Bab 2

2 1 0
                                    

Mira terkejut kala mendengar seseorang menangis, segera ia mendekati bankar paling ujung yang tengah di tempati Vela.

Vela menangis tapi matanya tetap terpejam, "Ma... Mama.. Hiks hiks hiks.. Ma.." Vela bergumam terus menerus dengan menyebut Mamanya.

Mira yang memang bertugas hari ini di UKS menepuk pelan bahu Vela, "Vel... Vela.." panggilnya pelan. Tidak ada respon sedikitpun, tapi perlahan Vela mulai tenang dan tidak mengeluarkan isak tangisnya.

"Ada apa?" tanyanya pada diri sendiri. "Ada apa, Vel? Apa yang lo sembunyiin? Apa yang bikin lo jadi kaya gini? Gue ngerasa lo membatasi diri ke semua orang. Apa gue ada salah sama lo?!"Mira termenung menatap Vela, menatap bingung pada sahabat SMP nya itu.

Mira Edlyn, teman SMP Vela yang paling dekat bahkan mungkin bisa di katakan sahabat tapi, kedekatan keduanya hanya bertahan satu tahun.

Tepatnya ketika setelah libur panjang kenaikan kelas Vela hadir dengan wajah dingin, tak ada lagi senyum yang terpatri di bibirnya, sapaan teman-temannya pun hanya di balas dengan tatapan matanya tanpa senyum sama sekali.

Mira yang memang sudah dekat dengan Vela sejak mpls  ia merasa aneh, tidak biasanya Vela menampilkan mimik wajah dingin terkesan judes.

Berhari-hari berlalu hingga tak terasa sudah dua bulan Vela semakin sulit di dekati, akhirnya Mira menyerah ia hanya bisa menyaksikan apa yang Vela lakukan dari jauh tanpa niat mendekati.

Ia pun sengaja memilih satu sekolah SMA dengan Vela meskipun tidak di satukan dalam kelas yang sama.

Kembali lagi ke topik awal.

Sudah satu jam lamanya Vela tertidur, terhitung sudah tiga kali ia menangis tanpa sebab dan Mira hanya bisa menepuk pelan bahu Vela.

Pintu UKS terbuka, ada Gibran tengah berjalan kearahnya tepatnya kearah Vela.

"Belum bangun?" tanyanya seraya menaruh kantung plastik di atas meja sebelah bankar. Diatas itu terdapat hp dan tas yang Vela gunakan juga segelas air putih yang masih utuh berjaga-jaga jika Vela bangun kehausan.

Gibran menarik kursi dari bankar sebelah yang kosong, mendudukan pantatnya disana. "Sejak kapan Vela disini?" tanyanya tanpa menatap lawan bicara.

"Satu jam.. Mungkin." jawaban Mira yang terdengar ragu membuat Gibran menatapnya.

"Satu jam?" Mira mengangguk, Gibran menghembuskan nafasnya berat. "Pantes telpon gue ga di jawab."

"Telpon siapa?"

"Vela." Mira mengerutkan kening,

"Perasaan gue disini mulu, tapi ga denger dering ponsel sama sekali." kata Mira.

Gibran meraih ponsel Vela yang tergeletak dekat roti yang ia bawa, "Di silent." jawab Gibran. Kemudian ia mulai memainkan ponsel kekasihnya, tidak ada yang spesial di hp Vela hal yang mencurigakan juga tidak ada.

Tapi ada satu pesan yang baru masuk lima belas menit lalu dari nama Suster Mega. Pesan itu mengatakan bahwa ia hari ini di pindah tugaskan ke RS di luar kota dan ia sudah menyuruh suster yang bernama Santi untuk berjaga.

"Emang lo gak tau Vela disini?" pertanyaan Mira membuat Gibran menaruh kembali ponsel Vela, meskipun ia penasaran untuk apa Vela menggunakan jasa Suster? Siapa yang sedang sakit? Apalagi sampai mempunyai kontaknya.

"Ga." jawabnya,

"Lo tau kalo Vela dateng telat?"

"Tau, gue juga tau kalo dia dihukum suruh beresin buku di perpus. Tapi kayanya dia ga sadar disitu ada gue."

"Ga biasanya Vela dateng telat." gumam Mira yang di balas anggukan Gibran.

"Lo bolos?"

"Menurut lo?"

