I. Titik Atensi

846 44 40
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Padahal dulu dia tidak secantik itu."

"Yang mana sih kenapa aku tidak melihatnya?!"

"Kau melihat kemana? ! Itu loh disana, si Laura."

"Bukankah dia sangat menawan-heh kau mau kemana! "

Mereka melongo kala salahsatu rekannya bergegas meninjau sang pemeran utama. Tanpa ragu, ia bertegur sapa. "Permisi."

Nona bersurai keperakan, helainya berkibar sesaat begitu menengokkan wajah. Sudut bibirnya melengkungkan senyum yang meneduhi kalbu, menjatuhkan lamunan sang hawa pada pesonanya. Laura menaikkan alis, ketika manusia di depannya malah terpaku.

"Ya? Ada apa?" Laura mengawali. Netra birunya yang bergradasi dengan ungu layaknya aurora, kini tengah menatap hangat lawan bicara.

"Anu, kau—kau itu ya, Laura Lovisa. Pemenang kompetisi berburu beberapa tahun lalu?" Perempuan tersebut mendadak gagap.

Sunggingan Laura kian anggun. "Benar, saya Laura."

Orang tak dikenal itu tersipu, mengangguk kikuk. "A-ah, baiklah kalau begitu. Maaf mengganggu waktunya ya. Permisi."

Aysel—perempuan bergaun kuning disisi Laura, menganga lantas berkedip dua kali, mengamati kepergian orang itu. Karena celah bibirnya masih terbuka, Laura pun iseng menyuapkan blueberry pada bibir gadis mungil tersebut.

Aysel mengerjap, lalu mengulum dan mengunyah buah yang hinggap di mulutnya. Bibirnya merekah manis, dia pun mencomot blueberry lain dari meja hidangan, kemudian sedikit merekatkannya dengan gaun Laura sebab warnanya mirip, sebelum akhirnya dia santap.

Laura tampil cantik dengan gaun birunya yang ringan malam ini. Jepit rambut floral yang menghiasi surai bagian kanannya, membuat parasnya sempurna dari segala sisi.

Meski tengah dibalas oleh sorot datar, Aysel benar-benar terpukau hingga betah memandangi rupa sahabatnya. Namun, ketika Laura tersenyum kecil, Aysel menjerit tertahan dengan mimik salah tingkah.

Ia mendekap lengan kanan Laura. "Tidak sia-sia aku mendandanimu!" katanya bangga. "Aku berani bertanya pada semua tamu di istana ini bahwa kau keterlaluan cantiknya!"

Laura menatap ujung gaun. "Padahal sudah kubilang jangan pinjamkan yang ini. Sayang kalau aku yang pakai."

Ujaran itu membuat Aysel sedikit mencebik. "Apanya? Padahal aku ingin meminjamkan yang lebih bagus dari ini, tapi kau sendiri yang menolak."

The MoonchildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang