Hai, reader's tersayang.
Ada satu hal yang ingin aku bagikan kepada kalian, terutama tentang proses di balik penulisan novel Dalam Kepalaku, Kamu Milikku.
Jujur, menulis novel ini seperti membuka kembali luka lama yang selama ini aku kira sudah sembuh. Tapi ternyata, tidak benar-benar sembuh. Ada banyak kenangan dan rasa sakit yang kembali menghampiri saat aku menuliskan setiap kalimatnya. Karena sebenarnya, cerita ini bukan hanya fiksi. Ia lahir dari pengalaman nyata yang pernah aku jalani sendiri.
Beberapa waktu lalu, aku pernah berjuang sendirian untuk seseorang yang aku sayangi. Setelah melalui masa-masa sulit itu, dia tiba-tiba datang kembali, membawa penyesalan. Kami sempat menjalin hubungan dan menjadi sepasang kekasih. Tapi hubungan itu hanya bertahan selama setengah tahun. Dan tepat di malam tahun baru 2022, semuanya berakhir.
Sejak saat itu, aku belum bisa membuka hati untuk siapa pun. Luka itu terlalu dalam, dan sampai hari ini, aku masih belajar menyembuhkannya pelan-pelan. Awalnya aku pikir dia sudah bahagia dengan orang lain, tapi ternyata tidak. Sejak kami berpisah, dia tidak pernah dekat dengan siapa pun lagi. Bahkan, setiap setengah tahun sekali, dia selalu mencoba menghubungiku lagi dan mengajak untuk kembali.
Tapi setiap kali aku bertanya, "Apa kamu bisa berubah? Bukan untuk aku, tapi untuk dirimu sendiri?"
Dia selalu menjawab dengan ragu. Dan di situlah aku tahu, aku tidak bisa kembali padanya.
Aku tahu banyak dari kalian mungkin bisa merasakan hal yang sama—cinta yang tulus, perjuangan yang sepihak, dan luka yang butuh waktu lama untuk pulih. Terima kasih sudah menemani aku melalui tulisan ini. Terima kasih karena telah menjadi tempat di mana aku bisa menumpahkan isi hati.
Semoga kalian yang juga sedang berjuang bisa menemukan versi bahagia kalian sendiri.
Dengan penuh cinta,
syi_ly