(1) : Temu Melahirkan Pertanyaan Baru

5 0 0
                                    

Jakarta, 19 Oktober 2018 

di dalam metromini dengan channel radio favorit.

-

Namanya kenangan. Dia suka sekali keluar-masuk tanpa salam.

Kadang, dalam sendiri saat kita meratapi hal-hal yang sudah terjadi, kenangan sedih dan menyenangkan bertukar tempat silih berganti.

Ya namanya juga kenangan. Diredam dia tumbuh, dibiarkan dia layu.

Tapi tenang saja, lusa-lusa rasanya pasti kelar. Asal kenangan tidak menghambat perjalanan sepekan ke depan.

Em, Jakarta pasti sedang macat ya? Dengan begitu yang namanya kenanangan rebutan tempat di ruang ingatan? Jangan dilanjutka, ya. Lepaskan dan saatnya kita dengarkan Coldplay: Up & Up.

        🎶 Fixing up a car to drive in it again

        Searching for the water, hoping for the rain

        Up and up

        Up and up 

        Awan buru-buru melepas kabel earphone dari telinganya. Kesal. Rangkaian kata di channel radio itu berbeda, indah dan rapi, memberi kesan bahwa Senin pagi yang muram ini pantas dinikmati sama-sama. Seperti tidak banyak mau, mereka hanya menyajikan apa yang ingin Awan dengar. Tapi pagi ini, kenapa harus memutar lagu menghentak, sih?

        Baru saja Awan hendak memejamkan mata dan berharap metromini tiba-tiba sudah sampai di halte kampus, suara ribut membuatnya menolehkan kepala. Seorang bapak bertubuh tambun mengumpat pada seorang laki-laki berseragam SMA. Tatapan anak ini lesu, dia kemudian menunduk, bingung harus mengatakan apa.

        Bukan lagi hal mengejutkan bahwa setiap pagi metromini selalu sesak. Anak sekolah, kuliahan, bapak-ibu pekerja, bahkan tukang entah apa ramai-ramai menumpang dalam satu kotak di jalan raya. Sebenarnya suasana sendu di metromini, untuk Awan yang sudah mendapat bangku di samping jendela, cocok sekali untuk tidur. Meski nanti di kampus perempuan itu masih bisa bersantai di mana saja. Kelasnya masih dua jam lagi.

        "Nggak tahu ih, itu si masnya nggak kasihan apa lihat ibu hamil begitu."

        "Hatinya mati, mereun."

        Awan mengernyit. Padahal si mas itu kan lagi tidur, mana tahu ada ibu hamil berdiri di metromini?

        Daripada suasana makin tidak jelas karena si bapak mulai tidak sabar dengan emosinya, Awan berdiri.

        "Di sini saja, Ibu."

        Niat Awan terhenti. Bukan, itu bukan suara Awan. Tapi dari seorang laki-laki yang duduk tidak jauh darinya. Dia menawarkan kursinya untuk si ibu hamil. 

        "Mbak, mbaknya mau turun?"

        Awan terkejut. Dialihkan pandangannya dari si laki-laki ke seorang bapak dengan jubah parkir di tubuhnya. Dia mengira Awan hampir sampai di tujuan, padahal kan dia berdiri untuk menawarkan kursi pada si Ibu. Ingin menolak dan melanjutkan tidur, tapi bagaimana lagi? Masa sampai hati sih Awan mengabaikan bapak tukang parkir itu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Awan [biru yang berpijak pada Langitnya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang