IsnaAlfin

Bab "04. TUGAS PERTAMA" udah update 
          	https://www.wattpad.com/story/332301041

IsnaAlfin

Gugup. 
          
          Itu yang Amel rasakan ketika sang ayah mulai mengucapkan ijab. Saking gugupnya, kantuk yang sedari tadi menyerang, pergi entah ke mana. 
          
          Saksi yang hadir juga ketularan gugup, begitu mempelai pria menjabat tangan sang penghulu. 
          
          Namun, Wisanggeni-lah yang paling gugup dalam acara suci ini. Ia mendadak beser, gara-gara kebanyakan minum air sebelum ijab kabul dimulai. Bahkan, cowok jangkung itu sempat ke kamar mandi lagi, sebelum akhirnya menjabat tangan penghulu di depannya. 
          
          Ia mengambil napas panjang sekali, dua kali, lalu dengan mantap berbicara di depan mikrofon nirkabel di tangan kirinya. "Saya terima nikah dan kawinnya, Karamel binti Alfarizi, dengan mas kawin satu kilogram emas dan seperangkat alat sholat, TUNAI!" 
          
          "Semua saksi, sah?" tanya si penghulu, mengedar pandang pada para saksi. 
          
          Serentak, mereka berseru, "SAH!" Kemudian dilanjutkan dengan hamdalah dan doa bersama. 
          
          Sungguh, Amel bahagia. Karena dengan ijab kabul ini, statusnya sudah berganti. Dari pacar menjadi istri cowok jangkung di sampingnya. 
          
          Tanpa ada yang menyadari, sosok Galang dalam balutan pakaian serba putih juga hadir di sana. Berdiri di depan masjid yang terbuka, tersenyum melihat Amel yang keningnya tengah dikecup lembut oleh sang suami. 
          
          "Semoga kalian langgeng dan bahagia," ucapnya, lantas menghilang, tepat saat angin berembus. 
          https://www.wattpad.com/story/304969175

IsnaAlfin

Wisanggeni melanjutkan aksinya. Terlebih dahulu, ia menyibak rambut Hana, sebelum mendaratkan kecupan lembut pada kening sang adik. 
          Hana menutup mata, menikmati kecupan Wisanggeni yang tak bertahan lama---sesuatu yang sudah lama tak ia dapatkan. Entah kapan gadis berponi itu bisa mendapatkannya lagi. 
          "Aku ke kamar dulu ya. Mimpi indah." Sebelum pergi, Wisanggeni menyalakan lampu tidur. Tak lupa, ia juga mematikan lampu kamar Hana. 
          Sepeninggal sang kakak, gadis berponi itu menurunkan selimut yang menyembunyikan wajah meronanya. Ia meraih sebuah bingkai foto di nakas di samping tempat tidur. Di sana, terdapat momen abadi dirinya bersama Wisanggeni saat perpisahan SMP, tiga tahun yang lalu. 
          Seraya mengusap figur sang kakak dalam balutan jas hitam, Hana berujar lirih, "Rasanya … sangat nggak menyenangkan membayangkan cewek lain menggantikan posisiku, kak." 
          https://www.wattpad.com/story/304969175

IsnaAlfin

'Putraku sayang.
          'Ketika kamu membaca surat ini, Ibu yakin, kamu pasti sudah dewasa. Kira-kira, kamu sudah umur berapa, ya? 15, 16, atau 17 tahun? 
          'Ah, itu tidak penting. Berapa pun usiamu, kamu pasti tumbuh sebagai cowok yang ganteng. Semoga saja, akhlakmu juga sebaik rupamu. Jangan seperti ayahmu yang hanya enak dipandang saja.'
          'Ibu harap, kamu tidak mengikuti jejak ayahmu yang tega merusak perempuan yang mencintainya. Lalu, meninggalkan perempuan itu tanpa memberi pertanggungjawaban.' 
          'Lucunya, justru Ibu yang mengikuti jejak ayahmu. Tahukah kamu, Ibu sempat terpikir untuk menggugurkanmu, tak lama setelah tahu bahwa kamu telah hadir dalam rahim Ibu. 
          'Akan tetapi, pada akhirnya Ibu memutuskan untuk melahirkanmu. Ibu pergi ke Bandung dengan alasan kerja. Di sana, Ibu menumpang hidup pada seorang sahabat. Kendati demikian, Ibu tetap tak bertanggung jawab karena telah meninggalkanmu di panti asuhan. 
          'Ibu terpaksa. Jujur, Ibu tak sanggup menanggung malu dan takut memperlakukanmu dengan buruk. Di sisi lain, Ibu juga tak ingin kamu terbebani oleh olok-olok orang lain. 
          'Ibu tak keberatan jika kamu membenci Ibu, tak menganggap Ibu, serta tak mengunjungi Ibu. Ibu hanya berharap, kamu hidup bahagia dan sukses di masa depan.
          'Selain itu, Ibu berharap kamu sudi memakai nama yang Ibu siapkan untukmu. Wisanggeni. Itu namamu. Ibu ambil dari nama salah satu tokoh pemayangan. Sengaja, karena kalian bernasib sama---sama-sama anak yang dibuang. 
          'Juga, melalui nama itu, Ibu harap kamu tumbuh layaknya Wisanggeni. Tumbuh sebagai sosok yang tangguh menjalani hidup, tegas dalam membuat keputusan, dan berani mengambil keputusan serta bertanggung jawab atas setiap keputusan yang kamu ambil. 
          'Sebelum Ibu akhiri surat ini …. Ngomong-ngomong, putraku sayang, apa kamu mau mengunjungi Ibu andai kata perempuan tak bertanggung jawab ini meninggal?' 
          https://www.wattpad.com/story/304969175

IsnaAlfin

Gimana perasaan lo, ketika tahu lo adalah anak h4r4m? 
          _______
          'Teruntuk siapa pun yang merawat putraku. Tolong, berikan surat ini ketika ia dirasa sudah siap menerima kenyataan.
          
