Sepi, satu kata yang mendeskripsikan tentang suasa kelas yang di tempati Neo saat ini, debu kikisan kapur tulis berjatuhan, hanya suara deru kipas dan ketukan kapur tulis dengan papan tulis yang terdengar. Suara bel istirahat memecah keheningan itu, usai menyelesaikan pelajaran dan berdoa sebelum makan, saatnya mengisi perut mereka.
"Emmm enak banget yah Mif, " seseorang yang di panggil Mif hanya mengangguk disela-sela makannya.
Miftahul Jannah atau yang kerap disapa Mif oleh teman dan orang terdekatnya, dia adalah salah satu teman sekelas Neo yang akrab dengannya.
"Neo," panggil si wanita berumur kepala dua itu.
"Iya bu, ada yang bisa Neo bantu? "
"Kamu mau tidak ikut seleksi lomba menyayi sekecamatan mewakili sekolah kita, " tawar bu Lisna.
"Waaah serius bu, di mana seleksinya??" tanya Neo dengan mata berbinar.
"Di kelas 3A setelah bel istirahat, nanti ke sana ya! Di tunggu bu Ila, ibu ke kantor dulu"
"Baik Bu, "
selang beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi, Mif kembali ke kelas sedangkan Neo menuju kelas 3A.
Saat Neo menginjakkan kakinya di kelas 3A, sorot mata para penghuni kelas tertuju kepadanya, bak artis bintang lima. Gugup mulai menyelimutinya, namun sebisa mungkin Neo mengendalikan diri dengan menampilkan senyum manis andalannya.
Seleksi sengaja dibuat tampil di depan kakak kelasnya, karena tak hanya suara yang dibutuhkan namun ada public speaking yang juga sangat diperlukan.
Satu persatu siswa tampil dengan menyanyikan lagu nasional, hampir semua dari mereka yang diseleksi memiliki suara bagus dan bisa mengendalikan dirinya, tetapi dari sekian banyak mereka yang diseleksi hanya satu siswa yang memiliki daya tarik tersendiri.
Suara cempreng yang dimiliki saat berbicara, sirna seketika digantikan dengan suara merdu nan menggelegar saat dia bernyanyi. Aneh?? Mungkin tapi inilah nyata.
Neora Zarhira Donggala, ya Neo yang terpilih sebagai perwakilan sekolahnya untuk lomba menyanyi Sekolah Dasar ditingkat kecamatan. Terdengar seperti hal sepele untuk mereka yang ada minat di sebuah kompetisi, namun hal yang menurut mereka sepele justru berbanding terbalik dengan mereka yang sangat menyukai tantangan dan kompetisi.
_______________________________
"Jangan sesekali menyepelekan hal sekecil apa pun itu. Karena, bisa saja hal kecil itu yang bisa membuatmu menjadi orang besar,"
-. Nadia Zumzumi Ch
_______________________________
Rasa senang tak bisa Neo sembunyikan, setelah mendengar keputusan Bu Ila bahwa dirinyalah yang akan menjadi perwakilan untuk sekolahnya. Senyuman manis itu tak kunjung luntur dari wajah imutnya, sedari keluar kelas 3A hingga sampai di rumahnya.Mulai hari itu juga setelah pulang sekolah dan berganti baju, Neo tak lagi rebahan bersama bantal ternyaman miliknya, bahkan senter ayahnya beralih profesi sebagai microphon ala ala Neora dan tak luput dari itu kamar mandi mendadak menjadi studio pribadinya.
"Tanah airku tidak kulupakan, "
"Kan terkenang selama hidupku, "
"Biar pun saya pergi jauh, "
"Tidakkan hilang dari kalbu, "
Seragam yang masih melekat ditubuhnya, Neo berdiri di depan cermin kamarnya, tak lupa menggenggam senter rusak sebagai microphone dan jangan lupakan mimik wajahnya yang menghayati lagu bak artis bintang lima.
