Malang, 26 Oktober 2025
Nara Nadir
Di antara tulisanku yang belum sempat menjadi indah, yang masih gugup berdiri di antara baris dan sunyi, aku hanya berharap kalian masih bisa merasakan napasnya—napas yang rapuh, tapi jujur. Ia bukan datang dari keinginan untuk dikagumi, melainkan dari kerinduan yang tak pernah sembuh; kerinduan untuk tetap hidup, walau hanya melalui kata yang nyaris kehilangan maknanya.
Setiap huruf yang tertulis adalah sisa denyut dari hati yang menua terlalu cepat, namun masih ingin dikenang. Aku menulis bukan karena kuat, tapi karena di dalam tiap gores yang berantakan itu, ada diriku yang sedang berusaha bertahan agar tak benar-benar hilang. Sebab menulis, pada akhirnya, adalah caraku memeluk yang tak sempat aku jaga—dan melepaskan yang tak sanggup aku simpan.