FIRST

3 4 1
                                    

"Inhale"

"Exhale"

Tarik napas, sampai rasanya dada terlalu sesak. Sedikit lagi. Melangkah sedikit saja maka besok akan berubah. Pelipisnya mulai berkeringat, tangan yang sejak tadi mengepal mendadak dingin. Rasanya tubuh itu mendadak mematung seiring dengan mata yang ia paksa untuk terus memejam. Perlahan ia membuka mata, menatap ke depan melihat gambaran kota hujan saat malam hari.
Hanya ada hiruk pikuk manusia di jam pulang kerja, tak ada yang sadar di atas sini ada seorang gadis berdiri di ujung rooftop. Menggantungkan seluruh beban kehidupannya. Bergerak sedikit saja maka semuanya selesai. Sepertinya di bawah sana tak akan ada yang peduli. Mungkin mereka yang jadi bagian hidupnya tak menyadari kepergiannya. Semakin lama jantungnya makin berdebar kencang melebur dengan ketakutan yang semakin memuncak. Hanya ada satu yang akan menghentikannya.

"Mozza turun !"
Ucap seorang laki-laki bertubuh tinggi yang menyebut nama gadis itu dengan jengah. Sementara yang di panggil hanya bergumam tanpa menuruti. Padahal ketakutan sudah menguasai tubuhnya.

Brukk~

Dhavi menarik satu lengan Mozza berusaha menjatuhkannya ke belakang. Alhasil, sebuah tubuh menimpa Dhavy hingga terbaring ke tanah.

"Dhavy...aku udah dapet ide buat bikin ending novel baru aku yeay !"
Itulah kalimat yang dia ucapkan setelah mencoba sensasi berdiri di ujung rooftop gedung dan menimpa laki-laki bernama Qadhavy.

"Lain kali bilang aja 'Dhav dorongin aku dari lantai atas dong mau tau sensasinya' dan dengan segenap hati bakal aku lakuin" jawab Dhavy dengan sarkas.
Setelah mengatakan itu, Dhavy menarik tangan Mozza untuk keluar gedung.

" Pelan-pelan dong mas jangan KDRT please"
Mozza dan segala dramanya. Selain hobi menulis cerita yang isinya si tokoh sakit keras, depresi, alter ego sampai bunuh diri, atau segala hal yang berbau sad ending. Kelainan Mozza adalah suka mendramatisir keadaannya. Sementara Dhavy yang selalu menjadi korban atas segala tindakannya masih punya stok kesabaran yang mungkin tidak ada batasnya untuk Mozza.

Motor tua Dhavy yang antik sudah terpakir sendirian menunggu pemiliknya. Boncengannya pun hanya boleh diduduki oleh Mozza. Tak ada orang selain Mozza yang diizinkan Dhavy untuk duduk berdua di atas motor antik itu.
"Motor ini antik, sama kaya Mozza."
Itu yang selalu dikatakan seorang Qadhavy.

Jika malam adalah sebuah batas untuk menutup hari, maka biarlah berkendara dan pembicaraan di atas jok motor menjadi penutup hari untuk keduanya. Dan, untuk berbagai tanya yang menjadi misteri akan hari esok, sementara kita simpan dalam benak. Atau biarkanlah ia sesekali berkeliaran memenuhi isi kepala. Kelak esok atau nantipun sebuah jawaban sedang menanti menghampiri untuk memberi sebuah kepastian ataupun keputusan.

Sementara kita saling berbisik, semesta menjatuhkan takdir menjadi sebuah jawaban.

_________________
22/12/2020
Happy reading ! <3
Jangan lupa untuk komentar, dan beri krisar yang membangun.
Semoga bisa sayang sama ceritanya, karena kalo udah sayang pasti FOLLOW. <3<3<3 ~~~~
See you soon.
Salam,
Lovanti.

Another PlutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang