Hujan pagi ini benar-benar menyakitkan. Dinginnya menyadarkanku tentang suatu hal. Bahwa bagian terburuk dari perpisahan adalah kenangan. Mungkin bagimu berpisah denganku adalah sebuah kebebasan. Tapi bagiku, perpisahan selalu jadi trauma yang sulit kukendalikan. Bagaimana patahnya aku, bagaimana remuknya perasaanku, kau tidak bisa merasakan.
Memahami bahwa kau tidak lagi di sini, ternyata semenyakitkan ini. Menyadari ada yang lain di hari-harimu, ternyata membuatku seremuk ini. Bukan.. Bukan aku tidak bisa menerima kenyataan saat ini, hanya saja hatiku belum sepenuhnya rela ada tubuh lain yang kau peluk suatu hari nanti. Bodohnya, aku memang lemah jika dihadapkan dengan hal-hal yang begitu aku cintai.
Tapi terlepas dari semua itu, aku memahami satu hal. Bahwa kepergianmu membuatku banyak berterima kasih. Salah satunya tentang bagaimana aku harus tahu diri. Patah hatiku adalah urusanku. Salahku yang terlalu dalam memberi rasa di tahun-tahun sebelumnya. Hingga aku lupa, bahwa takdir akan berjalan sebagaimana dia mau, bukan sebagaimana mauku.Terima kasih telah membuatku tahu diri. Bahwa aku ternyata belum mampu membuatmu cukup. Bahwa aku ternyata tidak seperti harapanmu. Juga aku yang terlalu banyak kekurangan, untuk kamu yang selalu mendamba kelebihan.
Aku baik-baik saja, karena aku menerima segala keputusan yang Tuhan berikan di hidupku. Sakit memang. Tapi aku bisa apa? Aku tidak lagi bisa bergerak bebas. Bahkan untuk sekadar mengungkapkan aku tidak pernah menginginkan kita seperti ini.
Tapi begitulah tangan Tuhan bekerja, suka tidak suka, mau tidak mau, aku harus menerima semua itu.[Medan, 11.59]

KAMU SEDANG MEMBACA
Sudah Hati-Hati, Tetap Saja Dikhianati
Короткий рассказ"Doa-doa akan berpilin di langit. Sebab ada air mata yang ditabung saat mata-mata terpejam. Terima dan tunggu saja; karmamu."