"Hai, Eve! Sendirian aja, kemana naga kamu?"
Kuping Eve terasa panas, hatinya dongkol. Ngapain sih, curut satu ini gangguin harinya yang kecut.
"Aku gak punya naga, tuh!" Kedongkolan Eve tak perlu disembunyikan.
"Jutek, amat! Kamu mau pulang kan? Yuk aku anterin!" Niko tak menyerah.
"Ogah!" Eve menjauhi Niko, lelaki paling nyebelin sejabotabek.
"Eits!" Tangan Niko dengan cepat menahan pergerakan Eve, "Kenapa sih, lo. Jutek banget sama gue."
"Apa-an, sih!" Eve menyentak sentuhan Niko, ia mengusap-usap kulit lengannya seakan baru kejatuhan tai cicak.
"Woi!" Dari kejauhan seorang lelaki jangkung tampak bergegas ke arah Niko dan Eve. "Ngapain lu deketin Eve?"
"Buset, dah! Naga luh dateng. Mending gue cabut dah. Sampai ketemu besok, Eve." Sebelum pemuda bermata hijau itu sampai Niko lebih memilih ngacir duluan.
"Cih! Dasar Voldemort!" Eve memaki bocah sok kegantengan itu.
"Lu ngapain sama tuh anak?" Pemuda bernama Rion itu tampak tak senang.
"Gak tau ah! Lagian lu lama banget sih!? Gua udah kering nih nungguin dari tadi."
"Sory, sory, habis lu tau sendiri, si Rigel kalau udah nyuruh macam sultan aja kelakuannya."
Mendengar nama Rigel, mata Eve yang tadinya nyalang jadi berbinar terang kayak laser.
"Emang Kak Rigel butuh bantuan apa? Kok, gak nyuruh gue, sih!"
Rion mengembuskan napas panjang.
"Bukan hal penting juga. Udah, yuk ah, kita pulang!"
Hati Rion jadi panas mendapati reaksi cewek yang dicintainya itu selalu antusias jika menyangkut kakak kandungnya yang selalu sempurna di mata Eve.
Dasar, Eve. Nggak peka banget dah! Dari kecil dipiara sama Rion, tapi perhatiannya cuma sama Rigel doang.
Sakit hati Rion.