druxme_

Mingi tidak terlalu suka olahraga ataupun segala jenis kegiatan yang terlalu membutuhkan banyak tenaga. Ia lebih memilih berdiam di kamar, membaca novel romantis yang baru ia beli beberapa hari lalu sembari ditemani segelas coklat hangat, dan akustik ringan dari gawainya.
          	
          	Itu hanya berlaku untuk empat hari di tiap minggunya. Karena hari Selasa, Rabu, dan Kamis Ia akan berubah menjadi satu dari sekian mahasiswa yang memunih tempat duduk di kursi stadium lapangan olahraga.
          	
          	Football supporter. Hanya demi seorang kapten klub sepak bola, Jeong Yunho.
          	
          	Oh, Mingi sedang jatuh cinta.

druxme_

Mingi tidak terlalu suka olahraga ataupun segala jenis kegiatan yang terlalu membutuhkan banyak tenaga. Ia lebih memilih berdiam di kamar, membaca novel romantis yang baru ia beli beberapa hari lalu sembari ditemani segelas coklat hangat, dan akustik ringan dari gawainya.
          
          Itu hanya berlaku untuk empat hari di tiap minggunya. Karena hari Selasa, Rabu, dan Kamis Ia akan berubah menjadi satu dari sekian mahasiswa yang memunih tempat duduk di kursi stadium lapangan olahraga.
          
          Football supporter. Hanya demi seorang kapten klub sepak bola, Jeong Yunho.
          
          Oh, Mingi sedang jatuh cinta.

druxme_

Naruto hanya bisa pasrah melihat bagaimana Uchiha bersaudara kembali melemparkan tatapan sengit ke satu sama lain. Lelah dengan sifat Itachi yang berulang kali mencoba memprovokasi si bungsu, hanya karena alasan, 'agar mendapatkan tontonan menarik'.
          
          Sial memang. Si psiko satu ini rasanya tak akan pernah kembali waras. Walau yang dalam keadaan tidak terlalu baik adalah Sasuke. Tapi Ia masih terlihat lebih normal daripada sang kakak.
          
          'Terlalu lama sendiri, mungkin sudah membuat kepala keluarga Uchiha ini kehilangan sedikit akal sehatnya.' Naruto membatin hambar. Berpikir kapan Uchiha Itachi akan lelah mengurusi kehidupan adiknya dan dia.
          
          Si beta satu ini memang butuh segera dicarikan hal lain yang mampu menarik perhatiannya dari si kembar, maupun Naruto dan Sasuke.
          
          Mungkin seorang beta atau bahkan omega perkasa lain harus segera ia bawa ke sini. Daripada ia ikut-ikutan menjadi tak waras seperti Itachi.
          
          *efek baca Milking*
          Ketika selalu terpikir tentang, 'seandainya di sana juga ada Kyuubi. Mungkin psiko Itachi sedikit bisa ditaklukan.'
          Hanya terlalu lucu membaca interaksinya dengan yg lain. Benar-benar tak bisa diabaikan XD

druxme_

Pernah sekali dia bilang tentang segala pengharapannya. Ketika dia juga bertanya, "Semua akan baik-baik saja bukan?"
          Tapi terakhir yg bisa kuingat, tentang bagaimana ia tersenyum. Berucap tenang, "Tidak perlu dipaksakan. Cukup selesaikan apa yg sudah di mulai. Apapun pilihannya nanti, asalkan siap menjalaninya. Lakukan. Sebisa usaha maksimalmu."
          
          Pada akhirnya, dia tidak menuntut bagaimana seharusnya aku di esok hari.
          
          Entah, harus kuartikan apa. Tapi terkadang berharap ia akan memperlakukanku sama seperti yg lainnya. Dengan segala harapan yg akan ia ceritakan kembali suatu saat nanti.
          
          Walau sekarang hanya tersisa rindu. Dan potongan-potongan kenangan yg masih terputar acak.
          
