8. THE DOCTOR SAW HER CRYING

3.8K 307 8
                                    

Terima kasih sudah mampir!


***

Usai makan malam di sebuah restoran bintang lima, Tama membawa Gracia ke toko perhiasan untuk memilih langsung cincin pertunangan mereka. Meski tidak bertunangan secara resmi disaksikan banyak undangan dan memilih untuk langsung menikah bulan depan, awal Desember, tetap saja Tama ingin ada simbol yang menandakan bahwa mereka jelas terikat dalam sebuah hubungan serius. Dia lelaki matang, komitmen paling serius tentu ada di jenjang pernikahan. Dan dia ingin menjalankan niatan tersebut bersama seorang Gracia Cantika Lukman.

Mata sayu Gracia terfokus pada sepasang cincin emas putih bertabur berlian. Dia ingin cincin itu, tapi tidak enak hati karena sudah pasti harganya mahal sekali. Kembali melihat-lihat ke arah kotak cincin lain, tapi kembali lagi matanya mencuri pandang ke cincin pilihan hati. Tama mengetahuinya, tapi menunggu Gracia untuk mengatakan. Lelaki itu bahkan sudah mulai tidak nyaman karena petugas perempuan yang berada di balik etalase sering mencuri pandang padanya.

"Tunjuk saja mau yang mana, Grace."

Gracia mengulum bibir, lalu berbisik pelan, "Mas saja yang pilih, ya."

Tama dibuat gemas. Dia lalu menunjuk sepasang cincin yang sudah mencuri perhatian Gracia sejak awal. Ada sentakan terkesiap dari samping, membuat sudut bibirnya sedikit tertarik. Tanpa harus menoleh, sudah bisa ditebak bagaimana reaksi Gracia saat ini.

"Untuk pengukiran nama, mau ditunggu atau dijemput besok, Pak, Bu?"

"Kira-kira berapa lama kalau ditunggu?" Tama menjawab secepat pertanyaan itu datang.

"Hm, sebentar, ya, Pak. Saya tanya ke Pengukirnya dulu." Perempuan muda itu bergegas ke belakang dan balik tidak sampai satu menit. "Kurang lebih bisa setengah jam, Pak. Berhubung ada satu orang Pengukir yang sedang kosong."

"Baik. Kalau begitu kami kembali setengah jam lagi." Gracia membalas dengan lembut. Dia menuliskan namanya dan Tama di kertas identitas, lalu beranjak setelah pembayaran diselesaikan oleh kekasihnya—tunangannya.

"Kenapa?" tanya Tama saat Gracia tiba-tiba berhenti di depan toko sepatu.

"Kita masuk sebentar, Mas. Ada sepatu yang sudah lama diinginkan Angel. Kemarin dia ikut nonton sinetron—yang entah kenapa Ibuku suka banget nonton siaran nggak jelas itu—terus minta satu." Gracia menunjuk satu sepatu pada pramuniaga yang berjaga, lalu menanyakan ukuran yang pas dengan kaki putrinya.

"Kamu nggak larang Angel?"

"Udah, Mas. Tapi, ibuku senang banget pelukin cucunya pas lagi nonton. Mau direbut nggak mungkin juga, Mas."

Tama mengangguk paham. Orang tua di negaranya ini entah mengapa memang suka sekali menonton sinetron yang tidak mendidik. Terlebih lagi mengajak anak-anak ikut serta. Saat Gracia mengambil dompet, Tama sudah lebih dulu mengulurkan kartu ke kasir. Dia menahan tangan Gracia agar tidak protes. Terlebih juga ada dua sepatu untuk si kembar juga di antara tiga kantong tersebut.

"Please, kamu jangan turunin harga pasar laki-laki dengan cara keluarin dompet di depan kasir."

Mendengar itu membuat Gracia tertawa. Tama memang berucap pelan saat mereka sudah berada di luar toko, tapi tetap saja terdengar jelas di telinganya. Wajah Tama memberengut dengan sedikit tarikan di sudut bibir melihat tawa kekasihnya. Dia suka melihatnya. Rasanya ... seperti dia benar-benar kembali terlahir.

"Grace...."

Panggilan itu membuat tawa Gracia terhenti. Kepala perempuan itu berputar cepat pada sumber suara. Begitu juga dengan Tama. Ada seorang laki-laki menggandeng anak perempuan berusia kira-kira enam tahun di kanannya. Ada tatapan terkejut juga rindu penuh cinta di sana.

LOST INSIDE YOUR LOVE (✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang