2

6K 592 5
                                    

Carissa's POV

Jam istirahat sudah berlalu satu jam lalu, Joana masih betah duduk di sofa tunggu depan mejaku. Ia berdalih pekerjaannya sudah selesai semua. Padahal aku tau, ia hanya ingin melanjutkan ceritanya saat makan siang tadi. Mengenai gebetan barunya yang sebentar lagi akan kembali dari Melbourne.

Di tengah percakapan kami, telpon tiba-tiba berdering. Segera saja kuangkat panggilan itu, memberi isyarat pada Joana agar ia diam sesaat.

"Kinal Halim office."

"Dengan sekertaris Bu Kinal?" Suara berat terdengar di ujung telpon.

"Iya, benar. Dengan siapa saya berbicara?"

"Saya Rama, asisten Pak Lucas."

"Asisten Pak Lucas?" Ulangku. Aku terdiam sejenak, mengingat nama yang baru saja disebut laki-laki itu. Aku menatap Joana yang tengah menatapku heboh.

Bos besar! Ucapnya tanpa suara. Tubuhku langsung menegak. Bisa-bisanya aku melupakan nama pemilik perusahaan tempatku bekerja.

"Halo." Suara di ujung telpon kemudian menyadarkanku.

"Ah iya, ada yang bisa saya bantu, Pak Rama?"

"Saya mau tanya apa Bu Kinal ada di kantor. Nomornya nggak bisa dihubungi."

"Bu Kinal sedang ada meeting di Gunawarman."

Ya, Kinal pergi meeting sejak jam dua belas tadi. Itu sebabnya Joana betah nongkrong bersamaku di sini. Kalau tidak, mana mungkin kami berani mengobrol di saat jam kerja. Tapi jika dipikir lagi, kerjaan kami juga sudah selesai, si Bos tak ada di kantor. Tak ada salahnya kan mengobrol. Lagi pula, sepi juga sendirian di ruangan ini.

"Setelah meeting apa ada jadwal lagi?"

Aku memeriksa jadwal Kinal hari ini. "Nggak ada lagi, Pak. Tapi nggak tau kalau semisal Bu Kinal pergi untuk urusan pribadi setelah meeting."

"Kalau gitu tolong sampaikan ya, sore nanti Bu Kinal diminta Pak Lucas untuk menemuinya di ruangan."

"Baik."

"Terimakasih."

Lalu sambungan terputus.

"Gila lo, nama Bos besar aja lupa!" Joana langsung menyambar, kini duduk di hadapanku.

"Gara-gara dengerin curhat lo yang kebanyakan nih, jadi blank gue."

"Diihh gue lo salahin. Emang otak lo aja nggak nyampe!"

Kulempar ia dengan pulpen, ia tertawa saja.

"Eh tapi itu tadi telpon dari Pak Lucas ya?"

"Asistennya."

"Kenapa?"

"Mau ketemu anaknya."

"Oh, berarti udah balik dari US."

Dari yang kudengar, Pak Lucas memang sangat jarang ada di kantor. Paling banter berkunjung satu bulan sekali. Orang penting memang beda.

"Eh Nyet, tapi kalau Bos lo lagi nggak di ruangan gini, sepi banget dong di sini."

"Ya lo pikir kenapa gue biarin lo nongkrong di sini."

Ia terkekeh, mengambil biskuit di samping komputerku.

Mengingat ponsel Kinal tak bisa dihubungi, kutelpon saja Pak Rahmat, memintanya untuk memberitaukan pada Kinal perihal pertemuan dengan Pak Lucas sore nanti.

***

Aku baru saja akan masuk ke dalam lift saat tiba-tiba Kinal keluar dari lift sebelah. Aku diam, ia juga menatapku dalam diam. Niatku masuk ke dalam lift kuurungkan kala melihatnya.

Renjana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang