cuma menghabiskan malam bersama. Tidak ada rasa di antara kita, benar?"
Aku menggigit bibir bawahku, menahan amarah dan air mata yang ingin kutumpahkan detik itu juga. Rasanya ingin berteriak untuk menjawab pertanyaannya tapi dia tidak butuh responku, dia menganggukan kepala singkat lalu berpamitan pergi.
Tidak ada rasa diantara kita? Tidak ada?
Aku tertawa dingin, tawa itu diiringi oleh air mataku. Bisa-bisanya dia memutuskan sendiri bahwa aku tidak memiliki perasaan apa-apa padanya tanpa bertanya dulu.
Lalu bagaimana dengan aku, bagaimana dengan tubuh telanjangku yang ditinggalkan tanpa penghargaan, tanpa maaf, tanpa perbincangan? Aku tidak ada bedanya dengan kondom di tong sampah, habis dipakai dibuang.
————————
MAAF YA KALO PROMOSINYA KEPANJANGAN PIS ✌️
https://www.wattpad.com/story/311846801-single-father-number-225