SECOND

1 3 0
                                    

Bukankah saat kita mendengar kata 'pulang' maka tempat yang akan terlintas di kepala adalah sebuah rumah? lalu bagaimana jika bangunan yang kita sebut sebagai rumah tidak memberikan sebuah kenyamanan, masih pantaskah menjadi tempat berpulang. Bagi Mozza rumah bukanlah berarti sebuah bangunan kokoh, terkadang seseorang bisa menjadi sebuah rumah tempat yang ia tuju ketika ingin pulang. Maka, Dhavy adalah jawabannya. Laki-laki bertubuh jangkung dan agak kurus yang selalu ia temui setiap harinya. Raut wajahnya yang selalu tenang namun memiliki banyak rahasia, selalu membuat orang di sekitarnya penasaran. Jika laki-laki bernama Qadhavy menjadi tempat Mozza untuk pulang, maka panti asuhan ini adalah bangunan yang akan Mozza anggap rumah. Karena, Dhavy sudah tinggal di panti sejak usia lima tahun. Saat orang tuanya dengan tega membuangnya entah karena alasan apa yang tak diketahui Dhavy.

Sebenarnya, ada beberapa orang yang dulu ingin mengadopsi Dhavy. Tapi Dhavy menolak dan hanya ingin tinggal di panti asuhan sampai kapanpun. Alhasil, seorang wanita murah hati bernama Ibu Fatma yang merupakan pemilik Panti Asuhan ini berbelas kasih mengangkat Dhavy sebagai anaknya dan menjadikannya sebagai penerus pengurus panti asuhan disini. Walaupun dia tumbuh dan besar di panti, Dhavy terkenal baik hati, ya tapi hanya pada  orang-orang yang dia sayangi. Selebihnya, dia akan menjadi Dhavy yang irit bicara dan dingin. Sementara Mozza, dia juga punya kehidupan yang cukup rumit di keluarganya. Makanya dia lebih suka singgah lama-lama di panti untuk bertemu Dhavy.

~•~

Tiga bulan yang lalu...

Jari-jari Mozza menari di atas keyboard laptop, menyusun rangkaian kata menjadi sebuah cerita yang indah. Sudah beberapa buku karya Mozza terbit bahkan sampai best seller. Namanya cukup dikenal sebagai penulis yang produktif berkarya. Tempat favoritnya adalah halaman panti, yang biasanya ramai oleh anak-anak dan tingkah Dhavy. Tapi entah kenapa, hari ini halaman panti sepi bahkan Dhavy belum menampakkan dirinya. Bu Fatma bilang mereka semua sedang pergi namun tidak tahu kemana. Sementara menunggu Dhavy dan anak-anak panti, Mozza semakin larut menulis cerita di laptopnya. Hembusan angin yang menerpa wajahnya membuat rambut Mozza yang tergerai menjadi berantakan. Tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi antusiasnya saat menulis cerita.

Seorang anak panti datang dan menghentikan aktivitas Mozza, ia memakaikan sebuah mahkota bunga ke kepala Mozza. Perlahan satu-persatu anak panti berdatangan, masing-masing mereka membawa setangkai mawar palsu dan menyerahkannya kepada Mozza. Petikan gitar terdengar semakin kencang seiringan dengan seorang laki-laki yang muncul dari balik ruangan yang ada di depan Mozza.

Play on mulmed~

" Aku disini.. di atas awan...
Aku tertawan ...paras cantik rupawan"

Dhavy datang menyanyikan sebuah lagu dengan gitarnya.

" Tak jemu-jemu...aku memandang...
Ingin ku merayu dengarkan aku berlagu."

Mozza mematung saat Dhavy bernyanyi di depannya dikelilingi anak-anak panti.

" Baru aku mengerti...artinya bidadari...
Sejak di hari ini jumpa kamu di sini..."

Dhavy mengakhiri nyanyiannya. Suaranya yang merdu membuat Mozza terpesona. Tatapannya yang lekat membuat pipi Mozza bersemu. Perlahan sebuah lengan terulur menggenggam tangan Mozza.

"Tepat 19 tahun yang lalu, sepertinya Tuhan sedang begitu bahagia. Ia menurunkan seorang bidadari untuk lahir ke bumi. Sepertinya Tuhan mengirimmu ke sini untuk menjadi bagian dari kisah hidupku. Untuk menjadi payungku saat hujan turun, dan menjadi pelangiku saat hujan reda. Sekarang, di usiamu yang ke 19 tahun. Tepat di hari ini, saat ini juga tolong ingat selalu ada seorang laki-laki bernama Qadhavy tengah berdiri di depanmu, katanya dia mencintaimu. Laki-laki bernama Qadhavy telah mencintai seorang bidadari bernama Mozza."

Perkataan terakhir Dhavy, membuat sebuah pelukan Mozza menghambur. Keduanya saling menyambut hangat pelukan itu. Semuanya disaksikan oleh penghuni panti disini, dan Tuhan menjadi saksinya. Hari ulang tahun termanis untuk Mozza.

"Kok, mawarnya palsu si Dhav?"
Pertanyaan Mozza mengakhiri sesi pelukan manis mereka.

"Lambang kalo perasaan aku nggak ada matinya"

~•~

Sejak tiga bulan lalu, sejak saat itu Dhavy menjadi takdir manis untuk Mozza. Menjadi sebuah hadiah ulang tahun dari Tuhan. Semoga saja Tuhan terus menulis nama Dhavy dalam skenario hidup Mozza. Setidaknya untuk sementara ini. Dan nanti biar kami rayu Tuhan untuk tidak merubah takdir mereka berdua.

" Kalaupun nanti aku harus pergi, harus dia yang menjadi kembali ku."
-Mozza.

" Kalaupun nanti aku harus pergi, tetap dia yang menjadi payung dan pelangi terakhirku."
-Dhavy.

___________________________
Happy Reading Luuvv!!!

Jangan lupa tinggalkan jejak, kalo kamu sayang <3 <3

See you boobyee !
Salam,
Lovanti.

Another PlutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang