Aku Shelomitha

2.1K 14 2
                                    

Dari Ranjang Sebelah

Kata orang, perselingkuhan terjadi karena adanya niat dari si pelakor dan tentu saja karena si tuan rumah membukakan jalan. Namun, bagiku itu salah! Ibarat warung kopi, saat si pemilik warung bisa memberikan pelayanan dan rasa kopi yang memuaskan, tentu saja si pelanggan akan betah bahkan dengan senang hati kembali.

Bagiku, seorang istri harusnya pun begitu. Mengabdikan diri dengan memberikan pelayanan yang memuaskan, entah itu untuk urusan rumah, isi perut bahkan untuk urusan ranjang. Jika sang suami terpuaskan, maka wanita lain dalam bentuk apapun tak akan dengan mudah menggoyahkan iman dan kesetiaannya.

"Kamu sudah bangun, hmm?" Sebuah sapaan tepat di belakang telinga lengkap dengan hembusan napasnya yang sangat menggoda membuat tubuhku meremang.

Tangan yang sedari tadi melingkar di pinggang, tiba-tiba menarikku lebih dekat, membuat tubuh yang sama-sama polos kembali bersatu.

Aku berbalik, menghadap lelaki yang beberapa jam lalu memberikan kehangatan tak terkira. Masih kuingat betul bagaimana tiap detik kami lewati. Setiap inci sentuhannya, setiap deru napasnya yang memburu, aku menikmatinya, menikmati setiap detik dosa manis yang kami lakukan.

"Selamat malam, Honey. Apa tidurmu nyenyak?" tanyaku seraya mengulurkan tangan membelai pipinya.

Sebuah kecupan singkat kuberikan pada bibirnya, dan tentu saja itu membuat matanya yang sedari tadi masih terpejam terbuka seketika. Senyumnya mengembang, dengan cepat pula dia membalas kecupanku, bahkan bisa dibilang lebih dari kecupan.

Dia melepaskan ciuman saat napas kami sudah sama-sama hampir habis. Hanya sebuah ciuman seperti itu saja, entah kenapa membuat tubuhku panas seketika. Tak salah memang kenapa aku begitu memujanya.

"Harusnya ciuman seperti ini diberikan pagi hari, sebagai semangat untuk menyambut aktifitas baru," ucapku saat napas sudah mulai kembali.

"Apa olahraga panas kita beberapa jam lalu kurang membuatmu bersemangat?" jawabnya dengan secepat kilat merubah posisi menjadi di atas tubuhku. "Apa perlu kita ulangi lagi?" lanjutnya dengan mengedipkan sebelah matanya.

Pipiku memanas, aku yakin dia melihat raut wajahku yang sekarang memerah. aah ... kenapa dia harus membahas hal itu? bukankah dia hafal betul aku terlalu malu untuk mengakui bahwa aku selalu merindukan sentuhannya.

"Iish ... pulanglah! Jangan habiskan tenagamu hanya di sini." Aku memalingkan wajah, menahan rasa sesak saat mengucapkan kata-kata itu. Namun, mau bagaimana lagi, aku tak selayak itu untuk menjadikan kenyamanan ini hanya untukku.

"Hei, aku akan di sini, bersamamu malam ini. jangan bersedih." Dia usap pipiku lembut, membuatku kembali menatap matanya.

"Aku lebih rela mendapatkan tamparan dari pada harus meninggalkanmu dengan keadaan bersedih," lanjutnya dengan tetap mengusap pipiku.

Mataku berkaca-kaca, merasakan haru atas ketulusannya. Lelakiku ini memang teramat mencintaiku, jangankan air mata, malaikat pencabut nyawa saja mungkin akan dia hadang jika itu berkaitan denganku.

"Aku mencintaimu," ucapnya seraya mencium keningku.

Aku memejamkan mata, merasakan ciuman yang mulai turun menuju bibirku. hasrat kembali bergelora, sentuhan-sentuhan yang mulai tak terkendali membawa kami mengulang masa-masa indah yang baru saja kami lewati beberapa jam lalu.

Bahagia ini memang sudah selayaknya untukku. Tak peduli berapa hati yang patah di sana, aku tetaplah harus menang. Sejak kecil, aku sudah terbiasa mendapatkan apapun yang aku inginkan. Sekarang pun begitu, tak peduli berapa banyak penghalang, aku harus tetap meraih impianku, meskipun itu harus menyakiti orang lain.

Aku Shelomita, tak pernah kalah.

💕💕💕

"Selamat datang kembali, Shelo. Semoga luar negeri tak membuatmu lupa adat negara sendiri." Aku tersenyum mendengar sambutan yang selalu saja wanita itu ucapkan tiap kali aku pulang.

Sedikit berlari, aku memeluk wanita yang kupanggil dengan sebutan kakak itu. Kupeluk dia dengan erat, berusaha mencairkan rindu yang telah hampir setahun membeku.

Bibir tak berhenti tersungging, tepat saat mata menemukan sosok yang sedari tadi kucari. Tetap dibalik pelukan, kulayangkan sebuah kedipan mata kepada dia yang jauh lebih kurindukan dari siapapun, terlihat dia menyunggingkan senyum, membuat hasratku yang lama meredup kini menggebu kembali.

Demi mendapatkan gelar Magister, aku rela terbang jauh hingga ke negeri Paman Sam. Status seorang pewaris tunggal salah satu pengusaha terkenal, aku dituntut untuk berpendidikan tinggi, tak heran jika luar negeri menjadi pilihan orang tuaku untuk anaknya menuntut ilmu.

Sebenarnya, Indonesia tak kalah dengan luar negeri, hanya saja demi gengsi dan nama baik, papa tak mau ambil resiko. Setelah dua tahun di negeri orang, kini aku kembali, bersama berkumpul dengan keluarga dan tentu saja melanjutkan kisah kasih yang sempat terhenti.

Setelah sejenak melepas rindu, aku memutuskan kembali ke kamar. Perjalanan jauh membuatku ingin segera merebahkan diri.

Kubuka pintu kamar yang telah lama tak berpenghuni. Suasana gelap langsung menyambut saat pintu terbuka. Belum sempat aku menyalahkan lampu, sebuah tangan telah menarikku dalam pelukan, hampir saja aku berteriak jika mulutku tak langsung dikunci oleh ciuman hangat yang telah lama kunanti.

"Kenapa lama sekali? apa kamu tak merindukanku?" bisiknya yang membuatku menyunggingkan senyum.

Dia ciumi seluruh wajah dan rambutku, tentu saja aku tak menolak karena akupun teramat merindukannya. Meskipun hampir setahun lalu aku bertemu dengannya, tapi aku selalu ingat betul aroma tubuhnya, aroma yang sudah seperti candu untukku.

"Mana mungkin aku tak merindukanmu? Andai saja bisa tentu aku akan memilih memelukmu terlebih dahulu tadi sebelum memeluk Kak Noura," jawabku seraya memperhatikannya dalam gelap.

"Aku percaya, aku percaya, Sayang," ucapnya sebelum akhirnya melabuhkan kembali sebuah ciuman penuh hasrat.

Entah apa hebatnya lelaki ini, Hingga tak ada niatku sedikitpun meninggalkannya. Dulu, aku hanya penasaran dengannya, menganggapnya mainan baru yang pantas kumiliki. Namun, setelah beberapa bulan bersama, keadaan justru berbalik, aku tergila-gila padanya, bahkan dengan sadar memberikan mahkota berhargaku untuknya.

Aku tak tahu akan dibawa kemana hubungan tak terarah ini. Aku tahu dan yakin betul, kemungkinan untuk bersama sangatlah kecil. Usiaku yang tak lagi muda pun membuat orang tua mendesak untuk segera menikah, tapi bagaimana aku menikah? jika hati dan tubuhku sudah milik lelaki dihadapanku ini.

Biarlah, biar semua kupikirkan nanti, untuk saat ini, aku hanya menikmati kebersamaan yang telah lama kurindui. Menghabiskan malam bersama pujaan hati, merengkuh dingin dengan malam yang semakin menyelimuti bumi.

Dari Ranjang SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang