**Berangkat Mondok**

22 2 1
                                    

Namaku Najlatul Hilma, biasa dipanggil Hilma. Kata orang aku adalah putri seorang kiai. Dari kecil hingga sekarang banyak orang yang menghormati-ku, mungkin sebab nasabku.

Suatu ketika orang tua-ku berkata "Nak, saat ini mungkin kamu dihormati sebab nasabmu, namun suatu saat kala Abah dan Ummi tidak ada, kala kamu besar nanti.. kamu dihormati bukan karena nasab tetapi karena ilmu dan adab". Sebuah kalimat yang aku jadikan alarm disetiap langkah kaki agar aku tak tinggi hati, juga sebagai penyemangat saat capek dan malas melanda di tumpukan tugas madrasah.

Ummi : "Hati-hati ya Nak, jaga diri baik-baik. Jangan lupa untuk selalu semangat dan rajin. Ingat! Diniati tholabul 'ilmi cari Ridlo-Nya Gusti Allah."

Aku : "Nggih Ummi.."

Hari ini adalah hari pertamaku di bulan Syawwal menata niat untuk berangkat mondok ditahun ke-4, tholabul'ilmi mencari Ridlo-Nya dan semoga selalu mendapat barokah disetiap langkahku. Aku yang diantar Abah Ummi dan abangku untuk berangkat mondok. Mengantrii.. iya sangat mengantrii, banyak santri-santri dari seluruh penjuru Nusantara yang datang.

Oh iyaa.. ini abangku, namanya Ahmad Zahid. Ini Abang kedua-ku, biasa kusapa Bang Zahid. Dia juga mondok denganku, seunit sih.. eittsss tapi pondoknya beda antara laki-laki dan perempuan. Tahun ini, dia udah kelas 3 Aliyah.

Untuk abangku yang pertama, mulanya sepondok dengan Bang Zahid. Tapi sekarang, dia udah selesai dan jadi khodim-nya Abah. Dia biasa kupanggil Bang Muh, namanya sih Muhammad Mubarok. Well, waktu Bang Zahid lulus SD dan hari pertamanya mondok yang bantu-bantuin dia juga Bang Muh. Saat itupun Bang Muh udah tinggal ngabdi aja gitu. So, hari ini tinggal nganter aja belionya.

Detik perdetik terus berlalu, hingga akhirnya Abah Ummi memutuskan untuk pulang setelah sowan.

Tepat pukul 12:35:27 Abah Ummi pamit, juga Bang Muh. Terasa berat, namun momen ini pasti terjadi, tak bisa dihalau. Aku yang berusaha membendung air mata ini, namun apalah daya.. air mata ini mengalir dengan tenangnya. Walaupun momen seperti ini juga telah aku lalui bertahun-tahun. Kutengok Bang Zahid dengan wajah tanpa ekspresi sedang berdiri disampingku, yahhh memang dia sudah kebal dengan momen ini.

Sekali lagi aku mendengar ucapan Ummi tadi, diulang kembali olehnya.. . Dan ucapan itu Ummi tutup dengan kecupan manis, dan sepenggal kata..

Ummi : "Assalamu'alaikum.."

Aku dan Bang Zahid : "Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh, atos² mii bah.."

Abah Ummi pun masuk mobil, yang telah siap tiga menit lalu. Mobil dengan plat  B 4 AY mulai terlihat semakin kecil, aku hanya bisa menatap dengan ikhlas dan selalu berusaha mengingatkan diri atas nasihat Ummi.

Dengan tatapan berat itu, tiba-tiba... ada yang menepuk pundakku dan berucap dengan suara keras di telingaku..

"Wes woii, wes gede.. bolak-balik ditinggal kok panggah aee. Hhhh"

" :) ", Jawabku.

Bang Zahid pun berkata, "Wes ndang mlebu. Sesok insyaa Allah tak tumbasne baso bakar, tak titipno keamanan."

"Oke syiiiaaappp", jawabku.

Baso bakar adalah jajanan favoritku saat dipondok. Itupun hanya ada didagangan luar pondok, dan yang bisa beli hanyalah mereka-mereka yang bisa keluar pondok, seperti pondok putra. Untuk pondokku, tidak boleh keluar kecuali ada sambangan ataupun urusan.

Aku pun berpamitan, mengecup tangan Bang Zahid dan bergegas masuk pondok.

SEBATAS MUSTAHIQ || PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang