Keluarga

41 1 0
                                    

Disebuah kamar yang sederhana dengan berisi barang-barang yang cantik layaknya kamar seorang gadis remaja, terlihat wanita yang sedang tertidur lelap. Begitu damai tergambar dari pancaran wajahnya, namun dia harus terusik oleh panggilan merdu seorang wanita cantik yang diperkirakan berusia berkepala empat dan wajahnya mirip dengan wanita yang sedang tertidur itu.

“Hasu sayang bangun, lihatlah! Hari sudah menjelang pagi. Bukankah kamu belum shalat subuh dan harus berangkat sekolah?” suara lembutnya terngiang ditelinga wanita yang dipanggil Hasu tersebut.

“Mmm…” gumamnya yang terlihat belum sadar dari tidur lelapnya.

“Ayolah, bangun Hasu!” ibunya terus berusaha untuk membangunkan wanita yang dipanggilnya Hasu. Dari mulai mengusap rambut, mencubit pipi sampai meniup telinganya namun tetap saja hasu tak bergeming sedikitpun. Dan kali ini ibunya membangunkan dengan cara berteriak disebelah kuping Hasu.

“Hhh, (menarik napas dalam-dalam). HASU MIZUMI….” Teriakan itu sangat keras hingga menggetarkan kamar tersebut dan sukses membangunkan Hasu dari tidur lelap dengan tidak elitnya.

“Ada apa… ada apa… di sini Hasu Mizumi siap membantu anda”. Hasu yang terperanjat kagetpun langsung duduk tegap dan berkata yang tidak jelas membuat ibunya cengok seketika.

“kamu ini, kapan dapat menghilangkan kebiasaan burukmu bicara gak jelas seperti itu sih? Haduh… ayo cepat bangun!”. Ibu menatap bosan anaknya dengan berdecak pinggang.

“Huaahh… ibu memang ini jam berapa sih? Paling juga masih jam empat pagi”. Ucapnya sambil kembali merebahkan tubuhnya untuk tidur.

“Oh, benar sekali sekarang masih jam empat pagi, coba saja kau lihat jam itu”. Tunjuknya ke arah jam yang ada di atas dinding yang bercat warna biru muda. Dan kaasan kembali berdecak pinggang dengan mengetuk-ngetuk kakinya ke lantai. Lalu Hasu pun mengikuti perkataan ibunya untuk melihat ke arah jam dinding itu.

“Baiklah, akan aku buktikan bu. (Hasu pun melirik dengan wajah masih ngantuk). Tuh kan masih jam empaa-,” perkataannya berhenti setelah sadar bahwa jam itu tidak beres. “…” “Loh, bu kenapa jamnya kecepetan. Harusnya kan masih jam empat, tapi kenapa sekarang sudah jam setengah enam ya?” kata Hasu dengan polosnya.

Karena itu, timbulah perempatan di dahi ibu yang berkedut karena menahan kesal.

“Hasu, dari tadi juga jamnya normal. Kamu saja yang bermasalah, (ucapnya pelan sekali dan berhenti untuk mengambil napas). SEKARANG MEMANG SUDAH JAM SETENGAH ENAM, DAN SEKARANG JUGA KAMU CEPAT KE KAMAR MANDI… hah, hah, hah”.

Sudah habislah kesabaran sang ibu dengan meluapkan kekesalannya. Dan hal itu menyebabkan hasu lari tergesa-gesa ke kamar mandi, alih-alih tepat sasaran dia malah mencium tembok yang tidak bersalah. Hasu pun mengusap dahinya dan bergumam tak jelas.  Lagi-lagi ibunya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kecerobohan anaknya.

“Sudahlah, ibu tunggu kamu di ruang makan bersama yang lainnya. Cepat menyusul ya!” ibu pun berlalu meninggalkan kamar itu, setelah melihat anggukan Hasu. Dan hasu berjalan ke kamar mandi masih dengan mengusap dahinya.

***

Di ruang makan.

Berkumpulah keluarga kecil di sebuah meja unik zaman dahulu dilihat dari ukiran yang terdapat di meja tersebut. Meja itu berbentuk segi pangang, dua kursi yang saling berhadapan di sisi yang pendek dan empat kursi yang berhadapan di sisi yang lebih panjang. Di atas meja tersaji makanan yang ala kadarnya keluarga sederhana, namun jangan salah rasanya ala resto yang tak kalah lezatnya. Siapapun yang menyicipinya akan merasa ketagihan yang luar biasa. Setidaknya itulah pendapat dari anak perempuan yang berusia belasan tahun, karena menurutnya tidak ada masakan yang lebih enak dari ibu tercintanya.

“Waahh… masakan ibu memang yang paling T.O.P B.G.T, selalu memancing gairahkan makanku, MARI MAK-.” Belum sempat mengambil makanan secuil pun tangan anak perempuan itu sudah dipukul oleh ibunya.

“Nanti dulu Sachi, tunggu kakakmu dulu. Jangan seenaknya ambil makan langsung hap.”

“Huh, ibu pelit. Lagi pula kakak lama banget di kamarnya. Aku kan lapar bu.”  Sachi melipat tangan di depan dadanya dengan raut muka cemberut.

“Sabar sayang, nanti kakak sebentar lagi keluar kamarnya.” Ucap kaasan sambil mengusap rambut sachi.

“KAKAK CEPETAN DONG…” Teriak Sachi.

“Bawel… aku udah ada di sini kali.” Hasu keluar dari kamarnya dan berjalan menghampiri Sachi, diapun memukul kening adiknya itu.

“Aww… kakak sakit tahu… ibu, tuh kan kakak nyebelin banget.” Muka Sachi pun tambah ditekuk saja.

“Hasu, jangan mulai lagi sayang. Ayo makan, nanti cepat berangkat.” ibu menasihati.

“Baik bu.” Jawab mereka serentak. Setelah sarapan selesai, ibu membereskan meja makan dengan membawa semua piring dan gelas ke dapur. Sedangkan Hasu dan Sachi pamit pada ibunya untuk berangkat sekolah.

***

Haah... akhirnya revisi penulisan. Semoga dengan ini kalian lebih nyaman untuk membacanya.
Ngomong ceritanya lanjut gak ya?
Pendapat kalian membantu banget buat author. Hehe

mohon reviewnya redears... :3
😆💕

PERCAYALAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang