Saya selalu tampil megah di depan orang-orang selain saya sendiri. Alhasil, banyak orang mempunyai ekspektasi tinggi terhadap saya yang sebenarnya nggak ada apa-apanya. Termasuk saya. Saya jadi berekspektasi tinggi pada diri sendiri karena dorongan orang-orang yang terlalu optimis. Baru saja, saya paham bahwa sebenarnya bukan apa-apa adalah saya. Jadi, saya stuck. Seperti ikan di bawah batu barangkali. Nggak tahu masa depan mau dibawa ke mana, apalagi jika impian saya nggak terpenuhi. Tapi impian itu agaknya sulit dicapai. Saya sayangnya nggak sepintar itu. Nggak seberani itu. Nggak secemerlang itu. Saya cuma orang bodoh yang mentalnya tempe. Cuma bisa dikabuti impian yang terlampau tinggi. Beberapa orang sepertinya mau mencela saya, mau berkata bahwa kalau saya begini terus, saya nggak bakal lulus. Yah, itu nggak salah juga. Tapi mengetahui itu, saya ingin muntah. Mereka nggak mengatakannya secara gamblang, mungkin takut saya sakit hati. Tapi bayangan wajah mereka yang meringis setiap kali saya berkata akan pergi terus menakut-nakuti saya seperti buku suspense. Itu sebabnya saya bersedih. Bukan nggak pernah berpikir bahwa saya sudah berusaha, tapi kayaknya sia-sia. Tapi ketika orang-orang nggak menghargai usaha saya, saya akan berharap mati, lalu nantinya melihat dari atas apakah mereka menyesal telah menyakiti saya. Sekali lagi, saya cuma orang bodoh yang mentalnya kedelai yang disimpan lama. Dan saya sedang sangat bodoh, karena berharap begitu. Semuanya buram. Saya ingin jadi joker barangkali, mau menghilangkan identitas juga kalau bisa. Tapi ekspektasi orang menahan saya terbang. Karena sejak awal, saya memang juga nggak punya sayap. Saya ikan yang terjepit di batu.