3

5.4K 609 7
                                    

Carrisa's POV

Asap mengepul dari mangkuk berisi soto betawi pesanan Edo. Di sisinya Joana sibuk mengunyah ayam sambal matah, lemon tea yang dipesannya sudah tandas. Sepertinya sambal matah itu benar-benar pedas.

"Bos lo belum balik ya Ca?"

Pertanyaan Edo kubalas anggukan. Kinal memang belum kembali dari dinas selama satu minggu di Singapore.

"Besok pagi baru balik."

"Enak dong lo, bisa bebas ngapa-ngapain."

"Enak apaan, kerjaan gue tetep aja tuh. Akhir-akhir ini malah beberapa janji pertemuan sering di-reschedule. Gue jadi harus konfirmasi lagi ke si Bos, mana dia susah banget dihubungin."

"Ah kenapa elo ya Ca yang ditunjuk jadi sekertarisnya. Kenapa nggak gue aja."

"Biar apa?" Joana bertanya.

"Ya biar bisa ketemu Bu Kinal terus." Edo menjawab dengan cengirannya.

"Dihh mana sudi Bu Kinal liat wajah pas-pasan lo tiap hari."

Aku hanya tertawa mendengar kedua sahabatku itu beradu argumen. Terlepas dari apa yang dikatakan Edo, kurasa siapa pun yang menjadi sekertaris Kinal akan mendapat perlakuan yang sama. Sama-sama dijutekin, maksudku.

"Lo nggak paham yang namanya takdir sih Jo, anything can happen."

"Takdir takdir pala lo! Masih jadi budak korporat aja ngayal lo ketinggian. Urusin tuh cicilan mobil."

Mendengar ucapan Joana, sesuatu kemudian menggelitikku. Bahwa konsep hubungan yang terjadi antara Bos dan anak buah di luar konteks pekerjaan, terlebih hubungan asmara, masih dianggap sedikit aneh. Maksudku, apa salahnya ketika dua orang yang tertarik satu sama lain menjalin hubungan. Terlepas dari status sosialnya.

"Lo bedua kalo misal jadi cowok, gue yakin juga bakal tertarik sama Bu Kinal. I mean, who doesn't want too. Look at her, cantik, pendidikan tinggi, jabatan tinggi, keluarga konglomerat. Satu paket lengkap!"

"Tapi jutek," celetukku. Kami bertiga tertawa.

Ponselku kemudian bergetar, segera kubuka pesan yang baru saja masuk.

"On my way to office. Tolong siapkan kopi."

Aku sedikit terkejut melihat pesan yang baru saja masuk. Bagaimana bisa ia tiba-tiba dalam perjalanan menuju kantor.

"Siapa sih? Muka lo kayak abis ngeliat hantu aja Ca." Barangkali Joana menangkap keterkejutan di wajahku.

"Bu Kinal. Lagi on the way kantor katanya."

"Hah, bukannya tadi lo bilang dia balik besok?"

Aku hanya mengedikkan bahu. Aku sendiri tak tau mengapa ia pulang lebih awal dari jadwal seharusnya. Padahal tak ada jadwal pertemuan hari ini.

"Nggak jadi shopping dong kita."

Aku menatap Joana yang terlihat kecewa. Kami memang berjanji untuk berkeliling mall setelah makan siang. Ia berencana membeli tas yang sudah diincarnya sejak lama. Edo juga sekalian membeli dasi baru, katanya.

"Sori banget deh. Gue juga nggak tau kenapa dia pulang cepet. Ngabarinnya mendadak lagi. Lo berdua kalau mau shopping shopping aja. Gue harus balik ke kantor."

"Lo biarin gue shopping berdua sama Joana? Makasih deh Ca, mending balik ke kantor aja!"

"Yeehh lagian shopping sama lo juga nggak asik Do. Nggak bisa dimintain pendapat."

Kubiarkan mereka berdebat. Aku segera keluar dari restoran, meluncur menuju area parkir. Mendengarkan mereka berdebat tak akan ada habisnya. Bisa-bisa Kinal lebih dulu sampai di kantor.

Renjana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang