Jika saja aku bisa menyampaikan pada diriku yang malang itu; yang terjebak dalam sedih berkepanjangan, seakan-akan tidak ada lagi masa depan. Andai aku yang hari ini mampu kembali ke masalalu, mungkin aku akan menenangkan si cengeng itu. Yang meratap di sudut kamar, menangis di tepi kasur. Memohon-mohon pada Tuhan dalam sujudnya sambil berurai air mata, meminta agar dihapuskan segala perasaannya.
Akan kuberi tahu ia, bahwa segala hal yang didambakannya telah ia dapatkan. Semuanya terealisasi dengan sempurna. Akan kuberi tahu ia cerita indah yang mungkin akan membuatnya berpikir bahwa itu sebatas dongeng belaka. Akan aku ceritakan panjang lebar betapa luka yang telah ia tebus itu seolah ‘harga’ yang ‘tepat’ untuk mendapatkan balasan yang setara.
Andai aku bisa, mungkin aku tidak akan seterpuruk itu. Mungkin tahun itu tak menjadi tahun terpahit dalam hidupku. Mungkin aku akan lebih baik-baik saja. Tidak kecanduan rokok dan bergadang. Tidak mengurung diri berhari-hari. Tidak mencoba untuk menghindari dunia yang sebegitu luas ini. Andai aku mampu meyakinkan diriku yang berkeping-keping malam itu, andai saja aku sedikit lebih berani untuk percaya bahwa aku akan baik-baik saja. Mungkin repetisi buruk dari masa pemulihan itu tidak akan terbawa-bawa hingga sekarang.
Mungkin si kecil yang malang itu tidak akan mengurus, asam lambungnya tidak naik, matanya tidak menghitam. Mungkin ia akan hidup lebih baik meski setelah ditinggalkan seseorang yang begitu ia dambakan. Ah, andai saja aku bisa. Andai.