Semesta
Nafasku tersengal, bibirku terkelupas, pandangan ku kian mengabur ulah tetesan air mata yang tak hentinya keluar dari kedua manik ku.
"Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Berhentilah menangis. " Suara lembut mengalun memasuki indra pendengaranku tanpa ku toleh aku tau dia teman perempuanku.
"Aku lelah melihatmu kacau seperti ini, kau tidak mencoba untuk mengakhirinya? " Ia berucap kemudian duduk disampingku yang tengah terbaring.
"Tidak! Kami sudah berjanji! "
"Lalu jika begitu, mengapa kalian tidak mencoba mengubah sifat buruk kalian masing-masing dan kembali berbaikan? " Aku menoleh dengan pandangan sendu kemudian menjawab,
"Ya, aku akan mengikuti saranmu yang itu, tapi saranmu yang menyuruhku mengakhiri sebuah hubungan aku tidak akan pernah melakukannya, maaf kawan tapi aku mencintainya. "
Ia menghela nafas kemudian menjawab, "Jangan terlalu bergantung pada manusia. "
"Lantas mengapa kau masih ingin bersamanya? Kau sering bertengkar bukan, apa kau tidak lelah? "
"Aku hanya lelah bertengkar dengannya bukan lelah karnanya, tapi jika tidak dengannya aku tidak akan pernah bisa sebahagia ini. "
"Kauu tidak coba mengak--" Spontan aku bangun lalu memandang nya dengan tatapan tidak suka, alis ku mengkerut, emosi ku semakin memuncak.
"Berhenti mengatakannya, ini hubunganku semua keputusan ada ditanganku dan dia! "
"Aku mencintainya, dia semestaku! " Ucapku melirih kemudian kembali menangis.
Aku hanya mencintainya, ia mencintai semesta ku, aku tidak pernah peduli dengan perkataan orang lain tentangnya, au hanya ingin bersamanya.
- selesai -