"Lo tadi bilang nelpon Vela? Emang dikelas ga ada guru?"

"Ijin ke toilet terus liat kelas Vela pada ricuh karena ga ada guru, makanya gue telponin eh ga ada jawaban." jawab Gibran.

"Berarti pas gue telpon lo ada di kelas dong?"

"Ngga, gue masih di jalan itu pas banget belokan kantin lo nelpon."

"Oh."

***

Bel istirahat berbunyi, Mira berdiri dari duduknya.

"Lo disini kan?" tanyanya pada Gibran. Gibran mengangguk mengiyakan.

Mira mengangguk lalu keluar dari UKS meninggalkan sepasang kekasih itu. Setelah Mira keluar, Gibran meraih tangan Vela untuk di genggamnya sesekali ia mengecup tangan di genggamannya.

Sampai saat ini Vela masih betah menutup matanya, ia juga melihat Vela terisak tadi secara tiba-tiba.

"Ada apa, bee?" tanyanya seraya menaruh tangan Vela pada keningnya.

"Mama.." gumaman itu membuat Gibran segera mengelus surai Vela, tapi tidak membuat Vela tenang. Terbukti sekarang Vela membuka kelopak matanya yang sedikit sembab dan memerah.

Ia mengedarkan pandangan dan berhenti kala ia menatap sang kekasih tengah menggenggam tangannya.

"Kamu... Sejak kapan disini?" pertanyaan itu keluar dari bibir Vela dengan suara serak khas bangun tidur.

"Udah lama." jawab Gibran singkat.

Vela mengangguk lalu memposisikan untuk duduk dengan sigap Gibran membatu Vela.

"Mau minum?" tanya Gibran di balas gelengan Vela.

"Kamu ga makan?" tanya Vela setelah ia meraih ponsel dan melihat jam yang menunjukan pukul 10:05 Am, waktu istirahat.

"Harusnya aku yang nanya, kamu tadi pagi sarapan?"

"Sarapan sama makan beda kali. Kamu mah ga nyambung ih." jawab Vela dengan logat sunda yang di buat-buat. "Ya udah atuh. Kalo pun belum juga kan udah lewat jam nya." lanjutnya.

"Yaudah, nih makan! Abisin." Gibran menyerahkan kantung plastik yang ia bawa tadi ke atas paha Vela.

"Kamu mah orang baru bangun disuruh makan, aneh."

Gibran mengerutkan kening bingung, "Emang ada larangan orang bangun tidur ga boleh makan?" tanyanya.

"Tau ah." Tiba-tiba Gibran meraih ponsel di genggaman Vela, "Apa sih?" tanyanya sewot.

"Aku nunggu kamu lama loh, masa pas kamu bangun aku di cuekin!!" Gibran memasukan ponsel Vela kedalam saku celana abu yang tengah ia pakai.

"Aku ga nyuruh kamu tuh buat dateng kesini."

"Terus pas aku tau pacar di UKS lagi tidur sambil nangis-nangis aku diem aja, gitu?" sontak Vela menatap Gibran dengan raut terkejut tapi kemudian ia menormalkan kembali ekspresinya.

"Siapa yang nangis?" tanya Vela pura-pura bingung.

"Emang cewek aku berapa? Dua? Tiga? Kan cuma kamu, bee."

"Kirain ada banyak." ceplos Vela sembarangan, Gibran pun tak segan menyentil dahi kekasihnya, "Aw.. Ish ga punya perasaan emang, orang baru bangun bukannya di baik-baikin malah di jahatin mulu dari tadi." oceh Vela.

"Kamu bangun tidur bukan bangun dari koma." kata Gibran membuat Vela mendelik kesal.

Vela segera turun dari bankar, memakai sepatu kemudian meraih tas tapi ketika ia ingin meraih hoodie tangannya di tahan Gibran, "Mau kemana kamu?"

"Kelas."

"Ga usah, sini aja. Udah aku izinin kalo kamu sakit tadi."

"Itukan tadi." Gibran menatap kekasihnya tak suka,

"Tanggung bee, ini istirahat. Dua jam lagi juga udah bubar, udah kamu mending sini." Gibran berdiri dari duduknya kemudian mendorong Vela agar duduk kembali diatas bankar.

Vela menurut saja, toh mereka berdua memang jarang untuk bisa quality time.

***

Dark HodieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang