Dibawah kelabunya cakrawala, ia menghampiriku, dengan bilasan rinai hujan, melangkah dalam tempo lambat. Bagai penjagal gadungan, tangan kanannya berbekal sebilah belati berkarat. Ia seakan membawa serta izin para algojo dari neraka dalam setiap ayunan langkahnya, siap merenggut nyawa.
"Ren, lepasin gue," teriakku histeris, berusaha memberontak dari kemelut jalinan tambang yang menahanku di kursi.
Alih-alih menjawab,
sisi-sisi mulutnya melebar...
semakin lebar, lalu sebuah tawa sinting berkumandang, mengoyak keheningan mencekam di lapangan SMA.