Namanya Ida Marlena, ia dibesarkan dalam lingkungan yang sederhana di pelosok desa. Semenjak duduk di bangku SMA, ia mulai menceritakan segala sesuatunya melalui kata-kata puitis yang memang agak sulit dipahami bagi orang awam. Disaat ia sedang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di Bandarlampung, terdengarlah berita bahwa Ayahnya meninggal. Saat itu kebetulan di bulan suci Ramadhan, hatinya benar-benar hancur, nafasnya seakan-akan terhenti. Tak ada kata yang terucap kecuali air mata yang menggambarkan kesedihannya. Setiap hari kesedihan selalu menyelimuti, tapi akhirnya ia menyadari bahwa setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ia selalu mengungkapkan isi hatinya dalam bentuk puisi sebagai sejarah hidup untuk dikemudian hari. Setelah lulus kuliah, ia bertekad mencari pekerjaan di Jakarta untuk membantu Ibunya dengan modal seadanya. Berbagai macam perusahaan ia datangi, tapi berbagai macam pula penolakan dari mereka. Meskipun ditempatnya tinggal ia harus diperlakukan seperti pembantu, namun ia tetap bersabar dan berpikir positif. Dibalik derita pasti ada bahagia yang akan menanti kita, itulah prinsip yang selalu dipegangnya. Sampai akhirnya ia diterima bekerja di perusahaan swasta. Setelah mengenyam menjadi karyawan selama VII tahun, ia memutuskan untuk resign dan membuka usaha kecil-kecilan di bidang percetakan. Di waktu senggang ia suka menulis cerita. Meskipun cuma cacian, hinaan atau ejekan yang ia dapatkan dari keluarga, tapi ia tetap optimis. Mimpinya hanya dua, berharap bisa bertemu dengan idolanya yaitu Verrel Bramasta dan berharap suatu saat karyanya dibintangi oleh idolanya sendiri. Semoga harapannya bisa terwujud amin ya rabbal Al-Amin