"Astagfirullah Neo, ganti baju dulu setelah itu terserah kamu mau nyanyi nyanyi, " teguran dari sang ibu menghentikan aktivitasnya, tak banyak bicara Neo langsung bergegas masuk kamar untuk mengganti seragam sekolahnya.
Guyuran air mengenai puncak kepala lalu terjun bebas membasahi tubuhnya, wangi stroberi melesat masuk ke rongga penciumannya, dengan rambut yang masih dipenuhi busa, Neo menyanyi dengan lantangnya.
"Indonesia tanah air beta, "
"Pusaka abadi nan jaya, "
"Indonesia sejak dulu kala, "
"Tetap dipuja-puja bangsa, "
"Di sana tempat lahir beta, "
"Dibuai dibesarkan bunda, "
"Tempat berlindung di hari tua, "
"Sampai akhir menutup bangsa, "
Hari-hari sepulang sekolah tak ada bermain, hari yang di tunggu semakin dekat membuat Neo semakin giat berlatih, untuk menampilkan penampilan sebaik mungkin.
Tak terasa setelah beberapa hari berlatih dan menahan diri untuk tidak meminum es, hari yang di tunggu-tunggu sudah di depan mata.
Neo, Fifi dan Riko tengah berkumpul di ruang kepala sekolah, mereka diajak untuk berdoa bersama sebelum berangkat menuju tempat perlombaan.
Sebelum perlombaan dimulai, para peserta diharapkan untuk mengikuti upacara bendera terlebih dahulu, semua peserta berbaris rapi di lapangan upacara.
"Siaaap grak, "
"Lencang depan, grak, "
Suara pemimpin upacara menggelegar sampai ke penjuru lapangan upacara. Namun, tampak beberapa peserta lomba tengah bingung, pasalnya saat aba-aba lencang depan, letak lengan harus sejajar dengan bahu orang yang berada di depannya.
Lantas ini? Tak hanya peserta yang berbaris di belakang dan sampingnya, Neo pun dibuat bingung harus mensejajarkan lengannya dengan bahu atau dengan pinggang orang yang berada di depannya. Namun, kejadian itu yang berangsur lama, karena setelahnya sang pemimpin upacara memberi perintah untuk kembali ke posisi siap.
Ejekan terdengar oleh telinga Neo, mereka mengejeknya karena tubuh minimalisnya, memang salah jika tubuhnya paling kecil di antara mereka? Pikirnya.
Setalah upacara bendera usai, para peserta diperkenankan untuk memasuki ruangan, minder, gugup dan cemas mulai menyelimuti hatinya, nomor urut peserta tampil semakin dekat dengan nomor urutnya.
Detak jantung semakin tak beraturan, ini bukan debaran jatuh cinta melainkan debaran karena saat ini tengah berada di depan dewan juri, hembusan nafas mulai teratur, Neo siap memulai bernyanyi.
💭💭💭
Wajahnya kini tampak berseri dan senyuman manisnya kiti terpampang indah, saat juara 2 diumumkan dengan menyebut namanya.
"Yeee Neo menang, "
"Waaah Neora hebat, selamat ya nak atas juaranya, " ucap bu ila selaku guru pendampingnya.
Meskipun Neo hanya mendapatkan posisi juara 2, tapi Neo sangat bersyukur atas apa yang dia raih, karena usaha dan ikhtiar nya terbayar disini dan Neo juga bertekad akan berusaha lebih giat lagi, bila nanti dia terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba kembali.
_______________________________
“Hasil yang kamu peroleh nanti bisa dilihat dari seberapa besar usaha dan ikhtiar yang kamu lakukan saat ini”
-. Nadia Zumzumi Ch
KAMU SEDANG MEMBACA
SiMalas Dengan Segudang Impian
Tiểu Thuyết ChungHiatus Ini bukan kisah cinta monyet seorang gadis remaja, namun ini adalah kisah tentang seorang gadis yang dulunya memiliki semangat 45 untuk belajar lalu menjadi gadis malas dengan segudang impiannya. "Halu adalah gambaran dari doa" itu lah salah...