          Rinduku di tiga tahun ini.

druxme_

Ada waktunya nanti akan mulai berpikir; Apakah akan terus seperti ini? Bukan lagi masa untuk bermain-main.
          
          Hingga kamu sadar, waktu yang telah terlewat takkan pernah kembali. Pergi tanpa permisi.
          
          Saat kamu mulai bingung dan takut harus apa. Harus bagaimana untuk hari esok.
          
          Bukan, "Jalanmu masih panjang." Karena tak ada yang tahu seberapa panjang jalan yang akan tiap diri tempuh.
          
          Tapi setidaknya, sadarmu yang sekarang bisa jadikan diri untuk ubah sebaik yang dibisa.

druxme_

"Hime, ulang tahun kemarin dapat kado apa dari dia?" Sembari jemari mungilnya mengambil keripik kentang rasa sapi panggang dan mengunyahnya perlahan. Atensinya masih terpaku pada lelaki manis di hadapannya, menanti jawaban.
          
          "Kamu nanya apa lagi ngajak gelud sih?" Sewot melihat ekspresi dari si tuan penanya. Bukan pertanyaannya, tapi nama panggilan yang Ia dapatkan sedikit banyak bikin Ia muak.
          
          "Kenapa sih, Hime? Lagi pms ya?" Masih dengan tampang polosnya Ia kembali menimpali perkataan dari sobatnya itu. Jika bisa dibilang, 'sengaja mau bikin dia ngamuk, lumayan hiburan'.
          
          "Panggil Hime sekali lagi, kutendang sungguhan."
          
          "Tch!" Menatap sinis lelaki manis yang selalu Ia panggil Hime. 'Memangnya selama ini main tendangnya gak sungguhan?! Yg benar aja!' Gerutunya dalam hati.
          
          "... Dia kasih aku ini --" Mengangkat tangan kanannya ke depan wajah yang menunduk. Menampilkan jari manisnya yang kini telah terselip cincin perak di sana.
          
          "The hell! Si bebek itu benar-benar melamarmu?! Oh, wow! Haruskah kuberitahu semua orang kalau kau sekarang sudah resmi jadi miliknya?"
          
          "Diam, Ruki! Remahan keripik kentangmu menyembur!" Mengelap mukanya dengan telapak tangan. Kesal sekali harus dapat semburan dari lelaki kurang kalsium di hadapannya ini.
          
          "Ops, sori Nii-san."
          
          Oke, mungkin setelah ini Ruki akan mencari pelaku pelamaran(?) yang sudah dengan entengnya melamar anggota tertua the GazettE. Dan meminta penjelasan --bilang saja dia ingin minta pajak lamaran-- padanya.

druxme_

"Aku tak baik-baik saja. Tak pernah baik semenjak kau memutuskan untuk pergi. Memutuskan bagaimana yang menurutmu terbaik untukku." Ia terdiam sejenak. Tetap menatap lekat iris hitam legam di hadapannya.
          
          "Sudah puaskah kau sekarang? Lihatlah hasil dari keputusanmu. Inikah yang kau inginkan selama ini?" Genggaman tangan itu Ia lepas, menyisakan ruang hampa menyelimutinya kemudian.
          
          "Jika benar begini. Maka tak perlu kudengar katamu, tak perlu kulihat sesalmu. Karena Aku tahu, kau tak pernah bisa menerimaku sebagaimana Aku menerima lukaku sendiri karenamu. --
          
          Maka pergilah. Aku telah melepasmu dari nafasku, bahkan jauh sebelum kau memintaku untuk merelakanmu. Berbahagialah. Hanya itu pintaku."
          
          Berjalan menjauh, melepas luka yang tak akan pernah mengering itu. Meninggalkan iris legam yang tak memancarkan cahaya yang sama ketika Ia berada dihadapanmu.
          
          "Apakah hatimu telah benar-benar mati karenaku?" Lirih berhembus dari bibir tipis dengan derai yang telah tertuang tak ada henti.
          
          XD