          'Putraku sayang.
          
          'Ketika kamu membaca surat ini, Ibu yakin, kamu pasti sudah dewasa. Kira-kira, kamu sudah umur berapa, ya? 15, 16, atau 17 tahun? 
          
          'Ah, itu tidak penting. Berapa pun usiamu, kamu pasti tumbuh sebagai cowok yang ganteng. Semoga saja, akhlakmu juga sebaik rupamu. Jangan seperti ayahmu yang hanya enak dipandang saja.
          
          'Ibu harap, kamu tidak mengikuti jejak ayahmu yang tega merusak perempuan yang mencintainya. Lalu, meninggalkan perempuan itu tanpa memberi pertanggungjawaban.
          
          'Lucunya, justru Ibu yang mengikuti jejak ayahmu. Bahkan, Ibu sempat terpikir untuk menggugurkanmu, tak lama setelah tahu bahwa kamu telah hadir dalam rahim Ibu.
          https://www.wattpad.com/story/304969175

IsnaAlfin

"Kau … bercanda, kan?" Aku menguatkan cengkeraman pada kerah jaketnya, lantas mengguncang Akbar. "Katakan! Kau hanya bercanda, iya, kan!?" 
          
          "Lihat ponselmu!" 
          
          "Ponsel?" 
          
          Benar juga! Ara pasti mengirim pesan. Memberitahuku bahwa ia dan Bunda tengah pergi. 
          
          Aku pasti tidak menyadarinya karena terlampau senang. 
          
          Segera, aku mengambil ponsel jadul merek NK yang kusimpan pada saku celana panjang. Namun, saat dicek, tak ada satu pun pesan masuk. Baik dari Ara, orang lain, atau dari operator. 
          
          "Sudah pukul sebelas malam." 
          
          Aku mengalih pandang pada pemuda di depanku, menatapnya bingung. 
          
          "Sudah selarut ini, tapi setiap rumah yang kita lihat lampunya masih menyala. Beberapa dari mereka pintunya masih terbuka. Namun, anehnya, kita tak melihat orang lain selama perjalanan pulang. 
          
          "Apa kau tak merasa janggal? Atau … kau justru tidak menyadarinya?" 
          
          Aku dibuat terdiam. Aku terlampau senang sampai tidak terlalu mengacuhkan sekitar. 
          
          Satu hal yang kuinginkan saat itu, lekas pulang dan memberikan kejutan pada Bunda dan Ara. 
          
          Akbar melanjutkan, "Saat menyadari kejanggalan tersebut, aku lekas mengaktifkan mata ilahi, kemampuan supernatural yang membuatku mampu melihat sampai radius satu kilometer tanpa terhalang oleh apa pun. 
          
          "Hasilnya, aku tak menemukan orang lain. Yang kutemukan hanyalah … pakaian berserakan seperti milik ibu dan adikmu." 
          
          Akbar menepuk kedua bahuku, membuatku yang sedikit menunduk kembali menatap wajahnya. "Aya, aku harap kau tabah. Kemungkinan besar, ibu dan adikmu juga orang-orang di radius satu kilometer dari sini---bahkan, mungkin seluruh orang di desamu, mereka semua telah …." 
          
          Mataku membola mendengar kata terakhirnya. 
          
          "Itu … tidak mungkin!"
          https://www.wattpad.com/story/214533827

IsnaAlfin

"Dalam waktu dekat ini, gue berencana untuk menembaknya. Namun, gue pesimis akan diterima." 
          
          "Kenapa lo pesimis? Apa dia udah punya cowok, atau seseorang yang disukainya?" tanya Amel penasaran. 
          
          "Dia udah punya cowok, tapi cowoknya udah pergi jauh dan nggak akan pernah kembali. Kendati demikian, nama cowok itu udah terpatri di hatinya. 
          
          "Sekalipun diterima, gue ragu apakah bisa menghapus nama cowok itu dari hatinya." 
          
          Amel semakin dibuat penasaran. Terlebih, ia merasa, jawaban Wisanggeni semakin menjurus padanya. 
          
          "Jika semisal lo nggak bisa menghapus namanya, lo nggak keberatan berbagi hati?" tanya Amel untuk yang kesekian kali. 
          
          "Sama sekali, nggak," jawab Wisanggeni. Terdengar tanpa keraguan. 
          
          "Apa lo nggak cemburu?" 
          
          Seulas senyum tipis terukir sebelum sang pemilik senyum menjawab, "Nggak ada faedahnya mencemburui orang yang udah tiada." 
          https://www.wattpad.com/story/304969175