Deru angin meraung, menghancurkan apa saja yang bisa dihancurkannya. Ruangan yang tadinya tersusun rapi sekarang telah porak poranda.
Namun hal itu tidak mengganggu seseorang yang telah duduk bersila ditengah ruangan dengan kalung safir di tangannya. Hanya menatap dengan sendu tanpa berniat bergerak sedikitpun. Lebam dan goresan yang telah memenuhi tubuhnya tidak dipedulikan. Teriakan sang angin yang tengah meraung kesaitan tidak pula didengarkan.
"APA YANG KAU LAKUKAN KAZE, BERHENTI MENATAP KALUNG ITU. KITA HARUS MENYELAMATKAN TUAN ATAU DIA TIDAK AKAN SELAMAT" Jerit Sang Angin.
"KAZE DENGARKAN AKU!. JIKA KAU TIDAK INGIN SETIDAKNYA BUKAKAN GERBANGNYA UNTUKKU SIALAN. AKU SENDIRI YANG AKAN MENYELAMATKANNYA"
"KAZE"
Sang Angin terus meraung, membalaskan rasa frustasinya saat dia tidak didengarkan sama sekali.
"Berhenti" Kaze memerintah dan deru angin berhenti saat itu juga. Menjentikkan tangannya dan ruangan yang mereka tempati kembali kebentuk asalnya.
"Kita tidak bisa melakukannya,"
Sang Angin menatap manik kecoklatan Kaze. Tidak percaya akan apa yang dikatakan kakaknya.
"Teganya kau. Apa kau tega membiarkan tuan meninggal semudah itu" Atmosfir diantara keduanya menjadi suram, menandakan betapa kecewanya Sang Angin
"Kita tidak boleh membantu mereka kecuali saat kekuatan mereka telah bangkit"
"TAPI-"
"Atau kau ingin melihat mereka semakin menderita"
"....."
"Bersabarlah Saki, kita akan segera bertemu dengannya"
---Sekian spoiler dari versi terbaru. Silahkan dinikmati---