Prolog

4 2 2
                                    


"Vela, Papa akan ambil alih perusahaan Mama mu untuk sementara."

Vela yang sedang mengatuk-atukkan sepatunya di lantai kini mendongak kala mendengar penuturan pria paruh baya di hadapannya yang tak lain adalah Hendri-Ayah Vela, dengan seorang wanita dewasa berpakaian glamor yang terus menggelayuti Ayahnya.

Vela awalnya bingung dengan ucapan yang di maksud sang Ayah tapi, sedetik kemudian ia mengangguk kecil tanda ia paham.

Vela meraih ransel yang ia sampirkan di punggungnya kemudian membuka dan mengeluarkan dompet, kunci mobil beserta hp yang pernah di belikan oleh Ayahnya. Ia meraih telapak tangan sang Ayah, "Ambil semua yang pernah Anda berikan pada saya dan Mama saya. Saya tidak sudi memakai barang yang sudah di berikan pada saya lalu di minta kembali." ujarnya.

Hendri tak mengerti yang di maksud putrinya, ia pun hendak mengembalikan barang yang ia belikan untuk Vela tapi segera di tepis olehnya.

"Vela, apa maksud kamu? Papa hanya ingin membatu kalian. Mama kamu sedang sakit dan perusahaan tidak ada pemimpin," ujarnya "Memangnya kamu mau perusahaan bangkrut? Terus biaya rumah sakit Mama kamu siapa yang bayar? Papa?"

"Mas."

Teguran itu membuat Hendri menoleh kearah istrinya, "Aku gak bermaksud seperti itu." katanya lembut kemudian ia menoleh pada putrinya untuk memberi pengertian. "Bagaimana, sayang? Papa hanya akan sementara hingga Mama kamu benar-benar pulih, setelah itu Papa akan kembalikan perusahaan pada Mama kamu." lanjut Hendri pantang menyerah membujuk putrinya.

"Terserah, mau di ambil semua juga saya gak peduli." ujar Vela acuh.

"Baiklah, Papa akan ambil alih perusahaan untuk semetara waktu setelah itu Papa kembalikan pada kalian." senyum istri dari Ayahnya itu mengembang seketika dan memandang remeh pada Vela.

Vela tersenyum miring melihat itu, "Hmm." gumam Vela dengan malas.

Hendri menyodorkan tangannya yang terdapat barang dari Vela tapi hanya mengambang di udara saat Vela bertutur demikian.

"Sudah saya katakan, saya tidak sudi menerima barang lalu di minta kembalikan dari Anda. Silahkan pergi dari sini."

"Vela ini milik kamu, punya kamu. Papa gak berhak mengambil barang yang sudah Papa berikan."

"Silahkan pergi dari sini." ujar Vela dengan malas, ia sudah terlalu muak dengan kedua orang yang berada di depannya ini.

"Vela, Papa hanya meminta sementara menggantikan Mama mu, bukan berarti Papa meminta kembali apa yang sudah Papa berikan pada Kalian." Hendri akhirnya mengerti dengan kata-kata yang di ucapkan oleh Vela tadi.

Suster yang baru keluar dari salah satu ruangan ia hentikan, "Maaf sus, bisa bantu saya?" tutur Vela.

Suster itu mengangguk, "Iya ada apa, Mbak?" tanya suster itu.

"Tolong bawa keluar dua orang ini, mereka menganggu istirahat pasien." Vela menunjuk dengan dagunya pada Hendri dan Rika-istrinya.

"Vela, apa maksud kamu?" Hendri yang awalnya biasa saja kini emosi mendengar penuturan Vela yang katanya mengganggu istirahat pasien.

"Maaf, Bapak dan Ibu tolong keluar. Jika memang ada urusan yang harus di selesaikan, selesaikan di luar saja. Jangan sampai mengganggu pasien." ujar suster itu menatap pada Hendri dan Rika.

"Kalo punya kuping masih berfungsi, silahkan keluar." tidak ada emosi dalam ucapannya hanya terkesan dingin yang di ucapkan oleh Vela.

"Vela-."

"Maaf, pak silahkan keluar atau mau saya panggil security?" belum selesai Hendri berbicara tapi sudah di potong oleh suster.

"Dasar anak gak tau diri." Rika yang awalnya hanya menegur pada sang suami, kini menatap emosi penuh kebencian pada Vela yang sudah berani mengusir dirinya dan sang suami.

Rika menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki Vela, kemudian mendengus tersenyum miring. "Lihat? Sepatu yang kamu pakai bahkan itu uang dari suami saya. Ayo, Mas."

Vela masih tetap tenang dengan posisinya walaupun dirinya sangat ingin menghancurkan wajah Rika.

Hendri pun mendengus tapi terpaksa beranjak karena tarikan sang istri.

Perlahan keduanya pergi, Vela membungkuk membuka sepatu yang tengah ia pakai lalu tanpa aba-aba ia melemparkan tepat pada kepala Rika dan Hendri. Is tersenyum miring melihat Ayah beserta istrinya itu tengah mengusap-usap bagian yang terkena kelaparan sepatunya.

"Bawa tuh sepatu, gue gak butuh sepatu butut kaya gitu." teriak Vela kala Rika melihat kearahnya. Sedangkan Hendri masih dengan wajah merahnya menahan amarah akibat kelakuan Vela yang kurang ajar.

Dark HodieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang